Home Kesehatan Kisah Relawan Menjemput Jenazah Warga Isoman, Belum Pernah Terpapar Covid

Kisah Relawan Menjemput Jenazah Warga Isoman, Belum Pernah Terpapar Covid

Jakarta, Gatra.com– Satu persatu anak tangga harus didaki, tak ada yang melintas turun atau naik, hanya suara langkah kaki menemani pagi jelang siang hari itu. Terdengar percakapan saat hampir sampai di lantai 4. Tampak beberapa orang sedang berbincang, ada juga yang sedang sibuk saling membantu merekatkan lakban di beberapa titik pada pakaian alat pelindung diri (APD), agar lebih kedap.

Mereka sedang mempersiapkan pemulasaraan jenasah salah satu warga yang meninggal saat isolasi mandiri akibat terinfeksi Covid-19 di salah satu rumah susun di Jakarta Timur, Senin (12/07). “Jenasah meninggal sore hari, 11 Juli 2021, permintaan ke BTB tadi jam 6.30 pagi. Mereka cari mobil jenazah, juga penuh di mana-mana, akhirnya lapor puskesmas terus puskesmas kontak ke BAZNAS," kata Faris Ridhwan Muttaqin, tim Pemulasaraan BAZNAS Tanggap Bencana (BTB). Kegiatan pemulasaraan dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dari tim BAZNAS Tanggap Bencana (BTB) dengan dibantu warga setempat yang sangat kompak.

Di kediaman almarhumah, hanya relawan tim BTB berjumlah 4 orang yang memulasarkan jenazah. Proses pemulasaraan yang dilakukan menggunakan protokol medis dan ketentuan syariah. Keduanya sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 18 Tahun 2020 yang menjelaskan tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhis Al-jana'is) Muslim Yang Terinfeksi Covid-19.

“Kita harus beresin rumahnya dulu, disediakan tempatnya .... agar ruang gerak kita lebih enak. Bekas-bekas makanan, obat-obatan, dan lain-lain harus disingkirin. Harus aman, karena hazmat(APD) sering kebuka sendiri, sudah dilakban juga sering copot, kadang sobek ..... nanti bisa kena," ujar Faris. Setelah jenazah selesai disucikan dengan tayammum, pengafanan, dibungkus plastik untuk mencegah kebocoran cairan tubuh, kemudian dimasukkan ke dalam kantong mayat. Petugas relawan tidak lupa menyemprotkan cairan disinfektan ke kantong jenazah sebelum diangkat untuk dimasukkan ke dalam peti.

Untuk memasukkan ke dalam peti, relawan harus memindahkan kantong jenazah ke luar dari kediaman, di koridor, karena peti tersebut tidak muat masuk ke dalam. Memasukkan jenazah ke dalam peti pun ada aturannya, sebisa mungkin tubuhnya harus dimiringkan ke kanan agar saat dikuburkan jenazah menghadap arah kiblat. Peti yang sudah ditutup dengan paku, harus dibungkus lagi dengan lembaran plastik agar tidak tembus air maupun udara. Petugas juga tidak lupa untuk menyemprotkan disinfektan ke seluruh ruangan di kediaman almarhumah. Tampak seorang laki-laki duduk di bangku plastik, terdiam, hanya bisa memandangi isterinya dari jauh, ke sebuah peti putih. Masker yang digunakan, tak dapat menutupi rautnya yang sedih.

Untuk membawa peti mati ke mobil bukanlah hal yang mudah, mereka harus berhadapan dengan deretan anak tangga sampai ke lantai dasar. Empat relawan dan dua orang warga mulai menuruni anak tangga secara perlahan. “Kita sangat terbantukan sama warga. Kita mengarahkan bila ada warga yang membantu, sekitar 1 atau 2, cukup pakai jas hujan full .... pokoknya tertutup rapat dari atas sampai bawah,” ujar pria kelahiran Tebet, Jakarta Selatan. Sempat berhenti beberapa kali untuk isitirahat sejenak.

Perlu diketahui, ke enam orang tersebut mengerjakannya dengan memakai baju APD lengkap, kacamata google, dan masker medis rangkap dua bahkan tiga yang juga dilakban rapat. Saat sampai di lantai dasar, sebuah meja telah disediakan warga untuk menaruh peti di beranda. Kemudian warga melaksanakan salat jenazah sebelum melepas almarhumah untuk dibawa ke pemakaman.

