Home Teknologi Survei TMCR: Resiko Serangan SIber di Indonesia Meningkat

Survei TMCR: Resiko Serangan SIber di Indonesia Meningkat

Jakarta, Gatra.com - Trend Micro Incorporated mengungkapkan berdasarkan survei Trend Micro Cyber Risk Index terbaru, 81 persen perusahaan di Indonesia mengatakan bahwa kebocoran data mungkin saja terjadi dalam 12 bulan ke depan.

"Berdasarkan temuan di Indonesia, kami melihat adanya peningkatan peristiwa akan risiko kebocoran data," kata Laksana Budiwiyono selaku Country Manager Trend Micro Indonesia saat diskusi daring, Kamis (2/9). "Hal ini perlu mendapat respon cepat karena serangan siber menimbulkan dampak serius bagi perusahaan," katanya.

Cyber Risk Index (CRI) yang mengukur gap antara kesiapan keamanan siber para responden dan kemungkinan akan mengalami serangan pencurian data. Pada semester pertama tahun ini, CRI melakukan survei lebih dari 3.600 bisnis dari berbagai ukuran dan industri di 24 negara, termasuk Indonesia.

Lebih lanjut, temuan utama di Indonesia mencakup, 65 persen perusahaan mengatakan kemungkinan akan mengalami serangan siber serius dalam 12 bulan ke depan, dan 28 persen telah mengalami lebih dari 7 serangan siber pada jaringan/sistem. Lainnya, 20 persen telah mengalami lebih dari 7 pelanggaran terhadap aset informasi, serta 29 persen responden mengatakan telah mengalami lebih dari 7 pelanggaran data pelanggan selama setahun terakhir.

Hasil survei menunjukkan tiga konsekuensi negatif akibat serangan siber yang paling menjadi perhatian di Indonesia, yaitu kehilangan kekayaan intelektual (termasuk rahasia dagang), dan gangguan atau kerusakan pada infrastruktur penting. “Juga biaya jasa yang harus dikeluarkan untuk konsultan atau ahli dari luar perusahaan.”

CRI diukur berdasarkan skala -10 hingga 10 dimana nilai -10 mewakili tingkat risiko tertinggi. CRI Indonesia saat ini dinyatakan berada di level -0,12 yang berarti termasuk dalam kategori Elevated Risk.

Dibandingkan 2020, nilai CRI Indonesia dilaporkan mengalami penurunan. Sehingga artinya Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan risiko kebocoran data.

Lebih lanjut, Laksana mengatakan, dengan setengah dari responden menyatakan mengalami kebocoran data pelanggan dalam 12 bulan terakhir, perusahaan harus mempersiapkan diri dengan lebih baik dengan mengidentifikasi data penting yang memiliki risiko tinggi.

Selain itu, Laksana juga menyarankan agar perusahaan berfokus pada ancaman yang berdampak besar terhadap bisnis, dan menggunakan perlindungan berlapis dengan platform yang komprehensif dan saling tersambung.

151