Home Gaya Hidup Dunia Pendidikan Indonesia 2045 Perlu Tokoh Pembaharu

Dunia Pendidikan Indonesia 2045 Perlu Tokoh Pembaharu

Jakarta, Gatra.com – Sejarawan Anhar Gonggong mengatakan dirinya optimis dengan kondisi Indonesia di tahun 2045 mendatang, ketika RI menginjak usia satu abad kemerdekaan. Walau demikian, ia masih punya satu kekhawatiran.

“Saya tetap optimis, tetapi salah satu kekhawatiran saya di tengah optimisme saya itu adalah persoalan pendidikan. Harus diingat, pendidikan di Indonesia timur itu sangat rendah nilainya, mutunya, dibanding dengan yang di Indonesia barat, khususnya di Jawa,” ujar Anhar dalam acara Pengayaan Konten Buku: Indonesia Menuju 2045 yang digelar secara daring pada Sabtu, (14/8/2021).

“Bagaimana pun mimpi Anda tentang ke-Indonesia-an kita, ada istilah yang sedemikian rupa, yang kita inginkan, tapi kalau pendidikan itu sendiri kita tidak temukan satu sistem, maka jangan berharap,” ujar Anhar.

Sementara itu, di sisi lain, di kesempatan yang sama, ekonom Prof. Emil Salim menggarisbawahi bahwa persoalan pendidikan di Indonesia berhulu pada tiga hal, yaitu pola pendidikan yang mesti diubah, adanya tokoh pembaharu, dan adanya kemauan politik yang kuat untuk membenahi pendidikan.

Prof. Emil menyatakan, untuk menyongsong tahun 2045 mendatang, pemegang kebijakan wajib mengubah pola pendidikan dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga universitas. Ia menambahkan bahwa sebetulnya konsep-konsep yang ditawarkan oleh para ahli sudah menumpuk. Pemerintah hanya tinggal menjalankannya.

Selain itu, Prof. Emil juga menilai bahwa Indonesia juga butuh tokoh pembaharu di bidang pendidikan. “Jika Jepang punya tokoh pembaharu setelah Perang Dunia II, Korea Selatan memimpin pembaharuan pendidikan, Indonesia belum memiliki tokoh seperti itu,” ujarnya.

Walau banyak yang berekspektasi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat ini, Nadiem Makarim, sebagai tokoh pembaharu, ekspektasi tersebut dinilai akan menemui jalan terjal. Anhar menilai bahwa pekerjaan yang diemban oleh Nadiem saat ini bukanlah pekerjaan yang mudah.

“Saya ingin mengingatkan menjadi Menteri Pendidikan bukan suatu pekerjaan yang gampang. Menteri Pendidikan yang sekarang berhasil di satu bidang, tapi di pendidikan yang dia kerjakan dalam arti kata pendidikan formal yang diharapkan akan membawa kita ke depan belum tentu berhasil dan itu sangat membahayakan tentang hari depan kita,” ujar Anhar.

Oleh karena itu, menurut Prof. Emil, pembenahan sektor pendidikan di Indonesia bisa tercipta dengan adanya satu hal, yaitu adanya kemauan politik (political will) dari para pemangku kebijakan.

“Pertanyaan kita adalah bagaimana menumbuhkan political will, kemauan politik, dari partai dan pemimpin kita, meningkatkan kualitas pendidikan bonus demografi kita, dan menghapuskan korupsi,” pungkas Prof. Emil.

 

119