Home Ekonomi Pertambangan Emas Skala Kecil Sumbang Pencemaran Merkuri Terbesar

Pertambangan Emas Skala Kecil Sumbang Pencemaran Merkuri Terbesar

Jakarta, Gatra.com - Merkuri kerap digunakan penambang di sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) untuk mengikat emas karena prosesnya cepat dan mudah. Pada prakteknya, penambangan emas menggunakan merkuri hanya membutuhkan waktu setengah hari. Pada pagi hari batuan yang mengandung emas digali dari dalam tanah, pada sore hari emas sudah bisa didapatkan dengan menggunakan merkuri.

Terlepas dari kemudahan yang ditawarkan, cairan berwana perak ini merupakan salah satu bahan kimia beracun dan berbahaya bagi Kesehatan dan lingkungan. Kandungannya di alam tidak dapat hilang, bersifat bio-akumulasi dan dapat berpindah dalam jarak jauh di lingkungan.

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengungkapkan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) menjadi penyebab terbesar dari pelepasan merkuri ke alam.

"PESK di seluruh dunia merupakan sumber terbesar pelepasan merkuri ke lingkungan yang mencapai 35% dari total emisi merkuri." jelas Rosan dalam seminar daring yang mengambil tema Dampak Paparan Merkuri dari Kegiatan PESK Terhadap Ibu Hamil, pada Rabu (23/06).

Rosa menjelaskan Merkuri dapat membahayakan bagi kesehatan, lingkungan serta berdampak pada ekonomi dan Investasi.

"Paparan merkuri dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, khususnya pada perkembangan bayi di dalam kandungan para ibu sebagai tahap awal kehidupan," katanya.

Rosa menambahkan merkuri dapat masuk melalui udara, makanan dan kontak langsung dapat menyebabkan berbagai penyakit terkait syaraf, gangguan pada janin dan anak, gangguan saluran cerna dan ginjal serta gangguan pernafasan dan kardiovaskular.

Terkait dampak merkuri kepada lingkungan, Rosa menjelaskan penggunaan merkuri untuk pengolahan emas di sektor PESK dapat mencemari sumber air bersih, tanah, udara, hingga flora dan fauna yang hidup di sekitar kawasan tambang maupun di lingkungan global. Pasalnya, merkuri dapat berpindah dalam jarak jauh di lingkungan.

"Merkuri apabila terlepas ke lingkungan melalui air, udara dan tanah, maka dapat berakumulasi di dalam lingkungan dalam jangka yang panjang." jelasnya.

Sementara itu, pada sektor ekonomi, tangkapan emas dengan menggunakan merkuri hanya sekitar 40% dibandingkan dengan teknologi non-merkuri. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari praktek tersebut tersebut tidak sebanding dengan harga rehabilitasi lahan dan biaya untuk menanggung dampak kesehatan.

Dikatakan bahwa saat ini peredaran merkuri sudah dilarang oleh pemerintah, namun masih banyak penambang yang menggunakan merkuri. 

Rosa menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tanggal 20 September 2017 secara resmi dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai merkuri.

Kemudian pada tahun 2019, melalui Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2019, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Rencana Aksi Nasional Penurunan dan Penghapusan Merkuri di 4 sektor yakni sektor kesehatan, PESK, energi dan manufaktur.

"Untuk konvensi Minamata ini Indonesia diberikan kehormatan untuk menjadi tuan rumah. Conference of the Parties Minamata Convention yang keempat yang nantinya akan diselenggarakan secara online di tahun ini pada bulan November dan secara fisik iselenggarakan tahun 2022 di bulan Maret." jelas Rosa.

Selain itu, untuk menurunkan dan menghapuskan penggunaan merkuri dari sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), pemerintah melalui KLHK dan kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang didukung oleh United Nations Development Programme (UNDP) meluncurkan proyek GOLD-ISMIA.

"Melalui proyek GOLD-ISMIA., proyek ini mendukung program pemerintah dalam menghapuskan penggunaan merkuri di Indonesia terkait posisi Indonesia pada Konvensi Minamata.." katanya.

Proyek tersebut saat ini tengah mendukung 6 komunitas PESK yang tersebar di sejumlah wilayah Indonesia yakni Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Riau untuk mengurangi penggunaan merkuri setidaknya 5 metrik ton tiap tahunnya.

910

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR