Home Info Sawit PSR Serap Tenaga Kerja di Masa Pandemi

PSR Serap Tenaga Kerja di Masa Pandemi

Jakarta, Gatra.com- Wakil Presiden, Ma'ruf Amin menegaskan bahwa Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi upaya pemerintah untuk mendongkrak produktivitas kebun sawit rakyat yang rendah. Hanya sekitar 3,7 ton per hektare per tahun, padahal potensi yang dapat dihasilkan bisa mencapai 8 ton per hektare per tahun.

"Selain sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada pekebun rakyat, peremajaan sawit rakyat juga merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional yang mampu menyerap banyak tenaga kerja di masa pandemi Covid-19," kata Ma'ruf Amin..

Hingga 2022, pemerintah menargetkan peremajaan sawit rakyat pada lahan seluas 540.000 hektar. Untuk 2021, program ini ditargetkan menyasar seluas 180.000 hektar dengan alokasi dana sebesar Rp5,567 triliun.

Pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit perlu bersatu padu, bekerja bersama, dan berkolaborasi untuk mencapai target tersebut. Diperlukan kerjasama yang erat oleh tiga pihak dalam rangka pengelolaan sawit berkelanjutan, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat.

Ma'ruf menambahkan, saat ini petani swadaya merupakan aktor utama sektor perkebunan kelapa sawit. Petani swadaya menguasai hampir separuh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, dari sekitar 14,6 juta Ha perkebunan kelapa sawit, diperkirakan sebesar 6,04 juta hektare (41,35 persen) dikuasai perkebunan rakyat dengan produksi minyak sawit 16,2 juta ton (34 persen).

Oleh karena itu, pemerintah memandang penting untuk memberikan perhatian khusus kepada perkebunan rakyat, terutama untuk lebih meningkatkan kesejahteraan petani.

Terdapat setidaknya tiga kluster yang perlu dikelola dengan baik dalam rangka peningkatan nilai tambah dan perbaikan kesejahteraan petani. Pertama, Penguatan sektor hulu, yang dilakukan melalui pembibitan dan pengelolaan selama masa tanam, peningkatan produktivitas tanaman sawit rakyat, serta tanaman sela dan integrasi dengan ternak atau disebut sebagai pertanian terintegrasi (misalnya integrasi sawit dengan sapi).

Kedua, memperkuat industri hilir. Dilakukan melalui penguatan permodalan, pengembangan dan pengelolaan produksi sawit pasca panen, hilirisasi atau pengembangan dan pengolahan produk turunan dengan nilai tambah tinggi, pengembangan pemasaran dan penguatan pasar sawit, serta tetap menjaga harga CPO.

Ketiga, peningkatan kualitas SDM, yang dilakukan melalui pembinaan, pelatihan, magang, studi banding, dan konsultasi. Selanjutnya manajemen usaha serta penguasaan teknologi untuk perbaikan sistem produksi dan kontrol kualitas, pengembangan desain dan rekayasa produk, peningkatan efisiensi penggunaan bahan baku, juga pemanfaatan teknologi untuk pemasaran.

"Guna meningkatkan nilai tambah, perkebunan rakyat harus mulai masuk ke industri hilir untuk meningkatkan pendapatan dan peluang pengembangan usaha yang lebih luas," jelas Ma'ruf.