Home Teknologi Tantangan Berat Pengembangan Kendaraan Listrik

Tantangan Berat Pengembangan Kendaraan Listrik

Jakarta, Gatra.com – Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI), I Made Dana Tangkas menyatakan pengembangan industri kendaraan listrik nasional menghadapi sejumlah tantangan. Hal itu meliputi kenyamanan pengguna, infrastruktur, supply chain, dan regulasi pemerintah.

“Tantangan yang mesti kita siapkan adalah terkait dengan harga yang masih tinggi dan charging time yang panjang. Kemudian, perlu mempersiapkan infrastruktur stasiun charging dan power supply yang memadai,” ungkapnya dalam webinar bertajuk ‘Implementasi Kendaraan Listrik Indonesia dan Masa Depannya’, Senin (9/8).

Selain itu, juga upaya pengembangan rantai pasokan yang baru dan mengantisipasi dampak negatif terhadap industri yang ada. Di sisi lain, transformasi menuju kendaraan listrik butuh dukungan besar dari pemerintah.

Guna mengatasi beberapa tantangan tersebut, perlu diadakan studi kelayakan untuk memeriksa kenyamanan pengguna, serta kajian mengenai lokasi dan jumlah stasiun pengisian daya yang dibutuhkan. Untuk rantai pasokan, penting pula mengkaji dampaknya terhadap pemasok yang ada dan kemungkinan lokalisasi suku cadang.

“Ini tentu membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Perlu kerja sama ABGC [academy, business, government, community] bagaimana dalam dunia pendidikan mulai disiapkan SDM yang unggul, kompeten, dan berperan di industri otomotif kendaraan listrik maupun berdampak kepada para pemakai di lapangan,” ujarnya.

Dalam skema ini, perguruan tinggi berperan dalam penemuan atau inovasi baru dan pembuatan prototipe. Kemudian, industri atau asosiasi melakukan studi kelayakan prototipe dan evaluasi untuk skala produksi massal. Hasil yang diperoleh dapat diusulkan kepada pemerintah sebagai pertimbangan dalam penyusunan regulasi.

“Kita juga perlu mempersiapkan pusat pengembangan kendaraan listrik, fasilitas pengujian, serta evaluasi dan standarisasi untuk komponen baik baterai, motor, maupun inverter. Kita bisa merujuk standar yang dibuat negara-negara lain, seperti China punya 125 standar untuk kendaraan listrik dan komponennya,” tambahnya.

Sedangkan pemakaian kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) diprediksi makin terus meningkat. Berdasarkan laporan Energy Technology Perspectives 2017, penjualan kendaraan listrik hybrid (HEV) diproyeksikan mencapai 15% pada 2040 dan kendaraan listrik plug-in hybrid (PHEV) tembus hingga 20%.

Sementara itu, peminat battery electric vehicle (BEV) diprediksi naik menjadi 15% pada 2040 dan fuel cell electric vehicle (FCEV) stabil di angka 1%. Adapun penjualan kendaraan berbasis bensin akan turun menjadi 51% pada 2030, kemudian jadi 35% di 2040.

“Ada sekitar 500 model KBLBB yang tersedia secara global pada 2022. Karena itu, Indonesia mesti cakap memanfaatkan momentum tersebut lantaran memiliki cadangan nikel terbesar yang berperan penting dalam pengembangan ekosistem industri kendaraan atau baterai listrik,” katanya.

Made mengatakan dalam Perpres 55 tahun 2019, sudah disampaikan berbagai ketentuan dalam percepatan pengembangan kendaraan listrik nasional ini dengan TKDN [tingkat komponen dalam negeri] diharapkan bisa cukup tinggi pada 2024,” katanya.

Dikatakan bahwa aturan itu menyebutkan syarat-syarat terkait TKDN dalam produksi kendaraan listrik dan komponennya. Misalnya, TKDN untuk kendaraan listrik roda empat pada 2019-2021 ialah 35% dan makin naik di tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 80% pada 2030.

Selain itu, TKDN untuk kendaraan listrik roda dua dan/atau tiga pada 2019-2023 yaitu setidaknya sebesar 40% dan terus naik di periode tahun berikutnya hingga tembus minimum 80% pada 2026.

“Pengembangan ekosistem industri otomotif dan fasilitasnya harus dilihat dari hulu ke hilir, dari raw material hingga konsumen. Dari RnD [penelitian dan pengembangan], technical center, sampai pembentukan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan fasilitas pengujian,” ungkapnya.

144