Home Internasional Serangan Rusia Tewaskan 11 Pejuang Pro Turki di Suriah

Serangan Rusia Tewaskan 11 Pejuang Pro Turki di Suriah

Damaskus, Gatra.com - Sedikitnya 11 pejuang dari kelompok milisi pro-Turki tewas hari Minggu dalam serangan udara Rusia di Suriah utara. 

Demikian dilaporkan Monitor pemantau perang dikutip AFP, Minggu (26/9). 

“Serangan itu menghantam sebuah sekolah yang digunakan sebagai "pangkalan militer" oleh Divisi Al-Hamza di luar kota Afrin, Suriah utara, yang telah berada di bawah kendali Turki dan proksi pemberontak Suriahnya sejak 2018,” kata Observatorium Suriah untuk Kemanusiaan yang berbasis di Inggris. 

“Sebelas pejuang tewas dan 13 lainnya terluka dalam serangan Rusia,” kata monitor, yang bergantung pada jaringan sumber di dalam Suriah.

Dikatakan jumlah korban tewas bisa bertambah lebih banyak di tengah upaya menarik korban yang terjebak dalam reruntuhan puing-puing.

Kepala Observatorium Rami Abdul Rahman mengatakan serangan Rusia seperti itu jarang terjadi di wilayah Suriah ini, yang selama ini telah dikendalikan oleh Turki dan sekutu pemberontak Suriahnya, tiga tahun terakhir.

“Serangan Rusia di luar Afrin bulan lalu menargetkan posisi Faylaq al-Sham, kelompok pemberontak lain yang didukung Turki,” katanya.

Seorang juru bicara Tentara Nasional, koalisi kelompok pemberontak yang didukung Turki, menyebut serangan hari Minggu sebagai "pesan yang jelas dari Rusia" ke Turki, dan menunjukkan bahwa tidak ada "garis merah."

Turki mendukung pasukan pemberontak Suriah memerangi pemerintah Presiden Bashar al-Assad dan juga telah meluncurkan beberapa operasi melintasi perbatasan utara Suriah, melawan pasukan Kurdi dan melawan ISIS.

Rusia, di sisi lain, adalah pendukung setia rezim Suriah dan telah melakukan intervensi militer untuk mendukung Assad sejak 2015.

Meskipun mereka mendukung pihak yang berlawanan, Ankara dan Moskow telah bekerja sama untuk menengahi beberapa kesepakatan gencatan senjata di barat laut Suriah, termasuk perjanjian gencatan senjata tahun 2020 di wilayah Idlib, benteng oposisi utama terakhir negara itu.

590