Home Gaya Hidup Ramai Job Malah Bikin Perajin Peti Mati Makin Sedih

Ramai Job Malah Bikin Perajin Peti Mati Makin Sedih

Karanganyar, Gatra.com- Raut kesedihan terlihat dari muka pemilik toko peti mati Albabbul Jannah asal Kelurahan Lalung, Karanganyar, Jateng, Yeni Jannah (65). Biang keladinya adalah orderan peti jenazah yang makin ramai belakangan ini. 
 
Sambil meneteskan air mata, ia menceritakan kepedihannya meladeni pesanan itu dari rumah sakit. Pesanan dari mitra kerjanya seakan tak berjeda. Sedangkan kapasitas produksinya terbatas. "Yang selesai baru lima peti, langsung kirim. Adanya berapa kukirim. Pernah suatu ketika ahli waris sampai menanti lama di rumah sakit karena peti mati belum selesai dibuat. Antreannya panjang. Pedih sekali rasanya hati ini. Kasihan," kata Yenni kepada Gatra.com di bengkel kerjanya, Senin (5/7). 
 
Ia kini hanya melayani pesanan dari mitra rumah sakit saja. Showroom-nya di Lalung sengaja ditutup. Alasannya sederhana, kewalahan. Para pekerja lebih memilih memanen padi di musim panen seperti saat ini. Yang tersisa tinggal beberapa orang pemuda. Sisanya dua ibu rumah tangga yang dipekerjakan di bagian finishing. 
 
Suara bising palu beradu dengan paku dan kayu di rumah produksinya masih tak menutupi rasa sedihnya melihat ironi di masa pandemi. Ia kesulitan menghitung sudah berapa banyak peti dikirim ke RSUD dr Moewardi, mitra kerjanya itu. Berapapun yang sudah jadi, langsung dikirim ke sana. 
"Enggak menunggu lama-lama. Pokoknya langsung kirim. Ada ukuran standar dan besar. Saya tidak tega merasakan kesedihan dengan begitu banyaknya kematian (akibat Covid-19)," katanya. 
 
Ia pun tak tega jika harus menaikkan harga peti mati. Seolah-olah batinnya ingin memberontak. Selama belasan tahun berjualan peti jenazah, payung keranda dan nisan, baru sekarang ia kerepotan melayani pesanan. Selain minim pekerja, bahan baku juga mulai langka seperti kain mori.
 
"Perajin lain menaikkan harga sampai Rp800 ribu per peti. Ada orang meninggal kok malah dimahalke. Kalau saya tetap Rp450 ribu. Enggak dinaikkan. Bahkan Minggu, anak-anak tidak libur membuat peti. Sebab, yang meninggal harus segera dimakamkan," katanya  
 
Meski memprioritaskan pesanan dari mitra RS, namun ia tak menolak jika permintaan itu dari tetangga sekitar. Ia juga menyisakan untuk tengkulak, meski itu satu peti saja. 
 
Sementara itu perajin peti mati di Toko Luminto, Kalongan, Papahan Tasikmadu, Irfan Saputra mengatakan dagangannya sudah habis. Ia tak mampu melayani pesanan dari rumah sakit. "Yang beli kebanyakan pribadi. Bukan korporat. Ada beberapa kali dari rumah sakit terpaksa saya tolak, karena barangnya habis," katanya. 
Kepala Pelaksana Harian BPBD Sundoro Budi Karyanto mengatakan tingkat kematian tinggi di masa pandemi Covid-19. 
 
"Paling banyak dua pekan lalu. Sebanyak 27 jenazah dimakamkan sesuai prokes Covid-19 dalam sehari. Hari ini saja sampai siang sudah 15 jenazah. Yang repot kalau jadwalnya berbarengan. Perlu strategi membagi tim. Di lapangan, petugas hanya memulasara. Kalau piranti seperti peti mati dan ubo rampe disediakan RS atau ahli waris," katanya. 
2168