Home Kolom Giatkan Kampung Tematik, Prestasi Besar Walkot Hendi

Giatkan Kampung Tematik, Prestasi Besar Walkot Hendi

Wawancara Khusus

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi

“Kita Punya 177 Kampung Tematik”

-------------------------------------

 

Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, tak kurang dari 177 kampung tematik lahir di Kota Semarang. Mulai dari Kampung Batik, Kampung Jamu, Kampung Kulit Lumpia, hingga Kampung Jawi. Keseluruhannya dibuat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di perkampungan Kota Semarang. Bahkan, keberadaan kampung tersebut menjadi penambah daya tarik wisata di Kota Lumpia. Semarang telah menginspirasi kota-kota lain untuk bersolek diri memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat. Keberhasilan itu tak lepas dari visi besar Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi yang menjadi pelopor keberadaan kampung tematik. Di era kepemimpinannya, kampung tematik disulap menjadi wilayah pariwisata yang dikemas dalam project penanganan wilayah pinggiran. Guna mengetahui lebih jauh tentang program budaya dan kampung tematik di Semarang, Tim Gatra mewawancarai Hendrar Prihadi di Kantor Wali Kota Semarang pada 18 Agustus 2021. Berikut petikannya:

Semarang dianggap berhasil memunculkan sejumlah inovasi di bidang budaya dan kuliner, termasuk Kampung Tematik. Seperti apa program yang digalakkan Pemerintah Kota?

Kita harus melihat dulu visi kota ini, perdagangan dan jasa. Pasti pemimpin-pemimpin zaman dahulu sudah merumuskan dengan cukup lama dan tepat. Karena kita ini kan basic-nya di pesisir, orang kan terbiasa berdagang. Di saat zaman saya, sama Bu Wakil (Wawako, Hevearita G. Rahayu) ini, kita fokus di bidang jasa yang arahnya pariwisata. Karena, waktu itu teman-teman saya ajak diskusi meyakini pariwisata ini ndak pernah terkena krisis. Mau krisis dunia pariwisata malah bangkit, mau krisis Timur Tengah pariwisata malah bangkit, termasuk krisis yang ada di Indonesia waktu itu, krisis moneter, pariwisata yang bertahan. Kecuali hari ini, pandemi Covid-19 yang dihantam justru sektor pariwisata. Maka kemudian, kita melihat kekuatan dan kelemahan kota ini. Kalau bicara Semarang, kita ndak boleh mimpi seperti di Bali ada pasir putih. Bicara Semarang, kita ndak boleh mimpi kayak di Solo dan Yogyakarta punya keraton. Makanya kita gali potensi kita, ketemulah bahwa keunggulan kota ini selain sejarah, dulu [Semarang] kota besar selain Batavia, kita punya magnet namanya kuliner. Dua hal ini yang kemudian kita fokuskan sekaligus kita ciptakan destinasi-destinasi baru.

Selain merevitalisasi Kota Lama sekarang mulai fokus ke destinasi yang baru?

Karena pusat perdagangannya di Kota Lama, pasti waktu itu mimpinya adalah Kota Lama bisa menjadi wilayah seperti yang di Eropa sana, bangunannya keren, kemudian orang lalu-lalang dan Alhamdulillah hari ini kayanya bisa menuju ke situ, meskipun karena Covid-19 kita batasi [aktivitas]. Tetapi kita punya alam, ada di daerah Gunung Pati, Mijen, yang pada saat musim durian, juga sentra durian, sentra rambutan, di situ ada waduk Jatibarang. Kemudian, kita juga lakukan upaya-upaya untuk bisa mengeksplorasi keunikan atau kekhasan warga setempat. Jadi kayak di Gunung Pati, kita kembangkan di daerah Gua Kreo, Kampung Kandri, di situ kemudian kita kerja sama dengan Kodim, kita buat homestay, rumah-rumah warga itu kita kumpulin. Jadilah homestay di situ, kegiatannya lebih natural, alami, makanannya khas nasi petek fresh monkey, itu nasi yang dibungkus daun jati, ada udangnya, sayur-sayuran, ikan asin, tahu, tempe, telor. Tapi kalau makannya di daerah situ, enaknya luar biasa. Ada kemudian Getuk Petek, dari singkong, warnanya putih, itu juga unik. Orang bangun tidur di situ, sarapan, wisatanya adalah nanam padi di sawah, kemudian jalan-jalan menuju tempat wisata air di Waduk Jatibarang dan sebagainya, itu yang coba kita jual.

Upaya menggali potensi masyarakat lewat Kampung Tematik melibatkan peran Bappeda?

Prosesnya kita ada tim yang terdiri dari perguruan tinggi, Bappeda (Badan Pembangunan Daerah), dan masyarakat setempat. Mereka kemudian berdiskusi, dan dari beberapa kriteria potensi ekonomi lokal itu, kemudian diputuskan oleh tim tersebut. Misalnya, yang tadi bilang (kekuatannya) batik, itu selain batik pasti ada potensi yang lain, kemudian dihitung plus-minusnya, kekuatan-kelemahannya.

Wisata Gastronomi di Semarang semakin gencar dengan keberadaan Kampung Tematik. Bagaimana dengan pendanaan dan pengembangan ke depan?

Wisata kuliner kita ada berbagai macam cara [pengembangan], salah satunya kita harus menyiapin tempatnya yang representatif, maka kita punya program namanya kampung tematik. Kampung tematik itu memang tidak melulu ke wilayah kuliner, tapi sifat dari kampung tematik ini adalah pemberdayaan masyarakat atau swadaya. Jadi, Pemkot kasih Rp200 juta kemudian diolah warga jadi infrastrukturnya bagus, salurannya jadi bagus, lingkungannya menarik, hijau, tapi UMKM-nya tumbuh. Kemudian ada yang khas di situ misalnya, Kampung Jawi, Kampung Mangut. Ada juga yang menjual kekuatan kampung misalnya, Kampung Batik di Malon, Kampung Batik di Johar, dan seterusnya. Jadi, kita sekarang punya 177 kampung tematik, sehingga itu juga bisa sebagai sarana memperbaiki infrastruktur, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan potensi lokal.

**