Home Kebencanaan Pakar UGM: Jangan Buru-buru Lockdown, Kebijakan Covid-19 Tak Pernah Dievaluasi

Pakar UGM: Jangan Buru-buru Lockdown, Kebijakan Covid-19 Tak Pernah Dievaluasi

Yogyakarta, Gatra.com - Sejumlah daerah mengalami tren lonjakan kasus Covid-19. Usulan lockdown pun muncul, seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta yang melonjak 1.200 kasus di akhir pekan kemarin.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama, menyarankan pemerintah pusat dan daerah tak terburu-buru dalam mengambil suatu kebijakan. Menurutnya, apapun kebijakan tersebut harus diambil melalui mempertimbangkan data yang jelas.

“Harus ada dasar yang jelas dari data maupun lainnya, termasuk aspek epidemiologinya. Yang sering terjadi adalah kebijakan diambil tanpa pertimbangan yang jelas kemudian tidak pernah dievaluasi,” ujar Bayu dalam siaran pers UGM, Senin (21/6).

Hingga Minggu (20/6), kasus Covid-19 secara nasional bertambah 13.737, sehingga total Covid-19 di Indonesia nyaris 2 juta kasus, yakni 1.989.909 kasus. Menurutnya, kondisi ini bukan karena varian baru saja, melainkan masyarakat abai protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi (5M).

Selain itu, pemerintah juga dinilai masih kurang melaksanakan pemeriksaan (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) atau dikenal dengan istilah 3T. “Kenaikan wajar karena 3T kurang dan masyarakatnya abai sama 5M,” kata Bayu.

Naiknya jumlah kasus Covid-19 akhir-akhir ini, menurut Bayu, membuat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) perlu dievaluasi. “PPKM mikro harus dievaluasi. Jangan diperpanjang tanpa evaluasi apapun karena kita tidak tahu kendala apa yang menyebabkan gagalnya PPMKM mikro," kata dia.

Selain 5M yang tidak dijalankan masyarakat, peran pemerintah juga disebut kurang. "Terutama soal lawan hoaks dan orang-orang yang suka menyebarkan informasi salah,” katanya.

Ia pun menilai varian baru bukan 100% penyebab utama naiknya kasus Covid-19 di Tanah Air. Kondisi ini kombinasi antara protokol kesehatan yang dilanggar terus menerus melalui pelonggaran pemerintah disertai varian baru.

Bayu tidak sependapat kenaikan Covid-19 Indonesia disamakan dengan negara lain. “Di Indonesia dari awal pemerintahnya tidak solid, 3T tidak merata, dan cenderung kurang semua di banyak daerah. Lalu, masyarakat sering abai, kita lebih parah lagi,” ucapnya.

 

735