Home Hukum Tim Verifikasi Masjid Agung Sriwijaya: Tidak Ada Proposal, Cair Rp50 Miliar

Tim Verifikasi Masjid Agung Sriwijaya: Tidak Ada Proposal, Cair Rp50 Miliar

Palembang, Gatra.com- Kucuran dana hibah pembangunan masjid Raya Sriwijaya di Palembang banyak kejanggalan bahkan tak sesuai prosedur alias maladministrasi. Fakta tersebut diungkap oleh salahsatu saksi dalam keterangannya pada persidangan dengan terdakwa Edi Hermanto, Syarifudin, Yudi Arminto, dan Dwi Krisdayani, yang digelar di PN Klas 1 A khusus Tipikor Palembang, Selasa (7/9).

Selain tanpa adanya proposal, pengalokasian atau penerapan dana berjumlah fantastis ini diketahui tanpa pembahasan awal yang konkrit dari pihak pihak terkait. Dalam persidangan yang diketuai hakim Sahlan Effendi SH MH itu, dari sebelas saksi yang dihadirkan dan didengarkan keterangannya satu persatu, beberapa mengungkap fakta yang menarik.

Salah satunya Suwandi tim verifikasi dokumen Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumsel dalam kesaksiannya menegaskan, pemberian dana hibah pembangunan masjid itu dilakukan tanpa dibekali oleh proposal permohonan dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya selaku penyelenggara pembangunan.

Itu lanjut Suwandi saat dirinya diperintah oleh Kepala Biro Kesra Ahmad Nasuhi (tersangka dalam berkas terpisah) guna melakukan verifikasi dokumen pencairan dana hibah pembangunan masjid tersebut tahun 2015.

Saat memverifikasi, didapati bahwa Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sama sekali belum pernah menerbitkan atau memberikan selembar pun proposal permohonan pembangunan ke Pemprov Sumsel.

Saksi Suwandi menjelaskan pada saat itu dirinya dipanggil oleh tersangka Ahmad Nasuhi yang saat itu mejabat sebagai Kabiro Kesra di Pemprov Sumsel, untuk dilibatkan dalam pemverifikasian dokumen pembangunan Masjid Sriwijaya. "Sebenarnya saat itu tidak ada kaitan dengan tupoksi jabatan saya. Namun karena diminta, saya pun temui," jelasnya.

Namun saat disinggung majelis hakim mengenai tujuan verifikasi yang dilakukan saksi Suwandi, dirinya mengatakan hanya diperintah oleh Kabiro Kesra Pemprov Sumsel (Ahmad Nasuhi).

Dalam keterangannya ternyata pada tahun 2014 tidak ada bahasan dan proposal mengenai Masjid Sriwijaya. Namun proposal tersebut baru ada tahun 2015, yang kemudian dicairkan ditahun yang sama dengan dana sebesar Rp50 miliar.

Usai persidangan, saksi Suwandi mengatakan dalam prosedurnya ada kesalahan administrasi dalam pencairan dana tersebut. "Proposal tahun 2014 tidak ada, uang cair 50 miliar di tahun 2015, itu sudah salah. Saya memverifikasinya karena ada permintaan dari Kabiro Kesra saat itu (Ahmad Nasuhi)," terangnya.

Sedangkan Agustinus Toni (mantan staf di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sumsel) bersaksi menerangkan, jika ada dua tahap pencairan dana hibah untuk masjid.

Kedua kali pencairan, yaitu termin pertama pada tahun 2015 senilai Rp50 miliar, dan termin kedua pada tahun 2017 senilai Rp80 miliar. "Saya hanya menjalani perintah, yang mulia, semua usul selalu disetujui oleh ketua BPKAD atas nama Laoma L Tobing," tegas saksi.

Sedangkan Akhmad Najib selaku Asisten III Bidang Kesra Pemprov Sumsel saat itu menganggap pemberian dana hibah tersebut sudah sesuai dengan aturan, yaitu Permendagri Nomor 32 Tahun 2012 tentang Pedoman Dana Hibah, SK Gubernur Sumsel, dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2014. “Sudah saya pelajari dokumennya, perdanya ada, pergubnya ada, Terkait kelengkapan dokumen sebelumnya itu saya tidak tahu,” jelas Najib.

Persidangan berjalan dengan lancar, saksi maupun terdakwa nampak kooperatif dan serius mengikuti sesi demi sesi jalannya persidangan yang memakan waktu dari pagi hingga malam hari ini, Usai mendengarkan ketarangan para saksi, majelis hakim menyatakan sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda masih keterangan saksi.

Sidang kali ini dihadiri sebelas orang saksi termasuk dua orang tersangka yang berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke JPU. Saksi itu ialah Richard Cahyadi (mantan Kaban Kesbangpol Sumsel), Agustinus Toni (Staf BPKAD Sumsel), Suwandi (tim verifikasi dokumen Setda Pemprov Sumsel), Rita Aryani, Joko Imam (mantan Asisten IV Administrasi dan Umum Setda Provinsi Sumsel).

Selain itu, MA Gantada (mantan Ketua DPRD Sumsel), Akhmad Najib (Asisisten III Kesejahteraan Rakyat Setda Sumsel), Mukti Sulaiman (tersangka), Ahmad Nasuhi (tersangka), Laoma L Tobing (Kepala BPKAD Sumsel), Toni Aguswara (Anggota Divisi Hukum dan Administrasi Lahan.

Ada beberapa pejabat sebagai saksi, yaitu Ardani (Kepala Divisi Hukum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sekaligus Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumsel), Angga Ariansyah (Kabag Aset Pemprov Sumsel), dan Syahrullah (Wakil Ketua Divisi Hukum dan Lahan Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya), Lumassia (Sekretaris Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya), dan Zainal Effendi Berlian (Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sejak 2020), Akmad Najib (Asisten III Bidang Kesra Setda Sumsel), Muddai Madang (mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya).

Kasus ini pun menyeret mantan Gubernur Sumsel sekaligus Anggota Komisi VII DPR RI Alex Noerdin, dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Empat terdakwa disebut telah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1).

335