Home Hukum Duh...Polda Riau Jadi Termohon Dalam Kasus Ini

Duh...Polda Riau Jadi Termohon Dalam Kasus Ini

Pekanbaru, Gatra.com - Urusan sengketa lahan membuat Polda Riau menjadi termohon di Pengadilan Negeri Kota Pekanbaru. Kasus ini bermula ketika Muara Sianturi, Ketua NGO Topan AD, mengajukan pra peradilan pada 19 Juli 2021.

Muara memperkarakan Polda Riau atas kasus penahanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Adapun sidang dengan nomor perkara 11/Pid.Pra/2021/PNPBR itu mulai di gelar Senin (2/8) di Pengadilan Negeri, Kota Pekanbaru, Jalan Teratai. 

Menurut juru bicara NGO Topan AD, Martin M. Sianturi, S.H, M.H, kasus penahanan tersebut merupakan imbas advokasi yang dilakukan NGO Topan AD atas pendampingan hukum terhadap 200 kepala keluarga. Membela ratusan orang, menggarap lahan tak bertuan di Kelurahan Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Muara justru ditersangkakan dan ditahan.

Lahan yang dipersoalkan tersebut seluas 1.400 hektar dan ditumbui tanaman pohon akasia. Belakangan lahan yang tidak bertuan itu diklaim milik PT Persada Karya Sejati. 

"Katakanlah kita hampir di garis finis untuk menang, ternyata beberapa waktu ke depan ada laporan langsung ke Polda Riau. Banyak tersangka dalam laporan itu, salah satunya Ketua Umum kita itu sendiri. Dalam hal ini dikenakan pasal 263 jo pasal 55 turut serta dalam pemalsuan surat keterangan riwayat tanah (SKRT), dan/ atau pasal 406 jo pasal 55 tentang pengrusakan lahan, sebagaimana diatur dalam KUHP," kata Martin di Pekanbaru, Senin (2/8). 

Dikatakan Martin, pihaknya menduga ada unsur paksaan dalam penetapan Muara Sianturi sebagai tersangka dugaan pemalsuan SKRT. Pasalnya, Muara Sianturi selaku Ketua NGO Topan AD hanya beperan sebagai pendamping advokasi bagi warga.

Adapun SKRT dikeluarkan oleh pemerintah, seperti pejabat kelurahan atau desa. "Kalau kita lihat dari keterkaitan fakta untuk ditetapkan tindak pidana pemalsuan surat, tidak ada keterkaitannya dengan Ketua Umum, karena kami hanya sebagai advokasi,” ujarnya.

“Berkaitan adanya dugaan tindak pidana oleh pihak-pihak tertentu di lapangan,itu diluar dari sepengetahuan NGO Topan AD, diluar pengetahuan ketum kita," tambah pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua  Umum NGO Topan AD itu

Hingga berita ini diturunkan Polda Riau belum memberikan jawaban. 

Sebagai informasi, berdasarkan data LSM yang fokus mengamati konflik sumber daya alam (SDA) di Riau, Scale Up, pada tahun 2020 terdapat 31 konflik SDA di Riau. Konflik perkebunan sawit menjadi paling dominan. Tercatat, ada 26 kasus konflik yang berkaitan dengan tanaman komoditas unggulan Indonesia tersebut. Sisanya, konflik di ranah Hutan Tanaman Industri (HTI). 

Ditinjau dari sebaran konflik per Kabupaten/Kota, Kabupaten Pelalawan menjadi daerah yang paling banyak diwarnai konflik sepanjang tahun 2020. Terdapat 6 konflik di kabupaten tersebut, lalu sebanyak 5 konflik terpantau di Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar. 

"Penyebab muncul konflik, yaitu penyerobotan lahan, ganti rugi, KPPA (Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota), tumpang tindih lahan, dan realisasi kesepakatan. Yang paling dominan adalah penyerobotan lahan," ujar Direktur Scale Up, Rawa El Almady. 


Reporter: Febri Kurnia

Editor: Hendry Roris