Home Info Sawit Cerita 'Pekebun Berdasi' Dari Kota Lama

Cerita 'Pekebun Berdasi' Dari Kota Lama

Pekanbaru, Gatra.com - Gedung berlantai dua di kawasan jalan lintas Kota Lama, Kelurahan Kota Lama, Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu, Riau, itu nampak mentereng kamis pekan lalu, mirip kantor perbankan, berpagar beton pula.

Bagian dalam gedung berukuran 18x20 meter itu nampak rapi, berpendingin ruangan, lengkap dengan ruang pelayanan.

Di samping kiri bagian belakang gedung, ada pula bengkel mobil, khusus melayani semua kendaraan milik pemilik gedung; Koperasi Serba Usaha (KSU) Sumber Rezeki.

"Insya Allah kami akan beli lahan di sebelah untuk memperluas bengkel itu. Biar bisa juga melayani masyarakat umum," cerita Khairul Zaman, Ketua KSU Sumber Rezeki itu, saat berbincang dengan Gatra.com Kamis pekan lalu.

Ayah tiga anak ini tak sendirian di ruang kerjanya yang berpendingin udara di lantai dua itu. Dia ditemani sekretarisnya Dalmi dan anggota Badan Pengawas koperasi itu, Martias.

Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Sumber Rezeki, Khairul Zaman. foto: (GATRA/Ist)

Kepala program (Kapro) kemitraan PT Eka Dura Indonesia (EDI), Hermanto dan Community Development Officer (CDO) PT EDI, Ginanjar, juga ada di ruangan itu.

Selain mau membeli tanah sebelah tadi, koperasi ini juga sedang membangun rumah Tahfiz berukuran 10x20 meter di salah satu sudut Kota Lama itu. Progresnya sudah 60%. Kalau sudah rampung, anak-anak boleh belajar di sana; gratis.

Uniknya, saban bulan, koperasi ini mampu menggelontorkan duit Rp10,5 juta untuk satu MTs swasta yang ada di sana. Belum lagi untuk enam masjid di kelurahan itu, rutin Rp21 juta perbulan.

Ini di luar duit yang juga digelontorkan untuk menyantuni anak-anak yatim, operasional bus sekolah, hingga andil dalam sederet kegiatan kelurahan.

Lelaki 59 tahun ini cuma mengulum senyum saat ditanya dari mana sumber duit untuk menalangi semua itu.

"Alhamdulillah andil PT. EDI telah membikin masyarakat di sini sejahtera. Mungkin kami orang Kota Lama inilah pekebun yang paling manja dan paling beruntung di Riau, bahkan di Indonesia. Kami kayak 'petani berdasi'," katanya.

Tanpa harus capek mengurusi kebun kata Khairul, bulan ini masing-masing anggota koperasi kebagian duit Rp9,5 juta. Bulan lalu Rp8,5 juta.

Hitung saja berapa perputaran duit di koperasi itu dalam sebulan kalau anggotanya saja berjumlah 1.090 kepala keluarga, pemilik lahan hampir seluas 2.200 hektar!

"Putaran duit 'gaji' saja di koperasi ini minimal Rp8 miliar perbulan. Bulan ini mencapai Rp11 miliar," lelaki yang kelihatan lebih muda dari usianya ini, sumringah.

Kalau saja Khairul dan kawan-kawan tidak memilih sistim operator dan operatornya bukan PT EDI, mustahil mereka akan bisa menikmati situasi seperti sekarang.

Lebih dari 20 tahun lalu, persis saat Khairul dan kawan-kawan meneken kesepahaman dengan PT EDI, sistim operator langsung jadi pilihan, bukan justru sistim Perkebunan Inti Rakyat (PIR) --- pola inti-plasma --- yang saat itu jadi pilihan populer.

