Home Milenial Forum Global Serukan Rokok Alternatif, Hikayat Tembakau dan Modernisasi

Forum Global Serukan Rokok Alternatif, Hikayat Tembakau dan Modernisasi

Jakarta, Gatra.com – Forum Global tentang Nikotin 2021 (#GFN21) yang diadakan pada Juni 2021 di Liverpool, Inggris menyoroti peran penting produk nikotin yang aman dalam upaya mengurangi kematian dan penyakit akibat rokok. Forum tersebut melibatkan partisipasi dari kesehatan masyarakat internasional, ilmuwan, praktisi medis, pakar pengendalian tembakau, analis industri dan investasi, serta konsumen.

Sejak awal pandemi Covid-19, dunia telah kehilangan sekitar 3,75 akibat infeksi Covid-19—angka yang tragis namun masih di bawah setengah angka kematian tahunan akibat merokok. Setiap hari, 1,1 miliar perokok masih aktif “menyalakan” punting rokok di seluruh dunia, meski upaya pengendalian tembakau telah dilakukan selama beberapa dekade.

Para ahli di Forum Global tentang Nikotin membahas pendekatan yang disebut efektif mengurangi dampak buruk tembakau. Orang yang tidak dapat berhenti dari nikotin didorong beralih dari produk yang mudah terbakar atau produk oral yang berbahaya ke produk nikotin yang lebih aman termasuk vape (rokok elektrik), snus yang dipasteurisasi, kantong nikotin non-tembakau, dan produk tembakau yang dipanaskan.

Direktur Global Forum on Nicotine (GFN), Gerry Stimson menyatakan, saat ini terdapat sekitar 98 juta perokok dewasa telah beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih aman dibanding rokok.

“Bahkan di Jepang, penjualan rokok turun sepertiga sejak produk tembakau alternatif datang ke pasar. Produsen sekarang harus memastikan alternatif yang lebih aman terjangkau oleh konsumen di negara-negara LMIC (low and middle-income countries), bukan hanya konsumen di negara-negara berpenghasilan tinggi,” kata Gerry dikutip dari The Guardian pada 17 September 2021.

Profesor di Imperial College London, Inggris itu menyebut, otoritas kesehatan mendukung vaping menggantikan rokok konvensional dan vape sekarang menjadi tren populer. Kematian terkait tembakau di Swedia--di mana snus hampir menggantikan merokok-- menjadi yang terendah di Eropa.

Gerry menerangkan, pemimpin pengendalian tembakau internasional gigih mengejar pendekatan yang tidak bertanggung jawab terhadap tembakau dan nikotin. Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) aktif menyebarkan informasi yang salah tentang produk nikotin baru. WHO menurutnya perlu memfokuskan upaya untuk mendukung 1,1 miliar perokok dewasa berhenti dengan segala cara yang tersedia.

“Banyak dari apa yang telah saya lihat dan dengar selama beberapa hari terakhir telah membesarkan hati; rasanya seolah-olah kita berada di lintasan yang benar. Konsumen di seluruh dunia menjadi sadar akan peluang yang ditawarkan produk nikotin yang lebih aman. Inovasi di pasar, saya yakin, akan mengarah pada keusangan rokok yang mudah terbakar,” katanya.

Seperti apa perjalanan produk tembakau alternatif ini? Simak cerita berikut agar Anda lebih paham mengenai produk alternatif dengan risiko yang lebih rendah dari rokok ini.

Simbol Bangsawan sekaligus Perlawanan

Awalnya, konsumsi tembakau pernah menjadi simbol status sosial bagi bangsawan Eropa pada awal abad 16. Jasa dari Jean Nicot de Villemain, diplomat Kerajaan Prancis di bawah kekaisaran Raja Henry II yang membawa tembakau ke Prancis dari Portugis usai bertugas di sana. Namanya diabadikan sebagai nama zat yang terkandung dalam tembakau, yaitu nikotin.

Konsumsi tembakau semakin populer saat Jean Nicot memberikan snuff, tembakau giling yang dikonsumsi melalui rongga hidung, kepada Ratu Catherine de’Medicici, istri Raja Henry II. Ratu Catherine sangat puas dengan hasil mengonsumsi snuff, ia menobatkan tembakau sebagai Queen of Herbs saat itu.

Dari sana, ketenaran snuff di kalangan bangsawan Prancis kemudian menyebar di kalangan bangsawan Eropa, terutama di daratan Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia. Di Swedia, snuff dimodifikasi dengan cara ditambahkan garam dan sodium karbonat serta diberi perisa. Produk ini dikenal dengan nama snus dan menjadi salah satu produk tembakau non rokok tertua yang masih eksis sampai saat ini.

