Home Kesehatan Konferensi Konsorsium Ilmu Sosial: Perlu Kontribusi Riset Sosial di Masa Pandemi

Konferensi Konsorsium Ilmu Sosial: Perlu Kontribusi Riset Sosial di Masa Pandemi

Jakarta, Gatra.com - Penelitian dan survei sosial terutama di bidang ekonomi sangat perlu dilaksanakan dalam era pandemi ini. Riset-riset sejenis ini diperlukan untuk membantu pemerintah dan akademisi memahami perilakku dan seluruh aktor perekonomian yang terdisrupsi akibat adanya pandemi Covid-19. "Dengan berbagai riset dan inovasi pemerintah terus merumuskan kebijakan yang berbasis pada riset base policy yang sehingga tentu penerapannya akan lebih baik,” kata Airlangga Hartarto, Menteri Perekonomian, sebagai keynote speaker dalam “Konferensi Nasional Konsorsium Publikasi Bidang Ilmu Sosial” dalam rilis yang diterima Gatra.com, Jumat (30/7). Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Konsorsium Publikasi Ilmiah Bidang Ilmu Sosial dengan Universitas Nasional sebagai Host dan Co-Host: UKI, Universitas Bakrie, Universitas Binus, Universitas Pelita Harapan, Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Moestopo.

Dalam konferensi yang berlangsung secara online di Jakarta, Rabu (28/7) tersebut, Airlangga mengatakan di tengah pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM, pemerintah harus terus menjaga daya beli masyarakat dengan berbagai kebijakan yang diperpanjang. Dalam mengatasi kondisi tersebut, peran riset sosial akan sangat berperan. Ilmu sosial, menurut Airlangga mempunyai peran yang penting dalam menunjukkan dokumen dan memberikan rekomendasi tentang bagaimana masyarakat merespons dan mengatasi pandemi ini.

Selama ini banyak pihak melihat dalam merespons pandemi ditekankan pada pendekatan medis yang melihat pembatasan gerak masyarakat sebagai salah satu alat utama. Di sisi lain, pelaku ekonomi melihat pendekatan ekonomi yang tentunya mempunyai fokus untuk menghindari agar masyarakat kehilangan penghasilan. “Sehingga tentu balance antara penanganan covid untuk kesehatan dan juga kesempatan masyarakat untuk mendapatkan penghasilan. Nah ini hal - hal sifatnya tidak ada yang pasti, namun tentu ini perlu dilihat sebagai kebijakan yang perlu diambil secara seimbang,” ungkapnya.

Perilaku manusia, tambah Airlangga, seringkali bertentangan dengan standar dan modeling ilmu pasti yang rasional. Contohnya terjadi panic buying memborong tisu saat terjadi lockdown awal di berbagai negara di luar negeri. “Di sinilah ilmu sosial penting untuk memberi alasan yang tepat dan agar mencegah masyarakat tidak panik untuk menghadapi situasi krisis yang tidak pernah terjadi ini,” katanya.

Solidarity, Creativity and Connectivity

Sejumlah akademisi dan tokoh keilmuan juga menyatakan pendapatanya. Rektor Universitas Nasional, Dr. Drs. El Amry Bermawi Putera, MA. menilai kondisi pandemi kali ini menjadi tema untuk dikaji dari sudut pandang ilmu sosial. Karena dengan semakin banyaknya penelitian akan semakin meningkat pula pengetahuan masyarakat umum. Acara konferensi ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran informasi mengenai pengetahuan dan peradaban dan budaya, memberikan pengetahuan tentang perkembangan sosial, politik dan komunikasi saat ini serta memberi kesempatan kepada peneliti juga akademisi untuk memperluas hasil temuannya kepada masyakat. Urgensi publikasi ini akan ditindaklanjuti dangan pelaksanaan Konferensi Internasional pada 24-25 November 2021.

Prof Syarif Hidayat selaku Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional menggambarkan dari politik domestik, kehadiran pandemi Covid-19 sejak awal 2020 yang lalu, telah menyodorkan pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia, karena secara nyata telah menguji apakah Lembaga Demokrasi di Indonesia, utamanya Partai Politik, Lembaga Perwakilan, dan Birokrasi, telah menunjukkan “jati diri dan kapasitasnya” dalam menginisiasi maupun implementasi program penanggulan virus corona yang meresahkan tersebut. Realitas mengindikasikan bahwa tiga lembaga demokrasi tersebut cenderung terlihat hanya “nyata dalam struktur”, tetapi “tidak kentara dalam fungsi”.

Silang sengkarut implementasi kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, merupakan salah satu indikasi dari betapa lemahnya kapasitas lembaga birokrasi. Pada rapat terbatas di Istana Merdeka, 3 Agustus 2020, Presiden Jokowi mengungkapkan kekecewaannya atas realisasi anggaran yang masih sangat minim. Pernyataan presiden Jokowi ini secara implisit mengisyaratkan bahwa semangat Perppu No. 1 Tahun 2020 sebagai upaya untuk menjawab kondisi darurat (extraordinary) akibat pandemi Covid-19, belum dioperasionalkan secara optimal oleh jajaran Kementerian karena mereka masih terjebak dalam cara kerja rutin (ordinary). Kondisi ini mengindikasikan bahwa reformasi yang berlangsung dalam dua dekade terakhir, baru sampai pada menghadirkan Lembaga dan Prosedur Demokrasi (Reformasi Institusi). Sementara, penguatan kapasitas yang semestinya dimiliki lembaga demokrasi itu sendiri, relatif kurang mendapat perhatian yang serius

Dr. Erna Chotim sebagai Sosiolog Unas memandang pandemi Covid 19 di Indonesia memberikan deskripsi dinamis dan beragam tentang bagaimana pemerintah dan semua elemen masyarakat terlibat dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program penanggulangan Covid, kelompok dan gerakan yang cenderung menentang kebijakan dan program pemerintah sekaligus memberikan gambaran yang kaya tentang bagaimana munculnya inisiatif-inisiatif masyarakat dalam membangun solidaritas sosial dalam penanggulangan Covid. Berbagai bentuk insiatif solidaritas sosial muncul baik dari internal maupun eksternal komunitas.

Bentuk solidaritas yang muncul mencirikan prinsip common good yang melampaui perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini menjadi indikasi kuat bahwa solidaritas sosial yang terbangun saat pandemi Covid 19 sangat potensial sebagai pembentuk kesadaran kewargaan. Tantangannya adalah bagaimana pemerintah memanfaatkan pandemi Covid 19 ini bukan semata-mata sebagai bencana tetapi sebagai media pembelajaran kritis bagi terbentuk dan memperkuat kesadaran kewargaan dengan mengembangkan identitas baru berbasis prinsip humanity, kesejahteraan, inklusivitas dan keadilan sosial. Identitas baru ini menjadi basis kontrak sosial baru relasi antara negara dan masyarakat khususnya dalam konteks new normal ke depan.

Dalam dalam pemaparannya, Rektor Universitas Moestopo, Prof. Dr. Rudy Hardjanto mengatakan situasi pandemi ini menjadi momentum memperkuat memperkuat solidaritas, konektivitas dan kreativitas. “Covid 19 menjadi musuh bersama bagi semua umat manusia. Tidak seperti pergolakan masa lalu yang melibatkan konflik antar manusia di kedua sisi yang bermusuhan, sekarang umat manusia melawan virus,” ungkap Prof. Rudy.

265