Home Internasional Malaysia Akan Deportasi 7.200 WNI, Ada Apa?

Malaysia Akan Deportasi 7.200 WNI, Ada Apa?

Kuala Lumpur, Gatra.com – Pemerintah Malaysia akan mendeportasi sebanyak 7.200 Warga Negara Indonesia (WNI). Kebijakan tersebut dikeluarkan setelah negara itu menerapkan lockdown akibat lonjakan kasus Covid-19.

Melansir Reuters, Jumat (11/6), Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Femmy Eka Kartika Putri mengatakan, Indonesia akan mendahulukan kepulangan WNI kelompok rentan.

"Di antara 7.200 WNI, terdapat 300 orang yang termasuk kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, dan anak-anak. Mereka akan dipulangkan pada 24 Juni," ungkapnya.

Femmy menambahkan, pemerintah juga telah melakukan antisipasi kepulangan WNI dari Malaysia, yakni menyiapkan titik-titik debarkasi di Bandara Soekarno-Hatta, fasilitas kesehatan berupa swab test PCR, menyiapkan tempat karantina di Wisma Atlet, serta menyiapkan pendampingan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

"Antisipasi kepulangan WNI dari Malaysia ini harus kita lakukan bersama-sama. Kita harus berhati-hati. Masalah ini tidak mudah," katanya.

Femmy pun meminta pihak Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI di Malaysia agar memastikan WNI yang pulang betul-betul sehat, sementara yang sakit jangan dipulangkan dahulu.

Lebih lanjut Femmy menuturkan, dari 7.200 WNI tadi, terdapat pula Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik yang berdokumen lengkap maupun tanpa dokumen.

Saat ini, ada jutaan pekerja tidak berdokumen yang bekerja di Malaysia. Mereka berasal dari berbagai negara, seperti Indonesia, Myanmar, Nepal, dan Bangladesh. Imigran gelap tersebut umumnya bekerja di sektor perkebunan, konstruksi, dan manufaktur.

Di tengah lockdown nasional yang sedang berlangsung, Malaysia gencar menangkap dan mendeportasi ribuan migran tidak berdokumen. Sementara jumlah kasus positif dan kematian akibat Covid-19 negara itu mencapai rekor tertinggi pada bulan lalu, yang sekaligus jadi kasus tertinggi di Asia Tenggara.

802