Home Kesehatan Koalisi Minta Kemenkes Alokasikan Janssen ke Kelompok Rentan

Koalisi Minta Kemenkes Alokasikan Janssen ke Kelompok Rentan

Jakarta, Gatra.com -  Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengalokasikan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson (Janssen) untuk masyarakat adat dan kelompok rentan. Vaksin ini diharapkan dialokasikan khusus bagi masyarakat di luar Jawa, penyandang disabilitas atau kelompok rentan lainnya.

Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan adalah koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang memberikan perhatian dan dukungan akses vaksinasi COVID-19 bagi masyarakat adat dan kelompok-kelompok rentan, khususnya penyandang disabilitas dan anak-anak.

Beberapa anggota koalisi ini antara lain, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Filantropi Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA).

Menurut Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin, penggunaan vaksin sekali suntik dari Johnson & Johnson ini, khususnya di luar Jawa, akan membuat vaksinasi lebih efisien. "Efisiensi ini bermanfaat bagi pemerintah dan penerima vaksin," katanya, dilansir dari siaran pers yang diterima Gatra.com pada Rabu, (15/9).

Sementara itu, koalisi tersebut telah bekerja guna membantu pemerintah melakukan vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan di lebih dari 30 kabupaten/kota di 9 provinsi di Indonesia. Dari pengalamannya, mengelar vaksinasi di luar Jawa bukan hal mudah. Di mana faktor jarak, kondisi jalan hingga sarana transportasi bisa menyurutkan minat warga.

Menurut Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, vaksin Johnson & Johnson ini lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota seperti masyarakat adat, di mana akses angkutan kendaraannya minim.

Misalnya di Meratus, Kalimantan Selatan, orang harus berjalan kaki dua hari demi menempuh jarak ke lokasi vaksinasi. "Jika mereka hanya perlu sekali vaksin, akan sangat membantu," katanya.

Demikian pula dengan vaksinasi di kalangan disabilitas. Berdasarkan pengalaman vaksinasi bagi kalangan disabilitas di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, pada Agustus lalu, butuh persiapan ekstra panjang, tempat khusus, juru bahasa isyarat serta tenaga pendamping tambahan. "Butuh koordinasi banyak pihak untuk menggelar vaksinasi kalangan disabilitas," kata Co-founder OHANA Buyung Ridwan Tanjung.

Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkes untuk mengalokasikan vaksin Janssen bagi masyarakat adat dan kelompok rentan agar vaksinasi lebih efisien dan menguntungkan pemerintah serta penerima vaksin. Mereka pun meminta Kemenkes agar memberikan edukasi yang menyeluruh tentang vaksin Janssen tersebut.

Kemudian, mereka juga meminta Kemenkes agar melibatkan tokoh adat, organisasi penyandang disabilitas dan organisasi masyarakat sipil untuk mengedukasi terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada Vaksin Janssen. Serta memberi pendampingan lebih intens bagi masyarakat adat dan kelompok rentan agar jika terjadi KIPI bisa segera menindaklanjuti dan tidak berkembang menjadi hoaks dan menakuti mereka.

124