Home Kesehatan Mahasiswa Kampanye Tak Gunakan Kemasan Plastik Sekali Pakai

Mahasiswa Kampanye Tak Gunakan Kemasan Plastik Sekali Pakai

Jakarta, Gatra.com – Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Tama, mengajak masyarakat agar tidak menggunakan kemasan plastik sekali pakai, termasuk galon, untuk mengurangi sampah plastik yang merusak lingkungan.

Mahasiswa dari Departemen Kesehatan Mental dan Lingkungan Masyarakat (Kesling) UNY, menyampaikan, seperi kemasan plastik sekali pakai lainnya, galon sekali pakai ini akan menambah sampah plastik dan merusak lingkungan.

"Plastik-plastik ini kan sangat susah terurai, jadi akan semakin mencemari lingkungan dan sangat berbahaya," kata Tama.

Ia mengungkapkan, pihaknya membuat program untuk meminimalisir kampanye penggunaan plastik atau kemasan sekali pakai, termasuk galon yang disebut lebih baik dari galon guna ulang. "Kami mengimbau supaya seluruh masyarakat agar tidak menggunakan galon sekali pakai ini," ujarnya.

Ia melanjutkan, untuk meminimalisir penggunaan kemasan plastik atau galon sekali pakai, pihaknya menggelar webinar pada akhir pekan lalu, menghadirkan mahasiswa program doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Cynthia Permata Sari.

Menurut Cynthia, produk kemasan air galon sekali pakai akan menambah jumlah sampah plastik. Sementara itu, sejumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) banyak yang sudah kekurangan lahan untuk menampung sampah.

"Kehadiran produk baru air kemasan galon sekali pakai ini pasti berpengaruh terhadap lingkungan, tidak hanya lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial," katanya.

Ia menyampaikan, produsen harusnya beralih dari paradigma ekonomi linear ke paradigma baru dengan pendekatan yang lebih sistemik dan holistic yang mengarah ke ekonomi sirkular. "Kondisi linear itu sudah tidak lagi relevan untuk diterapkan pada kondisi saat ini," katanya.

Terlebih, lanjut Cynthia, pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 79 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, juga sudah mewajibkan para produsen harus sudah menyusun dan menyerahkan dokumen rencana pengurangan sampah mereka.

Menurutnya, pemerintah menekankan para produsen agar membuat konsep bisnis yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sosial (sustainable brand). Para produsen itu tidak lagi hanya menghasilkan produk dan marketing yang baik saja, melainkan juga harus peduli terhadap lingkungan.

"Untuk itu, diperlukan transisi ke sustainable future yang berhubungan dengan sesuatu yang restoratif dan regeneratif yang mengarah kepada ekonomi sirkular," katanya.

Ia berpendapat bahwa implementasi sustainable brand itu dapat diwujudkan melalui triple bottom line, yaitu people (social equity), planet (evironmental stewardship), dan profit (economic prosperity). Triple bottom line ini berfungsi untuk membantu menyeimbangkan alam, sosial, dan bisnis, serta meningkatkan brand awareness dalam menjalin hubungan yang baik dengan konsumen dengan mengurangi dampak buruk bagi lingkungan.

"Produsen harus bisa mengurangi produk-produk kemasan sekali pakai dan mengadopsi model penggunaan ulang jika memungkinkan," katanya.

Seperti diketahui, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pemerintah menetapkan target 100% sampah terkelola dengan baik dan benar pada tahun 2025. Target ini diukur melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70%.

132