Home Politik SKB UU ITE Diteken, Bahas Delik Pidana, Wartawan, dan Kerugian

SKB UU ITE Diteken, Bahas Delik Pidana, Wartawan, dan Kerugian

Jakarta, Gatra.com – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang difasilitasi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. SKB ditandatangani menyusul tingginya kritik terhadap UU yang disebut memuat banyak pasal karet.

Sedikitnya ada empat pasal yang yang dibuat pedoman implementasinya. Pasal itu adalah 27, 28, 29, dan 36. Dalam SKB itu, pemerintah mendefinisikan soal fokus atau batasan perbuatan penyebarluasan konten, delik pidana, posisi wartawan secara pribadi, hingga kerugian materiil bagi korban.

Pedoman ini diharapkan bisa jadi acuan penegakan hukum terkait UU ITE dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat, sambil menunggu RUU masuk dalam perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Mahfud MD menyebut, teknis yang sudah ada seperti Surat Edaran (SE) Kapolri atau Pedoman Jaksa Agung bisa terus diberlakukan.

"Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat," kata Mahfud MD seusai menyaksikan penandatanganan di Kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Rabu (23/6). 

Mahfud menjelaskan, pedoman itu dibuat setelah melangsungkan diskusi dengan para pejabat terkait, mulai dari kementerian, kepolisian, Kejaksaan Agung, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi perguruan tinggi, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya. "Semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," ujar dia.

Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE yang dikutip dari keterangan resmi Kemenko Polhukam:
a. Pasal 27 Ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.

b. Pasal 27 Ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.

c. Pasal 27 Ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.

2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.

5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

d. Pasal 27 Ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.

e. Pasal 28 Ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.

f. Pasal 28 Ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.

g. Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.

h. Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.

"Tindak lanjut dari penandatanganan Keputusan Bersama ini akan dilaksanakan sosialisasi kepada aparat penegak hukum secara masif dan berkesinambungan," demikian keterangan resmi itu.

355