Home Hukum Tersangka Baru Pintu Masuk Kejagung Seret Semua Pihak Terlibat Asabri

Tersangka Baru Pintu Masuk Kejagung Seret Semua Pihak Terlibat Asabri

Jakarta, Gatra.com – Anggota Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengharapkan, betambahnya 4 tersangka anyar menjadi pintu masuk Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengungkap pihak lain, termasuk aktor intelektual yang terlibat dalam kasus dugaan pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri tahun 2012–2019.

Legislator dari Fraksi Partai Nasional Demokarat (NasDem) ini pada Kamis (16/9), mendorong Kejagung mengusut tuntas semua pihak yang diduga terlibat, terutama aktor intelektualnya maupun orang-orang terdekat tersangka yang turut menggoreng saham. "Harus dikejar mereka. Entar [nanti] pasti dapat [aktor intelektual]," katanya.

Ia optimistis semua pihak yang diduga terlibat termasuk aktor intelektualnya akan terungkap karena penyidikan mega korupsi yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun ini masih terus bergulir. "Ini kan masih berproses di Kejagung," ucpanya.

Meski demikian, Sahroni mengingatkan Kejagung harus melibas sipapun yang terlibat tanpa memandang siap apun pihak yang terlibat. "Siapa pun itu, semua yang terlibat harus diproses," katanya.

Selain masih di tahap penyidikan, ada sejumlah tersangka Asabri yang perkaranya sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pada persidangan Senin kemarin, Hari dari Komite Investasi yang dihadirkan sebagai saksi menyampaikan bahwa terdakwa Sonny Widjaja sempat melakukan pertemuan dengan Heru Hidayat untuk membahas mengenai komitmen pembayaran untuk menambal kerugian investasi Asabri sebesar Rp1,1 triliun. "Ada pertemuan untuk membicarakan komitmen pembayaran Heru Hidayat," ujarnya.

Kuasa hukum terdakwa Sony Widjaja, Heru Buwono, mengatakan, saat kliennya menjabat direktur utama (dirut) PT Asabri melakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan Asabri.

"Kepentingan Pak Sonny Widjaya melakukan upaya-upaya untuk selamatkan Asabri dengan melakukan komitmen tertentu dengan pihak-pihak yang akan selamatkan Asabri," ujar Heru Buwono.

Menurutnya, banyak masalah di perusahaan pelat merah tersebut sebelum kliennya menjabat ?dirut, di antaranya "bolongnya" investasi Asabri. Sonny yang mempunyai itikad baik pun langsung memerintahkan Komite Investasi membuat analisa dan cara untuk selesaikan masalah lama.

"Upaya Pak Sonny melakukan komitmen dengan sejumlah pihak. Nah, sebelum pelaksanaan komitmen tadi, terjadi case lain seperti Jiwasraya sehingga komitmen dari para pihak itu tidak bisa terlaksana," ujarnya.

Pada saat awal menjabat, Sonny Widjaya diyakini tidak pernah mengenal Heru Hidayat. Namun secara tiba-tiba dalam waktu singkat dapat mempercayakan Heru Cs sebagai mitra Asabri dalam mengelola investasi yang begitu besar.

Santer beredar bahwa perkenalan Sonny dan Heru Hidayat tersebut terjadi karena direferensikan seseorang yang merupakan pejabat tinggi di suatu lembaga yang menghitung kerugian keuangan negara.

Awlanya, Sonny dimita bertemu dengan pejabat tersebut untuk menyelesaikan persoalan Asabri yang terjadi di era direksi sebelumnya. Akhirnya, pejabat tersebut mereferensikan Heru Hidayat dan menyebutnya mampu menyelesaikan persoalan. Sonny pun meminta Hari Setianto, Direktur Investasi Asabri, untuk menindaklanjuti dan merealisasi upaya tersebut.

Kejagung terus menanbah tersangka dalam ini. Disinyalir, masih banyak pihak, khususnya emiten yang diduga terlibat. Diduga terdapat sejumlah emiten yang sahamnya masih di Asabri dan melebihi batas ketentuan sebesar 5%.