Sekitar sepuluh motor warga sambil membawa bendera kuning, membuka jalan mobil jenazah BAZNAS-BAZIS DKI Jakarta saat menuju ke tempat pemakaman. Jarum waktu menujuk angka 13.06 ketika rangkaian sampai di TPU Rorotan, Jakarta Utara, dan peti diturunkan dari mobil jenazah pukul 13.12. “Memang ini dunia kita, makanya dibawa enjoy aja. Saya selalu bilang ke rekan-rekan .... ketika teman-teman membantu orang, dan orang-orang ini juga yang akan mendoakan teman-teman. Insya Allah .... itu kekuatan yang luar biasa. Karena itu luruskan niatnya”, kata Taufiq Hidayat, Koordinator Pemulasaraan Jenazah Dan Keselamatan Relawan, BAZNAS Tanggap Bencana Pusat.

Dari proses pemulasaraan hingga pemakaman berjalan dengan lancar, tidak ada kendala. Bisa berjalan dengan lancar karena kerja para relawan yang profesional dengan dibantu semangat dan gotong royong para warga sekitar.

Pengusaha OutBound Mencari Pahala Jadi Relawan

Dunia pencinta alam sebagai anak gunung menjadi awal ketertarikannya menggeluti kehidupan relawan. Sang ayah sering mengajaknya menikmati keindahan alam, termasuk mengenalkan dunia kerelawanan, dari sejak umur yang masih muda. Kebetulan bapaknya juga senior bidang relawan dengan jam terbang tinggi, baik dalam hingga luar negeri. Cedera kaki saat latihan, telah mengubur cita-cita Faris Ridhwan Muttaqin menjadi pemain bola. Sebagai relawan, ia pernah terlibat dalam kegiatan kebencanaan saat terjadi kecelakaan Lion Air 2018 dan Sriwijaya Air 2021.

“Lion itu hanya di bagian kapalnya doang, mengangkat kantong jenazah dari kapal karet ke kapal induk. Kalau yang Sriwijaya, bagian pengangkat penyelam dan paket. Saya ke titiknya itu pakai perahu karet. Jadi kalau ada penyelam bawa kantong plastik ke atas, pasti putih itu, isinya organ tubuh ....saya yang masukin”, kenang pria kelahiran 13 Juli 1997.

Berbagai profesi telah dijalani pria nyentrik berkulit hitam manis ini. Dari mulai kerja di pabrik yang hanya 1 bulan, beberapa minggu sebagai operator warnet, ojek online pada 2017, hingga sebagai karyawan rumah makan mie ayam – baso. Restoran tersebut pun harus ditinggalnya, dua minggu sebelum gempa Lombok. Rangkaian bencana alam pada tahun 2018, seperti Lombok, Palu, hingga tsunami Banten, menggelitik hatinya untuk lebih menekuni dunia kerelawanan. “Enak jalan-jalan terus sambil membantu sesama manusia," kata Faris.

Sifat penolongnya bukan hanya terlihat saat beraksi sebagai sebagai relawan saja. Sebagai seorang wiraswasta muda, ia membantu teman-teman sepermainannya dulu untuk bekerja di perusahaan yang sedang dirintis. Empat orang telah bekerja pada usaha Outbound di Indramayu, Jawa Barat. Selain itu, usaha kuliner seafood kerang pedas di Bekasi, juga dilakoni dengan mengoperasikan 3 gerobak yang dijalankan enam teman sepermainan sebagai karyawan. “Kalau harta .... saya ada rumah walupun kecil, punya usaha dan alhamdulillah lancar. Sekarang cari pahala dengan membantu orang. Takut .... dikit lagi kiamat”, ujar ayah dari sepasang putra dan putri ini.

Sebagai salah satu relawan muda yang bergabung dengan BTB hampir setahun ini, dan telah menginjakkan kaki di berbagai tempat di Indonesia. Sebelumnya ia pernah bertugas sebagai relawan di lembaga swasta juga. Bicara tentang Covid-19, tim-nya telah melakukan pemulasaraan isoman sekitar 30 orang, kadang bisa 4 jenasah dalam sehari. Rata-rata isoman yang ditangani dari masyarakat kelas menengah ke bawah, dan khawatir akan biaya. “Hampir semua tanya tentang biaya, seperti biasa saya jawab gak usah....emang dari kantor gak ada biaya yang dikenakkan .... dan mereka kaget. Pernah ada yang pak RT-nya ngasih amplop isi duit segepok untuk bayar peti mati...saya bilang, gak usah pak ini gratis. Uang zakat akan kembali ke masyarakat juga,” tegas Faris.

