Home Ekonomi Pemerintah Diharapkan Berikan Keringanan bagi HPTL

Pemerintah Diharapkan Berikan Keringanan bagi HPTL

Jakarta, Gatra.com – Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo) mengharapkan pemerintah memberikan keringanan terhadap industri hasil produk tembakau lainnya (HPTL) yang juga terdampak pandemi Covid-19.

Ketua Apnnindo, Roy Lefrans, dalam keterangan pada Selasa (3/8), menyampaikan, pihaknya meminta keringanan atau setidaknya pemerintah tidak menaikkan tarif cukai HPTL karena industri ini telah memikul tarif cukai yang tinggi, yakni sebesar 57% dari harga jual eceran (HJE).

Apnnindo juga mengharapkan pemerintah memberikan insetif fiskal maupun nonfiskal untuk mempertahankan industri HPTL. Pihaknya memperkirakan penerimaan cukai dari HPTL tidak menggembirakan karena para pelaku di sektor ini telah mengurangi pemesanan pita cukai karena mengurangi produksi.

Tren penurunan pemesanan pita cukai sudah mulai terjadi pada Kuartal II 2020. "Per kuartal tahun ini mungkin hanya Rp100 miliar, itu pun masih banyak produk berpita cukai tahun lalu yang belum terserap oleh pasar," ujar Roy.

Ia mengungkapkan, ini berbeda dari tahun sebelumnya. Sejak dilegalkan pada akhir 2018, penerimaan cukai HPTL terus tumbuh signifikan. Misalnya di tahun 2018 menyumbang cukai Rp99 miliar, 2019 Rp 427 miliar, dan 2020 sebesar Rp 689 miliar.

Menurutnya, Apnnindo juga mengharapkan kelonggaran yang didapat pelaku usaha kecil seperti rumah makan, yakni boleh beroperasi secara terbatas juga dapat diterapkan kepada toko-toko pengecer HPTL. Ini untuk tetap menghidupan sektor ini dan menghindari pemutusan pekerja.

Roy mengungkapkan, sektor HPTL sangat terimbas akibat menurunnya daya beli karena pandemi Covid-19. Sementara itu, industri ini menanggung beban ganda, yakni tingginya membayar tarif cukai dan turunnya penjualan karena pandemi.

"Tanpa ada PPKM pun sebenarnya penjualan sudah menurun karena daya beli masyarakat menurun," ujar Roy.

Pandemi menyebabkan sejumlah toko pengecer HPTL gulung tikar karena minimnya kunjungan konsumen. Meski tidak menyebut angka, Roy mengatakan, jumlah peritel HPTL yang gulung tikar sangat signifikan yang berimbas pada pemutusan kerja.

Sementara peritel yang masih berupaya bertahan, mencoba mengalihkan penjualannya secara daring. Sektor ini masih baru sehingga para pelakunya ditopang skala UMKM.

"Saat ini, kami sudah tidak bicara bagaimana meningkatkan omset, atau keuntungan. Fokus kami saat ini bagaimana bisa bertahan di masa pandemi. Objektifnya bukan lagi soal profit, namun bagaimana untuk survive, tetap produksi, kemudian tidak mengurangi karyawan," katanya.

Tidak hanya pengecer, tekanan serupa juga dialami seluruh lini industri HPTL mulai dari hulu sampai hilir. Tutupnya toko-toko pengecer HPTL membuat tujuan distribusi berkurang sehingga distributor juga mulai mengurangi pasokan barang. Hal ini kemudian memaksa produsen mau tidak mau harus mengurangi produksinya.

Melansir keterangan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), meski relatif baru, pertumbuhan industri HPTL sejatinya terjadi cukup signifikan. Tahun lalu diperkirakan ada lebih dari 50.000 pekerja yang diserap industri ini. Lebih lanjut ada sekitar 500 produsen, 150 distributor atau importir, dan 5.000 lebih pengecer.

"Industri, kalau satu lininya bermasalah pasti akan berdampak kepada lini lainnya. Toko ritel tutup, distributor berkurang sehingga yang mengambil barang dari produsen juga berkurang. Pada akhirnya produsen juga akan mengurangi produksi, atau yang sudah terlanjur harus menanggung kerugian," ujar Roy.

77