Home Ekonomi Pemerintah Naikkan Cukai Rokok, Pelaku Industri Gamang, Ditentang Buruh

Pemerintah Naikkan Cukai Rokok, Pelaku Industri Gamang, Ditentang Buruh

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah menargetkan pendapatan negara dari cukai dalam RAPBN 2022 sebesar Rp203,9 triliun. Angka itu naik 13,2% dibandingkan APBN 2021. Target penerimaan tersebut akan dipenuhi dengan menaikkan tarif cukai rokok dan memperluas barang kena cukai (BKC).

“Cukai hasil tembakau (CHT), ada target kenaikan. Seperti biasa, kami nanti akan menjelaskan mengenai aturan CHT,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RAPBN 2022 pada 18 Agustus 2021.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyatakan, terdapat empat pertimbangan dalam merumuskan kenaikan CHT. Antara lain aspek kesehatan, aspek ketenagakerjaan, penerimaan negara, dan peredaran rokok illegal. Rencana kenaikan cukai ini juga memunculkan pro dan kontra. Beberapa kalangan menentang kenaikan cukai rokok di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Alasan lain kenaikan CHT disinyalir akan berdampak pada industri dan tenaga kerja. Sebab, salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja dari hulu hingga hilir adalah industri hasil tembakau (IHT). Tercatat tidak kurang dari 6 juta tenaga kerja mulai dari buruh tani, supir, hingga buruh level menengah hidup dari sektor ini. Selain penyediaan lapangan pekerjaan IHT juga memberikan sumbangan yang tinggi pada keuangan negara.

Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Purnomo mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan kenaikan cukai rokok. “Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok. Rencana kenaikan cukai rokok yang disampaikan pemerintah, itu akan mematikan nasib jutaan buruh industri rokok dan tembakau di seluruh Indonesia,” ujar Purnomo dalam keterangan yang diterima Gatra.com, Rabu (22/9).

Purnomo meminta agar pemerintah tidak mengambil kebijakan yang memacu gejolak ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Misalnya, dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 dan simplifikasi tier cukai rokok. “Kalau simplifikasi tier cukai dapat mematikan pabrik pabrik rokok kecil sekaligus juga mematikan nasib buruh rokok, kami meminta pemerintah tidak melakukan simplifikasi. Kami juga meminta pemerintah menunda perubahan atas PP No. 109 tahun 2012. Penerintah harus fokus melindungi industri sekaligus melindungi nasib buruhnya,” kata Purnomo.

Di kesempatan berbeda, Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi memaparkan data bahwa di tahun 2020—saat pandemi Covid 19 berlangsung—pemerintah menaikan harga jual eceran dan cukai rokok masing masing 23% dan 35%. Pada 2021, kenaikan tarif cukai kembali naik di atas 12,5%. “Kenaikan ini tentu sangat berat karena di tengah tengah situasi pandemi Covid-19, di mana situasi tersebut sangat tidak menguntungkan IHT,” ujar Benny.

Benny menyebut, IHT telah patuh pada kebijakan pemerintah. Kenaikan cukai beruntun di tengah krisis Covid-19 menurutnya akan berdampak pada pertumbuhan IHT. Akibatnya, volume produksi dan penjualannya mengalami penurunan rata rata di angka 9% hingga 17,5%.

“Jika pemerintah kembali menaikan cukai rokok di tahun 2022, tentu akan berimbas kepada penurunan volume produksi kembali. Hal ini akan semakin memberatkan IHT dan pengurangan tenaga kerja. Sekaligus juga berdampak pada perekonomian nasional,” tutup Benny.

179