Home Ekonomi Pemprov DKI Larang Iklan Rokok Dinilai Kontraproduktif

Pemprov DKI Larang Iklan Rokok Dinilai Kontraproduktif

Jakarta, Gatra.com- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beberapa waktu lalu mengeluarkan Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021 yang melarang pedagang untuk pajang rokok di toko atau warung serta pelarangan iklan rokok. Hal tersebut dinilai mengabaikan pemulihan ekonomi masyarakat yang terpukul oleh pandemi Covid-19.

 

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto mengatakan Seruan Gubernur DKI Jakarta kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi. 

 

Pemulihan ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19 adalah hal yang sangat penting. Pelarangan yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta, kata Joko, seharusnya memperhatikan kondisi masyarakat bawah dalam keadaan ekonomi sedang sulit seperti ini. 

 

"Saya bukan perokok, bukan berarti saya melarang teman-teman saya untuk merokok," ujar Joko Setiyanto, Senin (20/9).

 

Joko menilai seruan tersebut hanya membuang-buang energi bagi Pemprov DKI. Menurutnya Pemprov Jakarta bisa mengerjakan hal yang lebih penting daripada menutup reklame dan display rokok. "Ada masalah yang harus diselesaikan dengan cepat dahulu, seperti menyelesaikan vaksinasi di pasar agar masyarakat tidak takut untuk masuk pasar," ucapnya

 

Sependapat dengan Joko, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan kebijakan Gubernur DKI Jakarta kontraproduktif dengan kebijakan Pemerintah Pusat terkait Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baginya menghidupkan kembali ekonomi setelah 2 tahun terdampak pandemi adalah hal yang lebih perlu dilakukan segera.

 

Trubus mengatakan kebijakan yang diambil Pemprov DKI bertentangan dengan peraturan yang lain, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012, yang di dalam PP tersebut rokok diizinkan melakukan reklame dalam ruang. 

 

Kebijakan tersebut juga bertentangan dengan  Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 54/PUU-VI/2008 dan 6/PUU-VII/2009. Dalam keputusan MK tersebut, rokok tidak ditempatkan sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan, terlebih lagi tidak ada larangan untuk diperjualbelikan begitu pun tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang. 

 

Produk rokok, lanjut Trubus, sama seperti produk lainnya yang biasa ditemukan di minimarket atau toko adalah produk yang legal, terbukti dengan dikenakannya cukai terhadap rokok dan tembakau.

 

Karena itu, Trubus menekankan bahwa DKI Jakarta sebagai ibukota negara jangan menerapkan aturan sendiri yang dapat berimbas luas dan disalahartikan. "DKI Jakarta adalah bagian tidak terpisahkan oleh NKRI, seruan (Anis Baswedan) itu melanggar peraturan yang ada," tutupnya.

 

Sebagai perwakilan konsumen, sebelumnya, Jibal Windiaz yang merupakan bagian dari Komunitas Kretek menilai bahwa seruan menutup reklame rokok di etalase minimarket merupakan upaya menihilkan hak masyarakat, terlebih para penjual di tengah kondisi pandemi. 

 

Dia menyebut semestinya pemerintah berfokus pada upaya pengawasan yang serius dalam upaya menegakkan peraturan Kawasan tanpa rokok, dan pelarangan penjualan rokok kepada anak di bawah umur, yang saat ini belum terimplementasi.

 

"Upaya yang dilakukan Pemprov DKI nyatanya bertabrakan dengan payung hukum tentang Kawasan Tanpa Rokok yang disusun Pemerintah Pusat," tutupnya.

 

766