Beranjak ke Tanah Air, sejarah tembakau di nusantara juga memiliki sisi menarik. Ini terbukti dari kisah Roro Mendut yang menjadikan rokok sebagai alat menghindari perkawinan paksa dengan Tumenggung Wiraguna, Panglima Perang Mataram, akibat kalah perang.

Penolakan Roro Mendut terhadap pernikahan itu membuatnya dihukum untuk membayar upeti bernilai tinggi. Menyiasati itu, ia kemudian berjualan rokok di wilayah Mataram. Di luar dugaan, dagangannya laku keras sehingga Roro Mendut sama sekali tidak kesulitan membayar hukuman upetinya. Dalam perkembangan cerita rakyat tersebut, Roro Mendut menjelma menjadi ikon rokok nusantara.

Nilai Ekonomi Tinggi

Kisah Roro Mendut juga merepresentasikan nilai ekonomi tinggi yang dimiliki tembakau sejak dulu kala, tidak cuma di Indonesia melainkan juga di dunia. Di Amerika, saat terjadi perang sipil 1776, Presiden George Washington sempat menyerukan penggalangan dana perang melalui tembakau, bukan uang.

‘Emas Cokelat’ ini memang menjadi salah satu komoditas global yang berharga sejak Christoper Columbus menemukannya pada abad 15 di Amerika. Bahkan, tembakau sempat menjadi alat tukar bernilai tinggi.

Sampai kini pun, tembakau masih memiliki nilai komersil yang tinggi. Pada 2019, tercatat nilai industri tembakau dunia mencapai US$818 miliar. Dari nilai tersebut, industri tembakau alternatif melalui produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan lainnya menyumbang lebih dari US$35 miliar.

Risiko Lebih Rendah Dibandingkan Rokok

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat terkait bahaya merokok meningkat. Hal ini menjadi salah satu alasan adanya permintaan terhadap produk tembakau alternatif. Sejumlah penelitian juga menunjukkan adanya tendensi yang kuat bagi perokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko dan sepenuhnya berhenti merokok.

Riset Public Health England (2015) memaparkan produk tembakau alternatif memiliki risiko yang 95% lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Adapun laporan The Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR) bertajuk No fire, No smoke pada 2018 menunjukkan bahwa konsumsi produk tembakau alternatif telah berhasil menekan konsumsi rokok konvensional.

Laporan itu mengangkat contoh keberhasilan beberapa negara. Di Jepang pada periode 2017-2019, produk tembakau yang dipanaskan telah berhasil menurunkan angka perokok sebesar 27%. Sementara, di Swedia penggunaan snus juga telah mengurangi jumlah kejadian penyakit berbahaya terkait rokok, dan menjadikannya yang terendah di Uni Eropa kini.

Penelitian bertajuk Snus Cessation Patterns- a Long Term Follow Up of Snus Users in Sweden pada 2020 menyimpulkan 80% responden berhasil berhenti merokok dengan snus. Kemudian di Norwegia, penggunaan snus juga tercatat menurunkan jumlah perokok sampai 10% sejak 2008 sampai 2017. Di Inggris, jumlah perokok tercatat menurun sampai 5% sepanjang 2011-2017 berkat rokok elektrik. Pencapaian itu didukung sikap Pemerintah Inggris yang suportif terhadap produk tembakau alternatif, terlebih sejak Departemen Sosial dan Kesehatan Inggris mencanangkan Tobacco Control Plan pada 2017.

Tobacco Control Plan merupakan strategi jangka panjang yang dirancang Pemerintah Inggris untuk mengurangi konsumsi rokok secara komprehensif. Mulai dari aspek rantai konsumsi, kebijakan fiskal, sampai rehabilitasi. Salah satu implementasi strategi ini dengan pembukaan dua toko vape di rumah sakit oleh National Health Service (NHS). Kebijakan ini dilakukan lantaran produk tembakau alternatif dinilai lebih efektif mengurangi angka perokok dibandingkan perawatan medis.

Langkah progresif Pemerintah Inggris yang menyadari produk tembakau alternatif punya potensi besar bagi kesehatan masyarakat sudah banyak diterapkan di sejumlah negara. Contoh positif ini juga perlu ditiru negara-negara lain, termasuk Indonesia. Konsumsi produk tembakau alternatif telah terbukti menjadi alternatif solusi mengurangi prevalensi perokok yang efektif.

304