Informasi yang beredar di media, dari data KSEI, persentase jumlah kepemilikan saham mereka dapat terbagi dalam dua kelompok besar, yakni mitranya Heru Hidayat, seperti dalam kepemilikan saham FIRE sebanyak 23,6% , PCAR 25,14%, IIKP 12,32%, SMRU 8,11%. Para mitra tersebut diduga menjual sahamnya secara langsung kepada Asabri.

Sedangkan kelompok kedunya, adalah pemilik saham atau emiten yang bukan dimiliki Heru ataupun Benny Tjokrosaputro, seperti saham SDMU sejumlah 18% , HRTA 6,6%, MINA 5,3%, dan TARA 5,03%.

Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Supardi, menyampaikan, pihaknya masih terus mendalami kasus ini untuk menyeret siapa pun yang diduga terlibat. "Kita tunggu progres penyidikan berikutnya. Punya hubungan dengan siapupun, yang penting ada alat bukti pendukungnya, pasti kita dalami," katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung menambah 3 tersangka anyar, yakni ESS (THS) selaku Wiraswasta (Mantan Direktur Ortos Holding, Ltd, ESS (THT). Penyidik menetapkan yang besangkutan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-28/F.2/Fd.2/09/2021, tanggal 14 September 2021.

Kemudian, mantan Komisaris Utama PT Sinergi Millenium Sekuritas semula bernama PT Milenium Danatama Sekuritas, B, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-29/F.2/Fd.2/09/2021, tanggal 14 September 2021.

Terakhir, Komisaris PT Sekawan Inti Pratama, RARL. Dia menyandang status tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-30/F.2/Fd.2/09/2021, tanggal 14 September 2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menjelaskan, ketiga orang di atas ditetapkan sebagai tersangka karena perannya masing-masing. Untuk tersangka ESS, bermula sekitar tahun 2012 ada pertemuan antara direksi PT Asabri dengan ES, dan B terkait dengan rencana penjualan saham SUGI (PT Sugih Energi, Tbk).

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, lanjut Leo, ESS kemudian meminta bantuan Komisaris PT Millenium Danatama Sekuritas, B; dan pemilik PT Millenium Capital Management, LAC; untuk menjual saham SUGI, dengan kesepakatan jika B dapat menjual 1 lembar saham SUGI maka akan mendapatkan 2 lembar saham SUGI.

"M?enindaklanjuti kesepakatan tersebut, kemudian B yang mengelola saham SUGI aktif melakukan transaksi, di antara nominee-nomineenya sendiri sehingga berhasil menaikkan harga saham SUGI," ungkapnya.

Selanjutnya, B mendapatkan saham SUGI dari ESS sebanyak 250 miliar lembar yang transaksinya dilakukan secara Free Of Payment (FOP) melalui Nominee ES di Millenium Danatama Sekuritas.

Leo melanjutkan, dalam tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 setelah berhasil menaikkan harga saham SUGI melalui nominee-nomineenya di PT Millenium Danatama Sekuritas, kemudian B menjual saham SUGI kepada PT Asabri (Persero).

"Saham SUGI tidak memiliki fundamental yang baik dan bukan merupakan saham yang liquid sehingga mengalami penurunan harga," ungkapnya.

Pada saat saham SUGI mengalami penurunan harga sampai Rp140 per lembar, kemudian PT Asabri bekerja sama dengan 4 Manajer Investasi (MI) untuk memindahkan saham SUGI dari portofolio saham PT Asabri (persero) menjadi underlying portofolio reksadana milik PT Asabri di reksadana Guru, reksadana Victoria Jupiter, Reksadana Recapital Equity Fund, Reksadana Millenium Balanced Fund, dan Reksadana OSO Moluccas Equity Fund tidak dengan harga pasar wajar tetapi dengan harga perolehan.

