Home Hukum Peradi Minta Keluarkan Pasal 282 dari RUU KUHP, Ini Alasannya

Peradi Minta Keluarkan Pasal 282 dari RUU KUHP, Ini Alasannya

Jakarta, Gatra.com – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) meminta pemerintah dan DPR agar mengeluarkan Pasal 282 dari Rancangan Undang-Undang KItab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

"Peradi dengan ini meminta kepada Pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan ketetentuan Pasal 282 tersebut dari isi KUHP," kata Otto Hasibuan, Ketua Umum (Ketum) Peradi di Jakarta, Selasa (10/8).

Peradi, lanjut Otto, menyampaikan sikap tegas ini menanggapi surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) tanggal 6 Agustus 2021 Nomor PPE.2.PP.01.04/579 perihal Undangan Rapat Internal Pemerintah pembahasan RUU tentang KUHP yang mengagendakan pembahasan terkait advokat curang.

Otto mengatakan, Pasal 282 RUU KUHP berbunyi: Dipidana dengen pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang. a. Mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau b. Memengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi juru bahasa penyidik, penuntut hukum atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

Baca Juga: Jangan Cari Kambing Hitam Demi Merevisi UU Advokat

Adapun penjelasan Pasal 282 ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan.

Otto mengatakan, Peradi menilai bahwa pasal ini dibuat dengan paradigma yang kurang tepat karena dengan adanya pasal ini seakan-akan hanya advokat yang dapat berlaku curang kepada kliennya, padahal klien juga bisa berlaku curang kepada advokat.

Selain itu, pasal ini terkesan diskriminatif, prejudice, dan tendensius karene ditujukan hanya kepada advokat. Padahal yang berlaku curang itu tidak saja dapat dilakukan oleh advokat, tetapi dapat juga penegak hukum lainnya.

Menurutnya, kalaupun pasal ini tetap dipertahankan maka tidak boleh hanya ditujukan kepada advokat tetapi juga ditujukan kepada penegak hukum lainnya, yaitu hakim, jaksa, penyidik, panitera, termasuk juga klien.

Baca Juga: Arteria Dahlan: Single Bar Organisasi Advokat Harus Jalan

Kemudian, pasal ini adalah delik formil sehingga sangat berbahaya bagi advokat dalam menjalankan tugasnya, karena ketika mendamaikan kilen dengan lawannya, tentu bisa saja terjadi win win atau lose lose, sehingga kalau karena sesuatu hal kliennya menyetujui untuk lose atau mengalah dalam perjanjian, maka hal ini dapat saja dikemudian hari advokat tersebut dengan mudah dilaporkan oleh kliennya dengan tujuan tertentu, sehingga posisi advokat dalam posisi lemah.

"Bahwa penjelasan Pasal 282 tersebut tidak sinkron dengan norma Pasal 282, karena Pasal 282 berisi tentang perbuatan curang tetapi penjelasannya mengenai suap," ujarnya.

Otto melanjutkan, meskipun Peradi menyadari bahwa dalam praktiknya ada advokat yang berlaku curang terhadap kliennya dan perlu mendapat sanksi, tetapi tidak tepat dikenakan dengan Pasal 282 tersebut.

"Selama ini, Dewan Kehormatan Peradi selalu bertindak tegas dan menjatuhkan sanksi kepada advokat bahkan ada yang dipecat karena berlaku curang. Jadi Kode Etik Advokat sudah mengaturnya," kata Otto.

1537