Home Politik Komisi XI Diminta Bertaubat ke Jalan Konstitusi, Loh Kenapa?

Komisi XI Diminta Bertaubat ke Jalan Konstitusi, Loh Kenapa?

Jakarta, Gatra.com- Menjelang pelaksanaan fit and proper test calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), belum ada tanda-tanda kejelasan mengenai status dua calon yang dinilai tidak memenuhi persyaratan (TMS). Fraksi-fraksi di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tampaknya belum bulat, meskipun pendapat hukum (fatwa) Mahkamah Agung (MA) yang telah diminta sudah diterbitkan.

 

Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) mengingatkan agar fraksi-fraksi di Komisi XI kembali pada jalan yang benar dalam pemilihan Anggota BPK. Fatwa MA yang nota bene diminta oleh Komisi XI seharusnya dihormati dan menjadi rujukan agar polemik bisa selesai.

 

"Warga negara harus tunduk pada konstitusi negara, termasuk pula Anggota DPR. Persyaratan formil yang tertuang dalam UU BPK tidak perlu ada persepsi dan interpretasi karena sudah final dan mengikat. Bahkan, Mahkamah Agung sendiri ketika dimintakan pendapatnya tetap tunduk pada konstitusi. DPD RI juga begitu. Fraksi-fraksi yang masih ngotot dukung calon bermasalah di Komisi XI seharusnya juga seperti itu, tunduk pada konstitusi," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara, Prasetyo kepada wartawan, Rabu malam (1/8).

 

Pernyataan tersebut sekaligus menanggapi apa yang disampaikan Ketua Fraksi PPP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara terkait sikapnya terhadap Fatwa MA. Uskara menyebut bahwa Fatwa MA terkait pencalonan Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin merupakan wilayah hukum. Menurutnya, permintaan Fatwa MA apabila sudah diserahkan jawabannya ke DPR, maka kembali lagi memasuki wilayah atau ranah politik.

 

"Sungguh aneh, yang meminta Fatwa MA itu kan Komisi XI DPR ya? Dimaksudkan untuk jadi rujukan agar polemik perbedaan pandangan bisa selesai. Ini kok mbulet (masih ngotot) aja. Seharusnya kalau sudah keluar Fatwa ya diikuti karena memang diminta," lanjut Prasetyo yang juga merupakan Tim Informasi Koalisi Save BPK itu. 

 

Dia menegaskan agar UU BPK mesti diikuti tidak perlu diperdebatkan, apalagi ditafsir sendiri sesuai kepentingan. Karena itu, Pusat Kajian Keuangan Negara menyarankan untuk segera diambil keputusan agar pemilihan Anggota BPK berjalan sesuai kaidah UU.

 

Sebelumnya, para pakar hukum tata negara bersepakat bahwa persyaratan calon Anggota BPK harus merujuk pada ketentuan UU. Apalagi, soal persyaratan ini telah ditegaskan oleh Mahkamah Agung. Margarito Kamis misalnya, menekankan bahwa tidak ada ilmu hukum manapun yang dapat dipakai untuk meloloskan calon tidak memenuhi syarat.

 

"Kita tidak boleh menoleransi kesalahan para pembentuk UU dengan menginjak UU yang mereka bikin sendiri. Jadi pilihan yang harus diambil adalah coret dua orang itu," tegas Margarito, pada Senin (30/8).

 

Bahkan, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menekankan bahwa pembangkangan terhadap hukum oleh lembaga negara adalah kejahatan serius. DPR adalah lembaga pembuat UU harus menjadi yang terdepan dalam kepatuhan terhadap UU yang diciptakan sendiri.

 

"Bila melanggar UU, seluruh anggota DPR yang terlibat dalam pelanggaran dan pembangkangan hukum bisa diproses secara hukum yang bisa berakibat pada pemecatan sebagai anggota DPR, salah satu klausul pemberhentian anggota DPR adalah jika secara nyata dan terang benderang melakukan pelanggaran hukum," katanya beberapa waktu lalu.

 

122