Home Ekonomi PPKM Darurat, Penjualan Kambing Kurban ke Jakarta Turun Drastis

PPKM Darurat, Penjualan Kambing Kurban ke Jakarta Turun Drastis

Cilacap, Gatra.com – Penjualan kambing jantan untuk keperluan hewan kurban dari Pasar kambing terbesar di area Jawa Tengah bagian barat, Pasar Karangpucung, Cilacap yang menuju Jakarta menurun drastis pada Iduladha kali ini. Penyebabnya diduga karena pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Seorang pedagang besar hewan kurban, Satum mengatakan tahun ini ia hanya mengirimkan sekitar 40 ekor kambing jantan ke Jakarta. Tahun lalu, ia masih bisa mengirim hingga 150 ekor. Dalam kondisi normal, permintaan dari Jakarta mencapai 200 lebih.

“Kambing tahun ini menurun banget. Biasanya sampai ratusan, kalau sekarang ini, paling-paling 40-an ekor. Biasanya, tahun kemarin masih bisa 150 ekor, tahun kemarinnya lagi, masih bertahan di atas 200 ekor,” katanya, Senin (19/7).

Dia menduga penyekatan masa PPKM Darurat di berbagai wilayah menyebabkan pedagang kambing asal Jakarta enggan ke daerah. Penyekatan membuat pedagang khawatir perjalanan terhambat dan menyebabkan risiko gagal jual atau bahkan kematian kambing.

Selain itu, dalam pengiriman jarak jauh kambing akan mengalami stress berat sehingga harus dipastikan perjalanan lancar sehingga tidak memakan waktu yang terlalu lama. Sesampai lokasi, hewan juga harus adaptasi.

“Kalau yang sudah punya lapak sendiri tidak masalah. Tapi rata-rata kan memang lapaknya berpindah-pindah,” katanya.

Satum juga mengatakan, memburuknya kondisi ekonomi juga menyebabkan daya beli masyarakat turun drastis. Ia pun enggan mengirim ke Jakarta jika pembeli tidak terlebih dahulu membayar lunas sebelum pengiriman.

“Ya, bisa dikatakan 60-an persen. Kalau tidak cash, saya tidak mau kirim. Takutnya nanti ada masalah,” ujarnya.

Satum menambahkan, penurunan penjualan kambing tak terjadi pada sapi. Permintaan sapi untuk keperluan kurban relatif stabil. Tahun ini dia menyiapkan sekitar 30 ekor sapi untuk keperluan kurban.

“Kalau sapi mah, bisa dikatakan biasa,” kata Satum.

1687