"Sisa saham SUGI yang masih ada di portofolio saham PT Asabri (Persero) kemudian dijual di bawah perolehan (cutloss) pada PT Tricore Kapital Sarana," ungkapnya.

Sedangkan peran tersangka B, lanjut Leo, yakni berawal dari PT Bumi Citra Permai, Tbk (BCIP) melakukan penawaran perdana di akhir Tahun 2009. Lantas Grup Millenium (PT Bumi Citra Investindo, Reksadana Millenium Berkembang, Reksadana Millenium Equity, Millenium Equity Growth Fund, PT Millenium Danatama Indonesia dan Reksadana Millenium Dynamic Equity Fund) memiliki saham PT Bumi Citra Permai, Tbk (BCIP) sebanyak 61%, dan Komisaris utama PT BCIP adalah Tahir Ferdian yang merupakan mertua dari B sehingga saham BCIP dikendalikan oleh B.

"B selaku pengendali saham BCIP menawarkan saham BCIP kepada PT Asabri (Persero) melalui IWS, sehingga saat itu, IWS bersepakat dengan B," katanya.

Kesepakatannya yakni bahwa PT Asabri akan membeli saham BCIP dengan catatan apabila mengalami penurunan harga maka B harus membeli kembali saham tersebut atau menggantinya dengan saham yang lebih bagus.

Leo melanjutkan, pembelian perdana saham BCIP dilakukan pada tahun 2014 dan berlanjut sampai dengan tahun 2017 tanpa adanya penawaran dari emiten BCIP dan tanpa dilakukan analisa atas saham BCIP oleh Divisi Investasi PT Asabri (Persero), dalam melakukan transaksi saham BCIP dilakukan melalui pasar negosiasi.

Pembelian saham BCIP dilakukan pada saat harga tinggi, baik langsung dibeli untuk menjadi underlying portofolio saham PT Asabri (Persero) maupun dibeli langsung oleh reksadana-reksadana atau manajer investasi yang mengelola investasi PT Asabri (Persero), atau dijual terlebih dahulu kepada pihak ketiga, yakni Atrium Asia Capital Partners PTE, Ltd.

"Kemudian pihak ketiga menjual kembali secara negosiasi kepada reksadana atau Manajer Investasi yang mengelola investasi PT Asabri (Persero)," ungkapnya.

Selanjutnya, pada tahun 2017 ketika saham BCIP mengalami penurunan harga, kemudian PT Asabri (Persero) memindahkan saham BCIP dari portofolio saham PT Asabri menjadi Underlying reksadana Millenium Balanced Fund dan Reksadana MAM Dana Berimbang Syariah dengan menggunakan harga perolehan atau lebih tinggi dari harga perolehan.

Adapun peran tersangka RARL, yakni berawal ketika ?PT Sekawan Intipratama, Tbk (SIAP) melakukan penawaran perdana saham SIAP pada tahun 2008. Kemudian, pada tahun 2014 melakukan Penawaran Umum Terbatas I dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sehingga sejak saat itu Fundamental Resources menguasai 99,74% saham SIAP.

"?Bahwa RL merupakan beneficial owner dari Fundamental Resources dan PT Indo Wana Bara Mining Coal (IWBMC). Bahwa setelah Penawaran Umum Terbatas I kemudian Fundamental Resources melakukan mutasi saham kepada pihak-pihak yang terafiliasi dengannya, di antaranya kepada PT Evio Securities dengan instruksi Delivery Free Of Payment (DFOP)," katanya.

Menurut Leo, transaksi baik jual maupun beli saham SIAP dilakukan di antara anggota Group RL melalui PT Evio Securities sehingga terjadi binit up atas saham dan terjadi wash sale sehingga seolah-olah terjadi pergerakan harga saham.

Adapun saham SIAP pernah dihentikan sementara perdagangannya atau suspend oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 24 September 2014 dan 6 Februari 2015 sehingga saham SIAP sebenarnya tidak layak untuk diinvestasikan.

