Home Politik Pengamat: Pernyataan Menko PMK tentang Darurat Militer Tidak Tepat

Pengamat: Pernyataan Menko PMK tentang Darurat Militer Tidak Tepat

Jakarta, Gatra.com – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengeluarkan pernyataan bahwa saat ini Indonesia sedang dalam keadaan darurat militer menghadapi virus corona. Oleh karenanya, perlu kesiapan dan kesigapan dalam menangani pandemi Covid-19 yang makin tak terkendali.

“Kan sebenarnya pemerintah sekarang ini, walaupun tidak di-declare, kita ini kan dalam keadaan darurat militer. Jadi, kalau darurat itu ukurannya tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, darurat perang. Nah, kalau sekarang ini sudah darurat militer,” kata Muhadjir saat meninjau Hotel University Club UGM, di Sleman, Jumat (16/7).

Tak berselang lama, Istana merespon pernyataan dari Menko PMK. Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani menegaskan, saat ini Indonesia berada dalam darurat kesehatan dan bukan darurat militer. Kondisi tersebut ditetapkan lewat produk hukum yang diteken Presiden Jokowi sejak 31 Maret 2020.

“Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 ini merujuk pada Keppres No 11 Tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan Corona Virus Disease 2019,” kata Jaleswari Pramodawardhani dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/7).

Jaleswari menegaskan, pemerintah saat ini berfokus pada arahan Presiden Jokowi untuk memperkuat pelaksanaan PPKM mikro dan PPKM darurat. Yakni, di bawah kendali penuh gubernur, wali kota, dan bupati dengan merujuk pada instruksi Menteri Dalam Negeri dalam pelaksanaannya.

“Presiden memimpin dan mengendalikan upaya pemulihan pandemi COVID-19 selama 24 jam, dengan mengerahkan seluruh kekuatan pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Presiden percaya sinergi dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat akan membuahkan hasil pulihnya situasi segera,” ungkap perempuan pakar pertahanan itu.

Di kesempatan terpisah, pengamat militer dan pertahanan Wibisono menyebut, pernyataan Menko PMK tidak tepat dilihat dari situasi pengendalian Covid-19 saat ini. Keadaan Darurat militer, menurutnya harus diumumkan oleh Presiden/Panglima tertinggi Angkatan perang sesuai Perppu Nomor 23 Tahun 1959 bukan oleh pejabat lainnya. Wibi mengatakan, konsekuensi darurat militer akan sangat fatal apabila tidak dibahas secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak pemangku kepentingan di pemerintahan.

“Menurut Perpres Pengganti UU No. 23 Tahun 1959 dalam keadaan bahaya Pasal 1 menyebutkan bahwa status darurat sipil, darurat militer, maupun perang, hanya diumumkan oleh presiden atau panglima tertinggi angkatan perang baik itu untuk seluruh ataupun sebagian wilayah,” ujar Wibisono dalam keterangannya kepada Gatra.com, Sabtu (17/7).

Wibi menambahkan, status darurat militer dikeluarkan dalam tiga kondisi. Pertama, keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah Indonesia terancam oleh pemberontak, kerusuhan kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa. Kedua, timbul perang atau bahaya perang atau dan dikhawatirkan mengakibatkan “perkosaan” wilayah NKRI dengan cara apapun. Ketiga, hidup negara dalam keadaan bahaya atau dari keadaan keadaan khusus, ternyata ada atau dikhawatirkan gejala- gejala yang membahayakan hidup bernegara.

“Jadi pernyataan Menko PMK dapat menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat, dan apapun alasannya tidak dibenarkan dalam menyampaikan pernyataan negara kondisi darurat militer, bisa menimbulkan dampak di lapangan, terutama terkait aturan PPKM darurat ini,” pungkas Wibisono.

339