Home Kesehatan Virolog UGM: Booster Bisa Perparah Prinsip Kesetaraan Akses Vaksin

Virolog UGM: Booster Bisa Perparah Prinsip Kesetaraan Akses Vaksin

Yogyakarta, Gatra.com - Pemberian vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster untuk warga umum, apalagi yang dikebut oleh negara maju, dinilai tak sesuai dengan prinsip kesetaraan akses vaksin di masa pandemi.

Pakar virologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Mohamad Saifudin Hakim, mengatakan pemberiaan vaksin booster mesti mempertimbangkan pasokan vaksin secara global dan nasional di suatu negara.

“Kalau negara maju mengejar pemberian vaksin dosis 3, sementara negara lain saja masih belum mendapatkan dosis 1, ini bisa memperparah prinsip kesetaraan nasional dan global dalam akses terhadap vaksin selama pandemi,” ujar Hakim, Jumat (3/9).

Hal itu menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan sebelum pemberian vaksin booster. Selain itu, vaksinasi ketiga juga mesti melihat ada tidaknya penurunan imunitas.

Menurut Hakim, hingga kini belum jelas daya tahan imunitas seseorang setelah pemberian vaksin sebelumnya. Jika benar terjadi penurunan imunitas, pemberian booster bisa dipertimbangkan.

Ia menyebut pemberian booster juga menyangkut efektivitas vaksin. Saat ini data belum cukup untuk mengetahui berapa lama penurunan efektivitas vaksin untuk mencegah gejala berat Covid-19 setelah dosis kedua. Data kasus Covid-19 pada penerima vaksin dua dosis juga belum memadai.

"Lalu, bagaimana efektivitas vaksin terhadap varian Corona baru yang menjadi perhatian global (VoC)? Jika ada data penurunan efektivitas vaksin dua dosis, pemberian booster bisa dipertimbangkan," tuturnya.

Dari sisi imunologi, pemberian vaksin booster memang bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh setelah disuntik dua dosis vaksin. Vaksin booster akan melatih kembali sel-sel memori penghasil antibodi tubuh. Daya ikat antibodi juga menjadi lebih baik terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

“Sejumlah studi awal menunjukkan bahwa dengan pemberian vaksin booster atau dosis ketiga, dengan merek vaksin yang sama atau berbeda, mampu memperkuat imunitas yang diperoleh dari dua dosis vaksin sebelumnya,” ujarnya.

Namun, dalam kondisi saat ini, Indonesia belum perlu memberikan vaksin booster bagi masyarakat umum. Vaksin dosis ketiga bisa diberikan secara terbatas kepada tenaga kesehatan (nakes).

“Kalau untuk masyarakat umum, belum ada urgensi untuk pemberian vaksin dosis ketiga. Berbeda dengan nakes yang memang diperlukan vaksin booster karena dari sisi jumlah yang sedikit dan mereka adalah pejuang yang berada di garda depan penanganan Covid-19 sehingga berisiko besar terpapar Covid-19 ,” katanya.

Menurutnya, langkah terpenting saat ini adalah meningkatkan angka cakupan vaksinasi nasional. Sebab, hingga kini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan vaksin.

“Saat ini masyarakat umum yang sudah mendapatkan vaksin hingga dosis kedua masih sedikit, baru sekitar 18%. Jadi, sebaiknya mengejar cakupan vaksin dulu bagi mereka yang belum divaksin, terutama kelompok lansia yang berisiko tinggi,” paparnya.

Apalagi, kata Hakim, pemberian vaksin booster juga belum masuk rekomendasi WHO. Bahkan, belum lama ini WHO meminta negara-negara untuk mempertimbangkan kembali urgensi pemberian vaksin booster Covid-19.

Data Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga 29 Agustus lalu, dari 2,8 juta warga sasaran vaksinasi, sekitar 1,5 juta orang menerima dosis 1 dan 677 ribu orang untuk dosis 2. "Cakupan dosis 3 untuk nakes 17.985 orang," kata Kepala Bagian Humas Pemda DIY Ditya Nanaryo Aji. 

1112