Ada suatu kejadian yang membuatnya tak bisa menahan tetesan air mata, ketika penanganan evakuasi bencana alam NTT 2021, menemukan dua jenazah, anak kecil sedang dipeluk ibunya di Pulau Lembata. “Saya usahakan yang terbaik dimana pun tempatnya, Saya sudah siap mati saat melakukan aksi kemanusiaan”, ujar Faris dengan suara tegas.

Mampir ke Markas BAZNAS Tanggap Bencana Pusat

Tampak seseorang dengan baju APD sedang mempersiapkan mobil jenasah, dua lainnya, juga berbaju APD lagi sibuk berdiskusi. Tak berapa lama, ketiga relawan pergi dengan membawa mobil tersebut. Siang itu, Gatra mendapat kesempatan untuk wawancara Wakil Kepala BAZNAS Tanggap Bencana Pusat (BTB), yang juga merangkap Koordinator Pemulasaraan Jenazah Dan Keselamatan Relawan, Taufiq Hidayat di kantor BAZNAS Tanggap Bencana Pusat, Jalan Abdullah Syafei, Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (13/7).

Pertambahan kasus Covid-19 masih terus menanjak di Indonesia. Angka suspek baru dan jumlah kematian terus bertambah, terutama melonjaknya warga yang meninggal saat isolasi mandiri. Pemulasaraan dan pengantaran jenazah Covid-19 dari rumah ke pemakaman juga menjadi sebuah masalah. Sebagai badan resmi yang dibentuk pemerintah, BAZNAS melalui BAZNAS Tanggap Bencana Pusat (BTB) memberi pelayanan pemulasaraan dan pengantaran jenazah Covid-19 untuk membantu masyarakat khususnya di wilayah Jabodetabek.

Bagaimana awal mula Baznas ikut membantu dalam penanganan Covid-19?

Sejak awal Covid-19 masuk ke Indonesia di tahun lalu, kita Baznas punya komitmen untuk berperan ikut menanggulangi bencana, kita sebut ini bencana. Dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya pencegahan, penanggulangan....termasuk pendistribusian bantuan untuk masyarakat yang terdampak. Ada juga program Cash for work. Pelibatan pengemudi bajaj, ojeg, pedagang-pedagang .... pokoknya yang terdampak. Kita ajak berbagai kalangan ikut serta untuk dalam pencegahan penyemprotan, disinfektan, stasiun bus, stasiun kereta, halte .... semua dilibatkan.

Kemudian Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet dibuat, ketika bapak presiden Joko Widodo meresmikan, kita sudah hadir di sana, sekitar sebulan, diminta satuan tugas di sana agar tim BTB menjadi tim pemulasaraan jenazah di sana. Setelah mendapat restu dari pimpinan, kita langsung terlibat di Wisma Atlet. Awalnya tidak seperti sekarang ini yang luar biasa, tetap ada kegiatan-kegiatan lainnya. Kita terlibat dari pemulasaraan jenazah hingga mengedukasi para relawan-relawan yang akan dilibatkan nantinya. Karena kebanyakan dari mereka kan memang belum mempunyai latar belakang pemulasaraan jenazah, khususnya yang Covid-19 ini.

Kebetulan sebelumnya saya pernah belajar tentang pemulasaraan jenazah penyakit menular, sekitar tahun 2006 - 2007, sehingga ilmu itu dapat saya terapkan. Selain itu kita ada kegiatan-kegiatan yang mendukung pemulasaran. Contohnya penggali kubur, kita kasih mereka APD, makanan tambahan seperti vitamin dan suplemen untuk asupan gizinya. Kemudian ada peraturan dari Dinas Kesehatan dan diperkuat dengan Fatwa MUI nomor 18 Tahun 2020, ini kita pakai sebagai rujukan. Pelayanan secara Islam kalau kita beragama Islam, akan kita tangani secara syariah. Sekarang pun kita masih terlibat di Wisma Atlet, tapi untuk saat ini sifatnya on call. Kemarin kita juga sudah distribusikan peti mati, karena yang meninggal meningkat terus. Jadi tergantung banyaknya permintaan di sana, sehari bisa beberapa jenazah .... bahkan seperti puncaknya kemarin sehari bisa sampai 20 jenazah.

