Home Ekonomi Ekonom INDEF Setuju BPK Ingatkan Pemerintah soal Gagal Bayar Utang

Ekonom INDEF Setuju BPK Ingatkan Pemerintah soal Gagal Bayar Utang

Jakarta, Gatra.com - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Prof. Dr. Didik J. Rachbini setuju dengan langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyuarakan kekhawatiran terkait kemampuan Pemerintah dalam melunasi utang.

"Saya setuju BPK mengingatkan pemerintah karena tugasnya memang harus begitu. Jangan kemudian kritis malah dinafikan atau bahkan yang kritis diberangus, yang kritis seperti yang dilakukan sekarang terhadap aktivis. Tapi ada koreksi sedikit, bahwa utang yang menjadi tanggungan pemerintah bukan hanya di APBN Rp6.527 triliun, tetapi juga utang BUMN sebesar Rp2.143 triliun," jelas Didik, Kamis (24/6).

Diketahui, sebelumnya BPK menyampaikan kekhawatiranya terhadap kapasitas pemerintah untuk membayar utang. Hal itu diungkapkan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP) LKPP 2020.

Didik menjelaskan bahwa total utang pemerintah pada masa Jokowi sekarang sebesar 8.670 trilyun rupiah. Di saat yang sama BUMN turut diminta dan dibebani tugas untuk pembangunan infrastruktur.

Rektor Universitas Paramadina itu memaparkan bahwa bila BUMN mengalami gagal bayar atau bangkrut harus ditanggung APBN, sehingga pada akhirnya akan menjadi bagian dari utang pemerintah. 

Didik memberikan estimasi, bahwa warisan utang Presiden Jokowi kepada presiden berikutnya bisa mencapai lebih dari Rp10 ribu triliun.

"Apa konsekwensinya jika utang yang berat ini dibiarkan? APBN akan lumpuh terkena beban utang ini dengan pembayaran bunga dan utang pokok yang sangat besar." tegas Didik.

Didik mengungkapkan bahwa APBN bisa menjadi pemicu krisis ekonomi. Menurutnya, bila krisis 1998 dipicu oleh nilai tukar, maka saat ini bisa dipicu oleh APBN yang berat digabung dengan krisis pandemi karena penanangan yang salah kaprah sejak awal.

"Jadi, gabungan dari kedua faktor itu potensial memicu krisis" tambahnya.

Didik menguraikan bahwa apabila dalam jangka pendek ini peningkatan kasus tidak bisa ditekan dan Amerika merealisasikan kenaikan suku bunganya, maka posisi ekonomi Indonesia akan sangat sulit. Suku bunga utang akan terdorong naik, mesti bersaing sama obligas Amerika. Sementara pajak kita masih rendah dan pembiayaan dari obligasi.

"Kalau tidak bisa bayar dalam jangka pendek kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia merosot. Jika masih dipercaya bisa mungkin masih bisa profiling utang, minta penangguhan utang, tetapi itu bunganya berarti numpuk." kata Didik.

198

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR