Home Hukum Kejaksaan: Putusan Hakim Tak terkait Materi Dakwaan 13 MI Jiwasraya

Kejaksaan: Putusan Hakim Tak terkait Materi Dakwaan 13 MI Jiwasraya

Jakarta, Gatra.com – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kajari Jakpus), Bima Suprayoga, mengatakan, pertimbangan putusan sela majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam perkara 13 manajer investasi (MI) Asuransi Jiwasraya tidak terkait dengan materi surat dakwaan yaitu Pasal 143 Ayat (2) (KUHAP).

"Tetapi mengenai penggabungan perkara 13 berkas perkara terdakwa korporasi menjadi satu surat dakwaan," kata Bima dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (18/8).

Dalam menyusun surat dakwaan Nomor Register Perkara: PDS-10/M.1.10/Ft.1/03/2021 tanggal 21 Mei 2021, lanjut Bima, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah berpedoman berdasarkan Pasal 143 Ayat (2) huruf KUHAP.

Menurutnya, surat dakwaan tersebut telah dibuat secara profesional, cermat, jelas, dan lengkap, serta telah sesuai dengan kewenangan Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam Surat Dakwaan.

Ketentuan tersebut diatur secara tegas dalam Pasal 141 huruf (c) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan, dan ini menjadi pertimbangan JPU.

Bima menyampaikan keterangan tersebut menanggapi putusan sela majelis hakim atas perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan pada reksa dana milik PT Asuransi Jiwasraya tahun 2008-2018.

Dalam putusan sela perkara Nomor: 35/Pid.Sus-TPK/2021/PN JKT.Pst tanggal 16 Agustus 2021, majelis hakim menyatakan menerima keberatan (eksepsi) tentang “penggabungan berkas perkara” yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa I, VI, IX, X, dan XII.

Kemudian, menyatakan Surat Dakwaan No. Reg. Perk: PDS-10/M.1.10/Ft.1/03/ 2021 tanggal 21 Mei 2021 batal demi hukum, memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut, danmembebankan biaya perkara kepada Negara.

Dalam pertimbangannya, majelis menilai bahwa perkara 13 perusahaan investasi atau manajer investasi tidak berhubungan satu sama lain sehingga penggabungan surat dakwaan akan menyulitkan majelis hakim untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa.

Menurut majelis, penggabungan perkara ke-13 manajer investasi ini selain menjadi rumut, juga bertentangan dengan asas persidangan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Dalam perkara ini, JPU Kejari Jakpus mendakwa 13 perusahan investasi atau manajer investasi tidak mematuhi ketentuan Pasal 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 43/POJK.04/2015 tentang Pedoman Perilalu Manajer Investasi.

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perusahaan investasi atau manajer investasi dapat menerima komisi dengan catatan komisi tersebut tidak mengakibatkan benturan kepentingan dengan nasabah dan atau merugikan kepentingan nasabah.

Menurut JPU, perbuatan ke-13 perusahaan investasi atau manajer investasi tersebut telah merugikan kuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp10,985 triliun.

Adapun ke-13 korporasi manajer investasinya, yakni:
1. PT Millenium Capital Management
2. PT Treasure Fund Investama 
3. PT Pool Advista Aset Manajemen
4. PT GAP Capital yang dahulunya bernama PT Guna Abadi Perkasa
5. PT Maybank Asset Management
6. PT Pinnancle Persada Investama
7. PT Sinarmas Asset Management.
8. PT Corfina Capital
9. PT Jasa Capital Asset Management
10. PT Pprospera Asset Management
11. Korporasi MNC Asset Management
12. PT OSO Management Investasi
13. PT Pan Arcadia Capital yang dahulunya bernama PT Dhawibawa Manajement Investasi

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, sebelumnya menyampaikan, kasus posisi atau duduk perkara para tersangka manager investasi (MI), yakni:

1. Tersangka 1 sampai dengan 13 telah bekerja sama dengan Joko Hartono Tirto selaku pihak terafiliasi dengan Heru Hidayat yang disetujui oleh Hendrisman Rahim selaku Dirut PT AJS, Hary Prasetyo selaku Direktur Keuangan PT AJS, Syahmirwan selaku General Manager Produksi dan Keuangan PT AJS.

Mereka membentuk produk reksa dana khusus untuk PT AJS yang dalam pelaksanaan pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto selaku pihak terafiliasi Heru Hidayat.

Perbuatan itu bertentangan dengan Pasal 6 Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53/PMK.010/2012 tanggal 3 April 2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dan Pasal 4 Keputusan Direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Nomor 280.a.SK.U.1212 tentang Pedoman Investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

2. Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo menyetujui analisis subscripton Reksa Dana yang dikelola oleh para tersangka 1 sampai dengan 13 dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP) disusun oleh Agustin Widhiastuti selaku Kepala Divisi Keuangan dan Investasi, meskipun diketahui bahwa NIKP disusun secara formalitas dan tidak profesional.

Ulah itu bertentangan dengan Pasal 59 dan Pasal 60 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2/POJK.05/2014 tanggal 28 Maret 2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, dan Pasal 58 POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.

3. Tersangka 1 sampai 13 telah menyepakati dan melaksanakan pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan yang menjadi underlying pada produk Reksa milik PT AJS yang dikelola oleh para terdakwa, untuk dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto, Piter Rawiman, dan Moudy Mangkey.

Aksi itu bertentangan dengan Pasal 1 angka 11, angka 27 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; Pasal 2, 18, dan 19 huruf a dan b POJK Nomor 43 /POJK.04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi; Pasal 2 POJK Nomor 23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.

4. Tersangka 1 hingga 13 membeli saham-saham menjadi underlying Reksa Dana milik PT AJS yang dikelola oleh para terdakwa merupakan saham-saham yang berisiko atau tidak likuid pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan PT AJS.

Perbuatan itu bertentangan dengan Pasal 4 Keputusan Direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Nomor 280.a.SK.U.1212 tentang Pedoman Investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Perbuatan itu menyebabkan kerugia keuangan atau ekenomi negara sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT AJS (Persero) Periode Tahun 2008–2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020, tanggal 9 Maret 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), mencapai Rp12.157.000.000.000 (Rp12,1 triliun).

Atas perbuatan itu, Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menyangka ke-13 korporasi di atas melanggar dakwaan kesatu, primer Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian sangkaan kedua, primair; Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Subsidair Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

82