Kapan itu?

Kemarin tanggal 30 Juni itu kita menangani 17 jenazah .... hari Sabtunya, 3 Juli, mereka sudah telpon lagi ....tolong pak ini ada 20 jenazah. Seperti hari ini saja sudah ada 5 ....baru bisa dijalankan 3 permintaan ....yang berangkat itu tadi ke 4, menyusul nanti yang Cilandak. Tadi malam saya ditelpon rumah sakit di Cibinong, ada salah satu relawan meninggal di rumah sakit, minta proses dipercepat ....kita bilang, akan dikirim tim untuk proses .... terus mereka bilang, kalau bisa jangan satu, kalau bisa semuanya diurus ....hah? Saya tanya lagi, emang ada berapa? .....mereka jawab, ada 10 ....saya terpaksa jawab mohon maaf, ini sudah jam 11 malam. Kalau semuanya kita tidak sanggup, kalau 2 atau 3 mungkin masih bisa. Saya harus menjaga kondisi kesehatan tim juga.

Sekarang kan luar biasa meningkatnya kasus, terus banyak masyarakat yang tidak kebagian rumah sakit, menerapkan isolasi mandiri di rumah. Akhirnya banyak juga yang meninggal di rumah. Awalnya saya tidak menduga seperti ini.

Apakah yang isoman ini karena kemauan sendiri atau tidak dapat rumah sakit?

Dari banyaknya pasien yang saya dapati ....kan dilihat dulu kasusnya, kalau tidak terlalu parah maka akan disarankan untuk isolasi mandiri. Karena kapasitas rumah sakitnya kan juga penuh, tidak bisa dipaksakan. Kecuali yang membutuhkan oksigen, saturasinya sudah rendah, mungkin bisa dipaksakan masuk .... walaupun hanya di selasar. Kalau hanya gejala ringan, biasanya dipulangkan untuk isolasi di rumah. Sekarang kan sudah mulai banyak tempat isolasi di Jakarta nih, seperti rusun Nagrak, Pasar Rumput....untuk menampung pasien-pasien gejala sedang. Kalau gejala ringan biasanya isoman di rumah. Tapi ada juga pasien-pasien yang sudah tahu positif, lapor RT/RW, terus isoman atas kemauan sendiri. Memang prosedurnya ketika dinyatakan positif, harus lapor RT/RW, satgas, puskesmas agar mendapat pantauan dari puskesmas. Mereka akan dikontrol, dicek, didata, diberi vitamin oleh puskesmas. Tapi sekarang, karena banyaknya pasien dan luasnya area mungkin jadi akhirnya tidak semua terkontrol secara rutin .... agak sulit. Ketika sudah meningkat di rumah-rumah, kita sudah siap antisipasi bahwa ini akan terjadi. Kita siapkan tim yang saat ini berjumlah 12 orang dan bekerja secara bergantian. Dengan armada sebanyak 4 unit kendaraan, termasuk yang ada di BAZNAS – BAZIS DKI Jakarta.

Siapa yang menghubungi BTB bila ada permintaan pemulasaraan?

Masyarakat telpon langsung ke saya, atau bisa juga dari petugas puskesmasnya. Tapi kadang masyarakat sudah diarahkan puskesmas untuk menghubungi BAZNAS. Kemarin ada ibu-ibu yang dari Tanjung Duren, Jakarta Barat, bilang dapat nomor dari puskesmas ....tadi ada yang dari puskesmas Ciganjur .... terus dari rusun lagi ....hehehe ....ternyata nomor saya sudah tersebar ke mana-mana ....ya sudah, saya terima, mungkin ini adalah tanggung jawab yang harus dijalani. Saya ini dikasih amanah sama pimpinan menjadi Koordinator Pemulasaraan Jenazah dan Keselamatan Relawan. Jadi termasuk teman-teman relawan juga harus saya pantau, jam kerja harus dibatasi juga. Kadang sampai jam 2 pagi, begitu jam 2 pagi harus stop dan istirahat, jangan paksain. Alhamdulillah BTB tiap hari bergerak, membantu masyarakat, saya sedih kalau tidak bisa melayani. Kayak ada orang telpon minta bantuan, pada hal tim saya sudah 4 yang di lapangan, kan berarti semua sudah full....baru saya telpon yang BTB DKI, berbagi tugas, agar semua bisa terlayani. Tetapi sulitnya, jumlah yang meninggal sangat banyak dan daerah yang sangat luas.