"PT Asabri (Persero) pada tahun 2014 sampai dengan 2015 walaupun tanpa dibuatkan analisa terkait pembelian saham PT SIAP oleh Divisi Investasi, tetapi tetap melakukan pembelian saham SIAP melalui PT Evio Sekuritas melalui di pasar negosiasi dengan harga Rp170 per lembar sampai dengan Rp415 per lembar.

"Pembelian saham SIAP pada bulan Desember 2014 dilakukan pada saat harga tinggi karena setelah itu mengalami penurunan harga," katanya.

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka ketiga orang di atas melanggar sangkaan primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun sangkaan subsidernya, yakni melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Pidsus Kejagung langsung menahan atau memasukkan mereka ke dalam sel tahanan. Untuk tersangka ESS (THS) yang juga berstatus terpidana perkara korupsi Dana Pensiun Pertamina, saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A, Salemba Jakarta Pusat.

Sedangkan tersangka B yang juga berstatus terpidana perkara korupsi Dana Pensiun Pertamina, saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A, Tanggerang, Banten. Adapun tersangka RARL yang berstatus terdakwa perkara Danareksa, saat ini ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

"Penetapan terhadap 3 orang tersangka dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M," katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung awalnya menetapkan 9 orang tersangka, yakni mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asabri periode 2011-Maret 2016, (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri; mantan Dirut PT Asabri Maret 2016-Juli 2020, (Purn) Letjen Sonny Widjaja; mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, Bachtiar Effendi; mantan Direktur Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019, Hari Setianto.

Selanjutnya, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012-Januari 2017, Ilham W. Siregar, Dirut PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; Dirut PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, Direktur Jakarta Emiten Investor Relation, Jimmy Sutopo (JS).

Ke-9 orang di atas disangka melanggar sangkaan primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sangkaan subsidairnya, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejagung kemudian mengembangkan kasus ini dan kembali menetapkan Benny Tjokrosaputro (Benjtok) dan Heru Hidayat sebagai tersangka. Kali ini mereka menjadi pesakitan dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.

"TPPU dari predicate crime perkara tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri yang diduga menyebabkan kerugian keuangan negara kurang lebih Rp 23 triliun," katanya.

Adapun kronologinya, yakni dalam kurun waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2019, PT Asabri (Persero) telah melakukan penempatan investasi dalam bentuk pembelian saham maupun produk Reksa Dana kepada pihak-pihak tertentu.

Penempatan investasi ini dilakukan melalui sejumlah nominee yang terafiliasi dengan Bentjok dan Heru Hidayat tanpa disertai dengan analisis fundamental dan analisis teknikal serta hanya dibuat secara formalitas.

Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, Kepala Divisi Investasi sebagai pejabat yang bertanggung jawab di PT Asabri (Persero) justru melakukan kerja sama dengan Bentjok dan Heru Hidayat dalam pengelolaan dan penempatan investasi PT Asabri (Persero) dalam bentuk saham dan produk Reksa Dana yang tidak disertai dengan analisis fundamental dan analisis teknikal.

"Investasi tersebut melanggar ketentuan Standar Opersional Prosedur (SOP) dan Pedoman Penempatan Investasi yang berlaku pada PT Asabri (Persero)," ungkap Leo.

Atas dasar hal tersebut, terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direktur utama (Dirut), direktur investasi dan keuangan, kepala divisi investasi yang menyetujui penempatan investasi PT Asabri (Persero) tanpa melalui analisis fundamental dan analisis teknikal.

Penempatan investasi tersebut hanya berdasarkan analisa penempatan Reksa Dana yang dibuat secara formalitas, bersama-sama dengan Bentjok selaku Direktur PT Hanson Internasional, Heru Hidayat selaku Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra, Lukman Purnomo (LP) selaku Direktur PT Eureka Prima Jakarta Tbk, SJS selaku Konsultan, ES selaku nominee, RL selaku Komisaris Utama PT Fundamental Resourches dan Beneficiary Owner, dan B selaku nominee BTS saham SUGI melalui nominee ES.

