Home Olahraga Seleksi Model Dangdut Tak Hasilkan Pesepak Bola Berkualitas

Seleksi Model Dangdut Tak Hasilkan Pesepak Bola Berkualitas

Jakarta, Gatra.com – Di satu sisi, keberhasilan Greysia Polii/Apriyani Rahayu mendulang medali emas Olimpiade Tokyo 2020 yang lalu menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi penggemar olahraga di Tanah Air.

Namun, di sisi lain, keberhasilan tersebut secara tidak langsung menjadi petaka bagi sepak bola Indonesia. Pasalnya, publik ramai-ramai mencela sepak bola Merah Putih yang prestasinya tak sementereng badminton yang sukses mendulang emas di Jepang.

Padahal, kucuran dana pemerintah melalui Kemenpora untuk sepak bola jauh lebih besar dibanding untuk bulu tangkis. Di tahun 2020 saja, kucuran dana yang diterima oleh PSSI adalah sebanyak Rp50 miliar. Sementara badminton hanya menerima Rp18 miliar saja.

Direktur Kompetisi Usia Muda, Liga TopSkor, Yusuf Kurniawan, menilai bahwa jebloknya prestasi sepak bola Indonesia disebabkan oleh beragam hal. Salah satunya, menurut pria yang akrab disapa Bung Yuke tersebut, adalah soal seleksi pemain di usia muda.

“Kalau sekarang kan ini seleksi Timnas, misalnya, U-16 kemarin Bima Sakti bikin. Itu Asprov-Asprov semua pada bikin audisi, bikin seleksi, untuk kemudian diusulkan ke federasi. Ya gimana seleksi model dangdut menghasilkan pemain berkualitas?” ujar Bung Yuke kepada Gatra.com melalui sambungan telepon pada Senin, (9/8).

“Dari hasil audisi seperti itu, terbukti kan sampai ke Jakarta, terutama pemain-pemain yang dari daerah itu, ya, pada mental semua karena mereka udah setahun lebih nggak main bola terus tiba-tiba ikut seleksi Timnas di daerah terus dikirim ke Jakarta, ya enggak ada basic kualitasnya. Kalah pasti sama anak-anak di Jabodetabek yang kompetisi usia mudanya banyak,” jelas Yuke.

Belum lagi, lanjut Yuke, itu pun adalah gelaran kompetisi yang digelar oleh pihak swasta, bukan oleh federasi. Sementara di negara lain yang sepak bolanya berkembang, ia menyebut bahwa pembinaan kompetisi usia muda diambil alih oleh federasi.

Sejauh ini, PSSI hanya menggelar tiga kategori Piala Soeratin, yaitu kategori U-13, U-15, dan U-17. Walau demikian, pada tahun lalu PSSI berinisiatif untuk menambahnya menjadi lima kategori dengan tambahan U-12 dan U-14.

Hanya saja, Yuke menilai bahwa kompetisi semacam itu tak efektif untuk membina pemain berusia muda menjadi pemain yang berkualitas. Piala Soeratin memang digelar di semua provinsi. Akan tetapi, tak semua provinsi mampu menjalankan kompetisi.

“Dalam arti hanya turnamen aja yang satu pekan selesai, gitu. Baru dikirim ke putaran nasional. Ya enggak bisa kalau cuman seperti itu. Harus kompetisinya rutin, bukannya turnamen,” ujar Yuke.

“Ini perlu diluruskan bahwa turnamen dan kompetisi [liga] tuh beda, ya. Kalau kompetisi kan dia setiap minggu main. Jangka waktunya panjang. Pemain yang bagus itu datangnya dari kompetisi, bukan dari turnamen. Kalau turnamen kan singkat,” jelas Yuke.

Permasalahannya tak berhenti sampai di situ. Yuke menilai bahwa yang kerap terjadi di sepak bola Indonesia di level junior memang demikian adanya. Kompetisi berformat turnamen lebih sering dipilih ketimbang kompetisi berformat liga.

“Kenapa orang banyak bikin turnamen, PSSI bikin turnamen? Karena biayanya murah. Kenapa biayanya murah? Karena PSSI nggak punya biaya untuk mendanai semua federasi di daerah,” jelas Yuke.

Keruwetan sepak bola Indonesia tak hanya berlangsung di level junior saja. Menurut Yuke, di level profesional pun setali tiga uang. Ia mengeluhkan Liga 1 yang hanya melibatkan 18 tim saja.

“Indonesia ini luas, bos! Engga bisa 18 tim. Harusnya Liga 2 juga ada elite pro-nya, Liga 3 juga ada elite pro-nya. Jadi tim profesional maupun tim amatir masing-masing punya kompetisi usia muda. Dan itu harus lebih banyak melibatkan pesertanya. Dan kompetisi, bukannya turnamen,” tegas Yuke.

Dengan segala kekalutan sepak bola yang menjadi realita yang tak bisa dibantah ini, Yuke menilai bahwa impian Timnas Indonesia untuk mencapai prestasi yang diharapkan masih akan harus mengarungi jalan panjang.

Ketika ditanya apa yang harus dibenahi oleh sepak bola Indonesia agar bisa menyumbang emas di ajang Olimpiade suatu saat nanti, Yuke menilai bahwa impian tersebut terlalu kejauhan untuk saat ini. “Sea Games aja dulu,” katanya diiringi gelak tawa.

326