Home Teknologi Riset: Hanya 18% Lembaga di Indonesia Terbuka soal Informasi Publik

Riset: Hanya 18% Lembaga di Indonesia Terbuka soal Informasi Publik

Jakarta, Gatra.com – Hasil riset terbaru mengenai keterbukaan informasi dari lembaga-lembaga publik di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 18,8% dinilai hampir memenuhi indikator keterbukaan informasi publik.

Riset tersebut dilakukan oleh jurnalis Project Multatuli, Mawa Kresna, dan jurnalis Kompas TV, Mustakin, beserta beberapa enumerator di berbagai daerah di Indonesia selama kurang lebih tiga bulan, dari Maret hingga Juni 2021.

Riset yang menggunakan metode Freedom of Information Advocates Network (FOIAnet) membagi tiga hal yang disurvei. Yang pertama adalah proactive disclosure yang bertujuan untuk menilai ketersediaan informasi publik di website lembaga. Yang kedua adalah instuitutional measure, yang bertujuan untuk melihat adanya ketersediaan lembaga publik atau adanya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di masing-masing lembaga di daerah. Lalu yang ketiga adalah processing request yang bertujuan untuk meminta informasi publik ke masing-masing lembaga.

“Total terdapat 206 lembaga publik yang jadi sampel. Rinciannya adalah sebagai berikut: 7 lembaga tinggi negara, 39 lembaga negara dan kementerian, 29 pemerintah provinsi., 9 pemerintah kota/kabupaten, 92 dinas, 6 organisasi non-pemerintah, dan 24 komisi informasi daerah,” kata Mawa dalam Diskusi Publik Diseminasi Riset Pemetaan Keterbukaan Informasi yang digelar secara daring pada Senin, (2/8).

Mawa mengatakan penilainnya berskala 0-100. Rinciannya, nilai 67-100 berwarna hijau yang berarti bahwa lembaga hampir memenuhi, hingga memenuhi keterbukaan informasi publik. Sementara nilai 34-66 menunjukkan warna kuning yang berarti bahwa lembaga memenuhi sebagian keterbukaan informasi publik. Lalu nilai 0-33 menunjukkan warna merah yang berarti memenuhi kurang dari sebagian hingga tidak memenuhi indikator keterbukaan informasi publik.

“Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa lembaga publik yang bernilai hijau hanya sebesar 18,8%. Sementara yang bernilai kuning ada sebanyak 44,2% dan yang bernilai merah ada 37%,” ujarnya.

Di tingkat nasional, lanjut Mawa, lembaga-lembaga publik yang bernilai hijau ada sebanyak 26,9%, yang bernilai kuning sebanyak 38,5%, dan yang bernilai merah ada 34,6%.

“Artinya masih banyak sekali, setidaknya sepertiganya, sepertiga dari lembaga yang kita survei untuk di tingkat nasional itu masih kurang dalam keterbukaan informasi publik,” ujar Mawa.

Sementara untuk tingkat daerah, Mawa melihat kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang level nasional. Lembaga-lembaga yang bernilai merah ada sebanyak 38,1%, kuning 46,9%, dan hijau hanya 15%.

Mawa menyimpulkan bahwa pada dasarnya, secara umum, terdapat perbaikan dan kemajuan terkait implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang dilakukan oleh lembaga publik.

“Meski, masih ada bolong sana-sini. Lembaga-lembaga publik sudah memperbaiki kinerjanya terkait pelaksanaan UU KIP, khususnya terkait ketersediaan informasi mellaui website dan pembentukan PPID,” imbuh Mawa.

Diketahui, sejak tahun 2010, pemerintah Indonesia telah memulai inisiatif keterbukaan data dan informasi dengan dasar hukum UU No. 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik yang kemudian dilanjutkan dalam peraturan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Tim peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi. Salah satunya adalah penyegeraan pembentukan PPID di semua badan lembaga publik.

“Kita juga mendorong untuk perbaikan pengelolaan website. Ini menurutku yang salah satu penting karena beberapa website, terutama yang di daerah, ya, dinas-dinas itu website-nya sulit diakses, atau bahkan ada yang tidak punya website untuk informasi,” terang Mawa.

Tim peneliti juga berharap permohonan informasi dari publik tidak diersulit selama informasi yang diminta tidak melanggar ketentuan yang tertuang dalam UU KIP. Yang terakhir, tim peneliti juga mendorong Komisi Informasi (KI) pusat dan daerah untuk terus mengawal sekaligus melakukan supervise terhadap lembaga publik dalam pelaksanaan UU KIP.

183