"Waktu itu saya masih sekretaris di koperasi ini. Saya dengan teman-teman yang sepemikiran memilih sistim itu karena kami paham dengan masyarakat kami. Kalau kami memilih pola PIR, ini berarti setelah kebun menjalani konversi --- diserahkan oleh perusahaan kepada pekebun atau koperasi yang disuruh mewakili setelah utang kredit kebun lunas --- maka petanilah yang akan mengurus kebun itu," ujar Khairul.

Kalau petani yang kemudian mengurus kebun, alamat kebun akan kacau balau, bakal jadi belukar dan terancam dijual.

"Sebab saya tahu tabiat kami; mau enak, mau senang, mau tenang. Contohnya sudah banyak kok. Kebun plasmanya tak terurus," setengah bercanda Khairul  menceritakan kebiasaan masyarakat itu.

Dan pekebun sangat beruntung lantaran PT EDI yang jadi operator kebun mereka. Selain pengolahan kebun yang bagus dan manajemen yang transparan, koperasi juga dikasi keleluasan lebih.

"Terus terang, dua hektar hasil produksi kebun kami, sama dengan empat hektar hasil produksi kebun pekebun lain. Operasional kebun juga lebih efisien, hanya 40%, malah bisa 35% dari total hasil," katanya.

Meski PT EDI yang mengurus kebun, tapi angkutan Tandan Buah Segar (TBS) justru dihandle oleh koperasi, termasuk angkutan-angkutan lain yang dibutuhkan perusahaan.

Urusan pekerja borongan di lahan kebun itu juga diberikan kepada koperasi. Jadi tak heran kalau dari hasil semua aktifitas itu, aset koperasi cepat menggendut, mencapai puluhan miliar rupiah.

Yang membikin Khairul bangga, bisa jadi hanya KSU Sumber Rezeki yang punya pekerja orang perusahaan. Perusahaan raksasa pula; PT Astra Agro Lestari Tbk group.

Sebab sampai sekarang, ada sekitar 180 orang karyawan PT EDI yang bekerja dikebun itu. Sebanyak 110 orang di antaranya pemanen. Mereka semua dikomandani oleh Hermanto, Kapro tadi.

Lalu ada pula sekitar 60 orang pekerja borongan (non karyawan perusahaan). Ini dihandle langsung oleh koperasi.

Belakangan, pekerjaan yang diberikan perusahaan kepada koperasi ini bertambah. Mulai dari grading yang mempekerjakan 15-20 orang, penyediaan infrastruktur hingga ekspedisi, diberikan.

Koperasi sendiri menambah usaha pula dengan membikin simpan pinjam koperasi, termasuk memperbesar bengkel tadi agar bisa menerima kendaraan umum.

Semua itu dilakukan untuk persiapan replanting kelak. Sebab pengurus koperasi sudah bertekad, bahwa pada replanting yang akan dimulai pada 2027 mendatang dengan perkiraan biaya Rp60 juta sampai Rp70 juta per hektar itu, anggota tak perlu merogoh kocek.

"Kalaupun merogoh kocek, enggak akan seberapalah. Alhamdulillah, beberapa bulan belakangan, tabungan untuk replanting itu sudah berjalan," katanya.

Sebenarnya kata Khairul, bukan tak kepikiran oleh koperasi untuk memotong duit 'gaji' anggota tiap bulan.

"Tapi kami enggak mau melakukan itu, nanti kita potong Rp100 ribu perbulan, ributnya sekampung. Maklumlah, mengurusi orang banyak enggak mudah," Khairul beralasan.

Dan bahkan untuk menjalankan program yang tujuannya menguntungkan anggota saja, Khairul dan kawan-kawan sering kena protes.

"Ada juga beberapa program yang kami ngototkan meski anggota protes. Misalnya membeli lahan dan membangun kantor ini. Banyak yang protes. Tapi kami lanjut saja. Prinsip kami, bekerja serius dan lurus. Itu saja. Alhamdulillah setelah kantor ini rampung, semua malah senang. Enggak mungkin kantor kami ngontrak terus, kan?" ujarnya.


 

2029