Home Info Sawit Jurus Cepat Sertifikasi ISPO Lewat Klinik Sawit

Jurus Cepat Sertifikasi ISPO Lewat Klinik Sawit

Jakarta, Gatra.com- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memiliki komitmen tinggi untuk menargetkan 100% sertifikasi ISPO bagi anggotanya. Berbagai langkah dan strategi telah dijalankan untuk mewujudkan target ini. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan terutama kehadiran Komite dan Sekretariat ISPO untuk mempermudah komunikasi.

Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.

Hal itu diutarakan Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI, saat menjadi pembicara Dialog Webinar Refleksi 10 tahun ISPO: Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Rabu (22/9). Dialog ini dihadiri 860 peserta dari berbagai kalangan dan pelaku industri sawit tanah air.

Dikatakan Joko, pihaknya di tahun lalu telah mendeklarasikan hingga akhir 2020 menargetkan sertifikasi ISPO 100% bagi anggotanya. Baginya, sertifikasi ISPO adalah suatu keniscayaan karena mandat dari pemerintah untuk pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. “Tetapi, memang kita aikui adanya hambatan yaitu transisi dari ISPO lama ke ISPO baru dan pandemi Covid-19,” jelasnya.

Joko Supriyono mengatakan, dalam 10 tahun ini ada kemajuan dalam sertifikasi ISPO yang mencapai 763 perusahaan. “Anggota GAPKI sebanyak 496 perusahaan. GAPKI mencanangkan 100 persen sertifikasi ISPO pada 2020 dan itu sebuah keniscayaan karena ini kewajiban,” ujar dia.

Namun banyaknya hambatan dari pandemi, transisi ke ISPO baru dan faktor lain mengakibatkan target tersebut meleset. “Transisi agak delay. Kemudian aspek lembaga untuk melakukan komunikasi dengan sekretariat ISPO. “Ini penting sekali karena selalu ada masalah sertifikasi ISPO dan perlu kordinasi atau komunikasi,” ujar Joko.

Untuk mempercepat sertifikasi ISPO, perusahaan sawit yang tergabung dalam GAPKI telah melakukan refreshment auditor dan melakukan pelatihan atau klinik sawit.

“Bahkan dalam kepengurusan GAPKI, telah ditunjuk Ketua Bidang khusus ISPO yang bekerja membuat sistem aplikasi untuk mendukung ISPO dan diharapkan semua anggota GAPKI menggunakan aplikasi itu,” ujar Joko. Selain itu, GAPKI juga memfasilitasi anggota yang mengalami kendala terkait sertifikasi ISPO.

“Saya membayangkan kalau anggota GAPKI bisa 100% sertifikasi ISPO, sudah cukup membuat confident. Dan, sering saya sampaikan di beberapa kesempatan bahwa ISPO harus menjadi branding Sawit Indonesia,” ujar lulusan UGM ini.

Joko mengharapkan agar sertifikasi ISPO baik untuk perusahaan maupun petani sawit (KUD dan Koperasi) dapat dipercepat. “Untuk itu, diperlukan komunikasi yang intens antara pengusaha (perusahaan perkebunan kelapa sawit) dengan komite ISPO. Ini penting karena dalam pelaksanaannya pasti menghadapi kendala sehingga penting untuk koordinasi dan komunikasi. Komite/sekretariat ISPO perlu segera diaktifkan,” tambah Joko.

Lebih lanjut, Joko mengatakan dengan adanya UU Cipta Kerja perlu ada adjustment (penyesuaian) berkaitan dengan regulasi, prinsip dan kriteria ISPO. Sehingga harus ada penyesuaian karena di dalam UU Cipta Kerja yang dulunya ketat saat ini ada relaksasi. “Hal ini yang akan mempengaruhi kecepatan dalam mengejar 100% sertifikasi ISPO anggota GAPKI,” imbuhnya.

Faktor lain yang mempengaruhi sertifikasi ISPO belum bisa diimplementasikan secara maksimal karena adanya faktor lain yang mempengaruhi. Yaitu faktor yang harus diselesaikan pemerintah misalnya komite ISPO dan review kebijakan dan internal perusahaan.

“GAPKI tidak bisa menyelesaikan sendiri. Kami tidak diam, sebagai asosiasi pengusaha perkebunan kelapa sawit, perlu merefesh auditornya, karena kalau tidak, tidak bisa menghandle sertifikasi di masing-masing perusahaan,” jelas Joko.