Kapan mulai menangani isoman yang meninggal?

Bulan Juni .... yaaa sekitar Juni pertengahan ....jumlah layanan yang sudah dilaksanakan tim BTB Pusat dan DKI sebanyak 60 jenazah. Sekarang banyak warga yang melakukan isoman dan tidak semuanya terkontrol. Banyak juga warga di beberapa wilayah yang enggan ke rumah sakit, memlilih tinggal di rumah saja. Akhirnya tidak tertolong …. faktor psikologis, kalau dibilang kena corona kayak kena aib, akhirnya tidak terkontrol oleh pihak dinas kesehatan.

Apakah pernah menemukan jenazah dengan gejala seperti Covid-19 tapi tidak melapor?

Kalau kita pakai aturan, kita akan tanya penyebab kematiannya ….bila ada gejala Covid, mereka harus lapor puskesmas, kalau sudah keluar suratnya ….baru kita tenang. Jadi prosedurnya harus lapor RT/RW, diteruskan ke kelurahan, kecamatan dan kemudian diteruskan ke puskesmas ….biar puskesmas yang memeriksa. Prosedur pemulasaraan tergantung dari hasil pemeriksaan tersebut. Kadang masyarakat agak susah nih, dibilang percaya tapi gak percaya, dibilang ada tapi dibilang gak ada, tapi ketika sudah ada yang meninggal pada takut semuanya.

Pernah ada penolakan?

Begini .....ini ada yang lagi viral, jenazah ada yang di-wrapping pakai plastik saja, seperti plastik yang buat bungkus peti. Itu menjatuhkan tim pemulasaraan. Jangan sampai fitnah-fitnah itu disebar, akhirnya menghilangkan kepercayaan kepada tim pemulasaraan. Nanti masyarakat jadi takut kalau jenazahnya hanya dibungkus pakai plastik doang. Kita lakukan dengan secara syariah, kalau dia laki-laki kita basuh tubuhnya dengan air atau tayammum, kita kafani dengan kain kafan ....yang penting menutupi tubuhnya. Yang beredar dibungkus plastik kayak apa gitu. Kayak saya kemarin di Tangerang Selatan, ada yang tanya “apakah cuman dibungkus pakai plastik kayak di youtube”? Karena itu, setelah dikafani, saya mempersilahkan perwakilan keluarga untuk melihat(dari jauh atau jendela). Kan fitnah-fitnah gitu bikin ngeri juga, bikin temen-temen jadi tidak nyaman. Bagaimana pun juga, jenazah itu harus tetap kita hormati. Begitu juga dengan jenazah perempuan, sesuai dengan fatwa MUI, laki-laki boleh mengurusnya bila di situ tidak ada petugas perempuan. Tapi tetap menjaga kehormatannya, hanya dilakukan dengan tayammum, dikafani beserta pakaiannya. Kalau di rumah sakit, biasanya kita meminta bantuan perawat untuk menanggalkan pakaiannya dan dibungkus kain putih. Jadi kita tinggal tayammumkan, disinfektan, kafani, memasukkan ke kantong mayat, dan kemudian peti mati.

Boleh melakukan pemulasaraan bagi warga non muslim??

Kita tidak pernah membatasi sisi agama, agama apapun dilayani, lihat dari sisi kemanusiaannya. Hari ini kita melayani dua jenazah non muslim. Hanya berbeda pada akhirnya saja, kalau muslim kita salatkan, sedangkan non muslim ketika sudah rapi langsung dimasukkan peti dan mempersilahkan keluarga untuk melakukan doa-doanya. Memang Badan Amil Zakat Nasional notabenenya kan Islami, tapi kita tidak membatasi sisi agama, ini masalah kemanusiaan. Memang ketika ditelpon, saya akan tanya agamanya .....Islam atau non Islam, kita tetap layani. Itu untuk hanya menjelaskan tim kami, apakah nanti disalatkan atau tidak? Agama apapun dilayani. Kemarin juga ada yang mau dikremasi, kami juga memberi saran, bahwa kremasi saat sekarang atreannya lumayan luar bisa. Itu buat pasien Covid yang akhirnya dikremasi di daerah cirebon. Kita hanya bungkus, sudah rapi, dimasukkan ke peti. Begitu udah selesai, baru kemudian dibawa sama tim mobil jenazah mereka.Itu bisa sampai antre lama, bahkan ada tempat kremasi yang menolak karena memang sudah kepenuhan.

