Home Kesehatan Sejak Pandemi Melanda, Suku Anak Dalam Tak Tersengat Corona

Sejak Pandemi Melanda, Suku Anak Dalam Tak Tersengat Corona

Batanghari, Gatra.com – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari, Jambi, dr Elfi Yennie MARS, mengurai cerita petugas kesehatan dapat penolakan Suku Anak Dalam (SAD) kala pandemi Covid-19 menyerang Indonesia pada awal 2020.

"Jadi kita melakukan pendekatan terhadap SAD melalui temenggung, sehingga kita bisa lebih mudah untuk mengakses mereka," kata Elfi usai memantau pelaksanaan vaksinasi di Puskesmas Bungku pada akhir  pekan kemarin.

Sejak pandemi Covid-19 melanda sampai saat ini, kata Elfi, belum ada SAD Batanghari terkonfirmasi virus asal Provinsi Wuhan, Tiongkok. "Ini luar biasa ya, karena mereka tinggal di hutan dan jelas jaga jarak, meskipun perilaku hidup bersih dan sehat belum menjadi budaya mereka," ujarnya.

Dinkes Batanghari dan sejumlah Puskesmas mempunyai kegiatan rutin menjangkau lokasi kelompok-kelompok SAD guna memberikan pelayanan kesehatan. Namun ada cerita unik pada masa awal pandemi melanda Indonesia.

"Pada masa pandemi, mereka menolak, mereka melalui pemimpinnya menolak. Katanya kita yang bawa Covid-19. Bagus sekali, jadi di situ mereka ada kesadarannya, justru mereka tidak mau menerima kita," kenang Elfi.

Baca Juga: Suku Anak Dalam Disuntik Vaksin, Sekda Azan Beri Pujian

Kurun waktu setahun, akhirnya kehadiran petugas bisa kembali diterima kelompok-kelompok SAD. Khusus kelompok SAD wilayah Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, mereka sudah lebih bersosialisasi dan beradaptasi serta banyak yang menikah dengan warga di sana. 

"Dan juga kita lihat tadi sudah tidak ada lagi yang berpakaian primitif. Mereka sudah berpakaian seperti biasa. Namun walaupun dia ke sini dengan tampilan lumayan bagus, tetapi kalau mereka kembali ke komunitasnya, mereka belum bisa melepaskan kebiasaan melangun," katanya.

Kalau mau melihat asli kehidupan kelompok SAD, bisa langsung datang ke tempat mereka. Nanti akan terlihat kelompok-kelompok SAD memakai pakaian tradisi leluhur. Meskipun pemerintah telah menyediakan perumahan sosial, mereka cuma sebentar tinggal di rumah itu. 

Kepala Dinas Kesehatan Batanghari dr. Hj. Elfi Yennie MARS. (GATRA/Ardian Faisal)

"Begitu mereka ada jadwal melangun, kelompok ini pergi saja. Kita dalam meminang suku terasing seperti ini memang gampang-gampang susah, inilah tantangan kita, tantangan terberat," ucapnya.

Misalnya saja untuk vaksinasi balita. Petugas kesehatan harus mengejar langsung ke permukiman mereka. Kadang-kadang pada saat sudah jadwalnya, petugas kejar ke sana mereka tidak ada. Anak-anak sudah dibawa orang tuanya ke mana-mana. 

"Begitu juga untuk vaksinasi Covid-19 nanti ada dosis kedua, itulah tantangan kita. Tetapi tidak apa-apa, karena kita juga berkoodinasi dengan teman-teman Dinas Dukcapil untuk administrasi kependudukan juga akan terus difasilitasi," katanya.

Anggota kelompok SAD ini sudah banyak yang merekam KTP dan sudah mempunyai NIK. Sebenarnya, penerimaan SAD terhadap vaksinasi cukup baik. Buktinya mereka bersedia datang ke lokasi vaksinasi di Puskesmas Bungku.

"Mereka datang dibawa ketua kelompok [temenggung] atau perusahaan yang menjadi pembina kelompok tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Belum Ada Kasus Suku Anak Dalam Terpapar COVID-19

SAD dalam wilayah Desa Bungku, kata Elfi, terdata lebih dari 100 KK. Sebagian masih tradisional, tetapi lebih banyak yang bisa bersosialisasi. Meskipun tadi dengan catatan kebiasaan melangun yang belum bisa mereka tinggalkan. 

Kabupaten Batanghari ada 5 kecamatan yang terdapat komunitas SAD. Paling banyak di Kecamatan Batin XXII, biasa disebut SAD Sungai Terap. Kelompok SAD ini mempunyai empat temenggung dengan jumlah keseluruhan sekitar 250 KK.

"Kemudian Kecamatan Muara Tembesi di Desa Jebak sampai Senami, Kecamatan Bajubang di Desa Bungku, Kecamatan Muara Bulian di Dusun Sialang Pungguk dan Kecamatan Maro Sebo Ulu ada beberapa komunitas SAD di Desa Padang Kelapo," katanya. 

1233