Home Kesehatan Guru Besar UGM: Interaksi Obat Tak Mudah Sebabkan Kematian

Guru Besar UGM: Interaksi Obat Tak Mudah Sebabkan Kematian

Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati, PhD, Apt mengungkapkan interaksi obat tidak semudah itu menyebabkan kematian. Hal ini menanggapi adanya yang viral di media sosial yakni terdapat seseorang yang menyebutkan COVID-19 itu tidak ada dan kematian pada pasien virus menular tersebut merupakan akibat interaksi obat.

"Jadi, interaksi obat tidak semudah itu menyebabkan kematian. Jika ada penggunaan obat yang diduga akan berinteraksi secara klinis, maka pemantauan hasil terapi perlu ditingkatkan. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat interaksi obat, dapat segera dilakukan tindakan yang diperlukan, misal menghentikan atau mengganti obatnya," terangnya, seperti dilansir dari keterangan tertulis yang diterima Gatra.com pada Minggu malam, (11/7).

Ikawati mengatakan, hal ini menunjukkan juga yaitu perlunya kerjasama antar tenaga kesehatan atau nakes dalam memberikan terapi kepada pasien (dokter, perawat, apoteker dan lain-lain). Sehingga dapat memantau terapi dengan lebih cermat dan tidak berdampak membahayakan bagi pasien. 

"Jadi, jika ada yang menyebutkan bahwa kematian pasien Covid adalah semata-mata akibat interaksi obat, maka pernyataan itu tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.

Sementara itu Ikawati menuturkan, interaksi obat juga dapat merugikan jika adanya suatu obat yang bisa menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama. Atau bisa juga kalau ada obat yang memiliki risiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama, maka akan makin meningkatkan risiko total efek sampingnya.

"Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan. Seperti contohnya obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang dulu digunakan untuk terapi Covid, atau azitromisin dengan levofloksasin, mereka sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung. Jika digunakan bersama maka bisa terjadi efek total yang membahayakan," ujarnya.

Lebih lanjut kata Ikawati, interaksi obat pun dapat meningkatkan efek terapi obat lain. Pada tingkat tertentu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain dapat menguntungkan, tetapi juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan. Misalnya, efek penurunan kadar gula darah yang berlebihan akibat penggunaan insulin dan obat diabetes oral, bisa menjadi berbahaya.

Ia menyebut kadangkala dalam terapi tak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari 5 macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya. Banyak buku-buku teks tentang interaksi obat yang dapat digunakan sebagai panduan dalam memilih obat yang akan dikombinasikan untuk meminimalkan interaksi obat. 

"Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan bersama," tutur Ikawati.

Pada dasarnya, sambungnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya. Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik atau ilmu yang mempelajari terkait mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain, atau farmakodinamik atau ilmu yang mengenai ikatan dengan reseptor atau target aksinya.

Kemudian Ikawati menerangkan, untuk obat yang interaksinya terjadi jika mereka bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan kalsium yang membentuk ikatan kelat misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya. Akan tetapi jika mekanismenya adalah mempengaruhi metabolisme obat sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka pengatasannya adalah dengan penyesuaian dosis obat, karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya. 

"Jika pemberian jeda pemberian dan penyesuaian dosis tidak dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah dengan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama, tetapi kurang berinteraksi. Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga pengatasannya pun berbeda-beda pada setiap kasus," tambahnya.


 

302