Apakah ada aturan khusus untuk jenazah Covid-19 dan waktu maksimum dikuburkan?

Peraturan covid, jenazah tidak boleh diseberangkan ke luar pulau. Sebenarnya aturannya maksimum tidak boleh lebih dari 4 jam, makanya petugas kita mengusahakan secepat mungkin. Karena semakin lama semakin banyak pula cairan yang keluar dari tubuhnya, itu akan semakin beresiko bagi petugasnya. Kita pastikan lingkungan di sekitar jenazah harus dibersihkan juga, harus aman .... kurangi kontak. Setelah lebih dari beberapa jam kan cairan pada keluar, mulai dari mulut, hidung, telinga, dari kemaluan ... semua keluar. Itu yang kadang-kadang di lantainya, tempat tidur mulai basah, dan itu yang kita khawatirkan. Makanya kita pastikan disinfekatan, sterilisasi ..,,,pokoknya pembersihan ....keselamatan diutamakan.

Bagaimana sistem pembagian tugas timnya?

Ada empat tim dan setiap tim terdiri dari 3 orang. Sehari itu 6 orang atau dua tim yang bertugas. Harus selang seling, sehari turun dan besok istirahat, atau 1 hari masuk 1 hari istirahat.

Sejauh ini anggota sudah ada yang pernah terpapar Covid-19?

Dari tim saya, yang positif baru satu orang .... itu pun bukan saat ini. Dia kena waktu kita tugas gempa di Mamuju. Dia terpapar, mungkin waktu berinteraksi di tengah-tengah pengungsi, kemudian diisolasi di Makasar.

Padahal sering berada di situasi dan kondisi yang beresiko, bagaimana caranya?

Resepnya .... jaga stamina, protokol diterapkan, kemudian doanya .... jaga saya dan keluarga agar terhindar dari penyakit seperti ini. Kalau bicara lelah, kita pasti lelah tapi jadikan ini sebagai ibadah, jadikan setiap apa yang kita lakukan adalah doa. Alhamdulillah lancar-lancar saja. Di BAZNAS, kita free, tidak dipungut biaya. Mau Islam atau non Islam sama saja, gratis. Yang penting ada suratnya, sudah jelas dinyatakan sebagai pasien terpapar Covid-19. Tujuannya agar jelas protokol kerja saat pelayanan.

Bagaimana cara rekruitmen 12 orang tersebut?

Kita memang punya tim relawan inti yang sudah dibina, dilatih, sering mengikuti forum diskusi, sehingga mereka sudah terbentuk dan memang sudah siap semuanya. Mau tidak mau harus siap. Mungkin pada awalnya satu orang masih bimbang ....biasa deh ....hehehe.... takut dimimpiin.

Apakah sulit melatih relawan agar benar-benar siap?

Khusus untuk yang penanganan jenazah memang agak sulit. Pertama yang saya tanamkan adalah niatnya dulu. Kalau memang mau, niatnya apa? Saya selalu bilang, temen-temen banyak orang sedang kesusahan yang jenazahnya tidak tertangani, kita harus bantu. Mereka pun langsung siap turun.

Sudah berapa lama di BAZNAS?

Sejak SMA sudah memang hobby, suka dengan bidang kemanusiaan ....sering turun dalam membantu kebencanaan, terus kegiatan pecinta alam. Ikut bantu-bantu kalau ada bencana, terus gabung ke beberapa lembaga. Direkut BAZNAS sebagai relawan pada tahun 2015, kemudian terbentuklah BAZNAS Tanggap Bencana (BTB), 2016 sampai sekarang. Resminya tahun 2016, dibentuk tim Tanggap Bencana. BTB terdiri dari 3 divisi, yaitu Tanggap Bencana, Pengurang Resiko Bencana, dan Logistik. Setiap divisi tetap diberi pelatihan, supaya tahu apa yang harus dikerjakan bila di lingkungannya ada kejadian. Mau laki-laki atau perempuan harus tetap diajarkan. Yang bertugas di dalam kantor, seperti bagian umum, SDM, tetap ikut latihan. Mereka bisa mengedukasi masyarakat mengenai Covid-19, seperti melalui webinar, slide show, dll, tapi mereka juga bisa diperbantukan ketika suatu saat kita butuh bantuan. Semua bisa diperdayakan.