Ulah tersebut mengakibatkan adanya penyimpangan dalam investasi saham dan Reksa Dana PT Asabri dan mengakibatkan kerugian sebesar Rp23.739.936.916.742,58 (Rp23,7 triliun lebih).

"Oleh karena itu, BTS [Benny Tjokrosaputro] dan HH [Heru Hidayat] sebagai pihak-pihak mengelola dan menimbulkan kerugian negara dlam hal ini PT Asabri (Persero), ditetapkan sebagai tersangka TPPU," katanya.

Kejagung menyangka Benny Tjokrosaputro atau Bentjok dan Heru Hidayat diduga melanggar Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selanjutnya, berkas perkara 8 orang tersangka, yakni Adam Rachmat Damiri, Sonny Widjaja, Bachtiar Effendi, Hari Setianto, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Lukman Purnomosidi, dan Jimmy Sutopo dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk disidangkan. Sedangkan tersangka Ilham W. Siregar perkaranya dihentikan karena yang bersangkutan meninggal dunia.

Penyidikan terus bergulir, Kejagung lantas menetapkan 10 perusahaan atau korporasi manajer investasi (MI) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012–2019. "Telah menetapkan 10 tersangka manajer investasi," kata Leo, Rabu (28/7).

Adapun ke-10 manajer investasinya, yakni:
1. Korporasi PT IIM
2. Korporasi PT MCM
3. Korporasi PT PAAM
4. Korporasi PT RAM
5. Korporasi PT VAM
6. Korporasi PT ARK
7. Korporasi PT OMI
8. Korporasi PT MAM
9. Korporasi PT AAM
10. Korporasi PT CC.

Penyidik menetapkan ke-10 manajer investasi tersebut setelah melakukan gelar perkara (ekspose) yang diketahui dari hasil pemeriksaan terhadap pengurus manager investasi telah menemukan fakta bahwa Reksadana yang dikelola oleh manajer investasi pada pokoknya tidak dilakukan secara profesional serta independen.

Tidak profesional dan independen karena dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pihak pengendali tersebut sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara yang digunakan atau dimanfaatkan oleh manajer investasi.

"Perbuatan manajer investasi tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan tentang Pasar Modal dan Fungsi-Fungsi Manajer Investasi serta peraturan lainnya yang terkait," ungkapnya.

Menurut Leo, ulah atau perbuatan para manajer investasi tersebut telah merugikan keuangan negara pada PT Asabri (Persero) sebesar Rp22.788.566.482.083,00 (Rp22,7 triliun lebih).

Kejagung menyangka ke-10 perusahaan atau korporasi manajer investasi tersebut diduga melanggar Pasal 2 juncto Pasal 3 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 dan 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Setelah itu, Kejagung menetapkan 1 tersangka anyar. AdalahPresiden Direktur (Presdir) PT Rimo International Lestari Tbk, Teddy Tjokrosaputro (TT) yang giliran menjadi peskitan. Adik dari Benny Tjokrosaputro (Bentjok) tersebut langsung dijebslokan ke dalam sel tahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

Penyidik menahan tersangka Teddy Tjokrosaputro selama 20 hari untuk kepentingan pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang membelitnya.

"Penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-17/F.2/Fd.2/08/2021 tanggal 26 Agustus 2021," ujar Leo.

Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menetapkan Teddy Tjokrosaputro sebagai tersangka karena diduga telah turut serta melakukan perbuatan bersama-sama terdakwa Benny Tjokrosaputro.

Penetapan status tersangka Teddy Tjokrosaputro dalam kasus dugaan korupsi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-26/F.2/Fd.2/08/2021 tanggal 26 Agustus 2021.

Sedangkan untuk kasus dugaan tindak pidana pencucian uang tersangka TT berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus No.Print-14/F.2/Fd.2/08/2021 tanggal 26 Agustus 2021.

Kejagung menyangka TT melanggar sangkaan kesatu primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kesatu subsider, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian sangkaan kedua, pertama, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua, Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

684