Home Internasional Astrazeneca Kembangkan Pengobatan Antibodi Baru Cegah COVID-19

Astrazeneca Kembangkan Pengobatan Antibodi Baru Cegah COVID-19

London, Gatra.com – Sebuah studi uji coba terapi yang dirilis AstraZeneca pada hari Jumat menyebut terjadinya peningkatan prospek pengobatan baru untuk mencegah COVID-19 di luar penggunaan vaksin. Terapi pengobatan ini memberikan harapan khususnya bagi orang-orang yang enggan menggunakan suntikan melalui vaksinasi.

Dikutip Reuters, sabtu (21/8), produsen obat Inggris itu mengatakan terapi antibodi barunya itu mampu mengurangi risiko penularan gejala COVID-19 sebesar 77 persen, dalam uji coba tahap akhir.

Sementara vaksin tetap mengandalkan sistem kekebalan yang utuh untuk mengembangkan antibodi yang ditargetkan dan sel penangkal infeksi. Metode terapi AZD7442 AstraZeneca ini terdiri dari antibodi buatan laboratorium yang dirancang untuk bertahan di dalam tubuh selama berbulan-bulan, berfungsi melumpuhkan virus corona jika terjadi infeksi.

Perusahaan tersebut mengatakan bahwa 75 persen peserta dalam uji coba untuk terapi - yang terdiri dari dua jenis antibodi yang ditemukan oleh Vanderbilt University Medical Center di Amerika Serikat – sebelumnya memiliki kondisi kronis termasuk beberapa dengan respons imun yang lebih rendah terhadap vaksinasi.

Terapi serupa yang dibuat menggunakan obat yang disebut antibodi monoklonal sedang dikembangkan oleh Regeneron, Eli Lilly, dan GlaxoSmithKline dengan mitra Vir. Mereka bersaing untuk mendapatkan peran dalam pengobatan dan pencegahan COVID.

Namun, AstraZeneca yang pertama mempublikasikan data uji coba pencegahan positif dan sekarang menargetkan persetujuan bersyarat di pasar sebelum akhir tahun. Tujuannya untuk menghasilkan sekitar 1 hingga 2 juta dosis pada saat itu.

Penny Ward, Profesor Tamu di Pharmaceutical Medicine di Kings College di London, mengatakan adanya berita itu menjadi pertanda baik bagi orang-orang yang selama ini merespons vaksinasi seara buruk atau yang harus mengonsumsi penekan kekebalan untuk pasca-transplantasi, penyakit autoimun, dan kondisi lainnya.

“Ini berpotensi menjadi perubahan bagi individu-individu, yang saat ini disarankan untuk terus melindungi diri meskipun telah divaksinasi sepenuhnya,” katanya.

Sebelumnya terjadi percobaan pengobatan untuk gangguan neurologis langka amyotrophic lateral sclerosis (ALS), yang dikembangkan oleh Alexion yang baru diperoleh AstraZeneca, telah dihentikan lebih awal akibat kurangnya kemanjuran.

Eksekutif AstraZeneca Mene Pangalos mengatakan hasil uji coba terapi dilakukan tiga bulan setelah antibodi disuntikkan dan peneliti akan menindaklanjuti selama 15 bulan. 

“Kami benar-benar berusaha membantu pasien yang membutuhkan tingkat perlindungan tambahan selain vaksin,” kata Pangalos.

Dia memberi isyarat bahwa prospek produk COVID-19 baru pada obat AstraZeneca juga dapat meningkatkan nilai strategis dari vaksin Vaxzevria yang ada, yang dikembangkannya bekerja sama dengan Universitas Oxford Inggris.

“Tidak ada perusahaan lain yang mengirimkan dua molekul melawan SARS-CoV2. Ini jelas membantu kami dalam memposisikan kami dalam hal COVID," kata Pangalos kepada Reuters. 

SARS-CoV2 adalah istilah ilmiah untuk virus corona yang menyebabkan COVID-19.

Eksekutif AstraZeneca terkemuka lainnya, Ruud Dobber, mengatakan bulan lalu bahwa opsi strategis yang berbeda sedang dieksplorasi untuk operasi vaksin AstraZeneca, yang menghadapi serangkaian tantangan.

Produsen obat Anglo-Swedia telah mengalami masalah produksi selama peluncuran Vaxzevria akibat kasus pembekuan darah yang sangat jarang, sehingga membebani permintaan untuk suntikan di Eropa. Vaksin juga belum mendapatkan izin di AS.

Kekhawatiran atas varian Delta baru dari COVID-19 dan memudarnya kemanjuran vaksin telah mendorong beberapa negara berpenghasilan tinggi untuk menawarkan suntikan vaksin ketiga di atas rejimen dua suntikan biasa, kepada kelompok yang mengalami gangguan kekebalan dan kelompok lain yang berisiko.

Mereka yang mengalami gangguan kekebalan, seperti mereka yang melakukan transplantasi organ atau dalam perawatan kanker, membentuk sekitar 2 persen dari populasi dan akan menjadi kelompok sasaran utama bagi terapi baru ini. 

Meski hanya 12 persen hingga 13 persen dari sukarelawan percobaan yang divaksinasi ketika data percobaan terapi dibuat, namun AstraZeneca akan berusaha memposisikan jenis suntikan ini hanya sebagai tambahan dari inokulasi sebelumnya.

AstraZeneca bersiap untuk meningkatkan produksi jika negara atau organisasi internasional menambah pesanan secara massal.

192