Home Politik Nurfaizi: Perlu The Greatwall Interception untuk Menjaga Pancasila

Nurfaizi: Perlu The Greatwall Interception untuk Menjaga Pancasila

Jakarta, Gatra.com – Mantan Kabareskrim Polri dan Dubes RI Untuk Mesir, Komjen (Purn) Nurfaizi Suwandi, mengatakan, Indonesia membutuhkan benteng untuk menangkal ideologi asing yang merongrong Pancasila.

Terkait hal itu, Nurfaizi dalam webinar bertajuk "Pancasila dalam Tindakan: Membangun Ekosistem Keamanan Nasional Mewujudkan Indonesia Tangguh" gelaran Strategi Institute, Rabu (30/6), menyampaikan konsep The Greatwall Interception of Indonesia.

Menurutnya, The Greatwall Interception of Indonesia ini merupakan konsep keamanan berbasis teknologi informasi berperan sebagai tembok yang dapat membentengi rakyat Indonesia dari pengaruh dari luar dan dalam negeri.

Nurfaizi melanjutkan, jika konsep ini diterima, pemerintah perlu membuat undang-undang yang dapat membentengi serta mengakomodasi beragam tantangan dalam program sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Sebab, UU yang ada saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut.

Senada dengan Nurfaizi, akademisi Unpad sekaligus pengamat keamanan dan pertahanan Prof. Muradi, menyampaikan bahwa sistem integritas keamanan nasional banyak yang perlu dibenahi.

Menurutnya, ada beberapa contoh soal masih lemahnya sistem integritas keamanan yang perlu diklarifikasi, seperti pencurian database kependudukan di Indonesia serta sanksi terhadap pelaku yang memperjualbelikan data tersebut.

Masalah ini, lanjut Muradi, sangat krusial. Perlu suatu undang-undang keamanan nasional yang di antaranya mengatur perlindungan rahasia negara. "Harus clear di antara aktor keamanan, tata kelola harus diperjelas. Begitu juga sarana dan prasarana," ujarnya.

Soal pentingnya ekosistem keamanan ini, kata Muradi, kuncinya ada di tiga pihak, yakni intelijen, polisi, serta militer. Para aktor penjaga keamanan ini harus senantiasa aktif dalam usaha membuat ekosistem yang terintegrasi demi menjaga keamanan nasional.

"Jika ketiga komponen keamanan tersebut sudah bersinergi baik, niscaya kita hanya tinggal merasakan manfaat dari ekosistem tersebut," ujarnya.

Sekretaris Dewan Nasional SETARA, Romo Benny Susetyo, yang menjadi narasumber selanjutnya, mengatakan, soal mencuatnya hoaks mengenai ideologi di era digital ini.

Berbagai hoaks pertentangan keberagaman yang viral membuat energi bangsa ini terkuras. Ini harusnya sudah selesai. "Sudah seharusnya kita harus bergerak maju dan meninggalkan konflik," kata Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP ini.

Pembicara terakhir, pengamat politik Boni Hargens, menyampaikan mengenai masalah ancaman bagi Indonesia di masa mendatang, yakni terorisme. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan akan terjadi fusi antara kelompok-kelompok teroris konvensional dengan kelompok-kelompok radikal.

"Yang kemungkinan muncul ke depan, saya petakan, satu kemungkinan fusi atau terjadi penyatuan antara kelompok teroris konvensional dengan kelompok-kelompok radikal yang makin militan merespons hubungan mereka terhadap negara saat ini," ujar Boni.

Selain itu, Boni juga memprediksi akan lahir generasi kedua di kalangan radikal yang memang lebih mengarah pada tindak pidana terorisme. "Mereka melampaui radikalisme, lebih mengarah ke terorisme," ujarnya.

434