Kapan pertama kali turun ikut membantu kebencanaan saat sudah menjadi tim BTB?

Pertama kali turun ....saat gempa di pesisir Padang khususnya bagian Selatan, pada tahun 2016. Sejak itu kita merintis membangun BTB di tiap daerah yang ada di kabupaten kota – provinsi .... sekitar 25 provinsi. Kegiatan pemulasaraan jenazah ini kita masukkan ke dalam program mereka agar`bisa berlatih, supaya teman-teman daerah bisa belajar dan membantu masyarakat.

Bagaimana hubungannya antara zakat dan bencana?

Jadi memang BAZNAS secara syariah zakat memang khusus untuk orang yang fakir miskin ....kadang-kadang ada yang tanya, memangnya bencana itu masuk penerima zakat? Saya jawab tidak, tapi ketika terjadi bencana akan lahir orang-orang miskin baru. Dan miskin termasuk penerima zakat. Banyak orang kaya ketika terjadi bencana akan miskin, mereka tidur di tenda-tenda ....itu wajib kita bantu. Terus bagaimana dengan orang yang non Islam? Saya datang ke Asmat, Papua, waktu krisis pangan, kita bantu. Dari sisi kemanusiaan yang harus kita lihat. Tapi apakah dana zakat? Tidak, BAZNAS punya dana infaq, sedekah ....kita pakai itu. Kalau kita hanya memikirkan umat Islam, bisa pecah negara kita.

Contoh lagi waktu saya naik ke Poso, daerah tempat teroris Santoso, Tinombala, waktu gempa ....ternyata di sana jadi minoritas. Itu daerah konflik, maka harus ada pendekatan khusus. Saya menghubungi dan memberi tahu camatnya bahwa ada bantuan, tolong hubungi tokoh masyarakat, tokoh gereja, dan tokoh masjid. Akhirnya kita bisa menyerahkan bantuan kepada semuanya, saling bantu. Apakah waktu saya turun harus melihat agamanya? Kan tidak, karena semua terdampak. Semua kita layani. Contoh terdekat waktu di RSDC Wisma Atlet, ada orang titip pakaian untuk jenazah, saya jawab .... oh boleh...saya ambil dan saya pakaikan secara simbolis, hanya diletakkan, terus difoto. Kemudian foto dikirim kepada keluarga yang minta tolong tadi ....betapa senangnya dia.

Sering tugas luar dan beresiko, tanggapan keluarga?

Anak saya 3 ....2 perempuan dan 1 laki-laki. Rumah di kawasan Grogol, Jakarta Barat. Kemarin keluarga sempat diungsikan dulu ke Tanggerang. Dan saya lebih banyak di kantor, demi menjaga keluarga juga. Untuk mengurangi resiko penularan. Saya juga membatasi diri berinteraksi dengan warga sekitar. Paling kalau di rumah sehabis salat subuh .... bersih-bersih halaman terus masuk rumah lagi. Ada kebijakan pimpinan, buat petugas yang bertugas pada hari itu, diupayakan tidak naik angkot untuk mengurangi mobilisasi dekat dengan masyarakat, demi mengurangi resiko. Alhamdulillah ....pimpinan sangat memperhatikan kami, disediakan dari mulai splemen, vitamin, madu, dan penunjang lainnya. Isteri saya sudah sangat mengerti. Karena dulu waktu sebelum nikah, isteri punya cita-cita pengen punya suami yang sering naik pesawat ....ya udah saya sekarang kelayapan terus .....hahahaha ...

“Alhamdulillah ....saya punya rekan-rekan yang kompak dan solid. Mudah-mudahan mereka meluruskan niat, menjadikan tugas ini sebagai ibadah. Jangan dinilai dengan materi, kalau materi nggak akan cukuplah, tapi akan ada kebaikan-kebaikan lain yang akan mendampingi teman-teman semua”, kata pria kelahiran Jakarta 5 Juni 1976 menutup wawancara ini.


Naskah dan Foto: Jongki Handianto