Home Politik Dinilai Tunjukkan Kinerja yang Tak Efektif, DPD RI ‘Dicuekin’

Dinilai Tunjukkan Kinerja yang Tak Efektif, DPD RI ‘Dicuekin’

Jakarta, Gatra.com – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memperingati ulang tahunnya yang ke-17 pada 1 Oktober 2021. Di hari peringatannya ini, beragam ahli mengungkapkan pemikiran-pemikiran reflektifnya soal sepak terjang lembaga tersebut selama belasan tahun.

Tak sedikit pengamat yang menilai bahwa DPD RI tak pernah muncul ke muka publik, kalah saing oleh ‘senior’-nya DPR RI, dan bahkan ada yang menyebut bahwa DPD RI tak dikenal sama sekali oleh publik.

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, adalah salah seorang yang menilai DPD RI seperti demikian. Baginya, DPD RI didiamkan begitu saja oleh aktor-aktor politik yang ada sehingga disebut sama sekali tak dikenal oleh publik.

Bivitri membandingkan DPD RI, yang kini berusia 17 tahun, dengan berbagai lembaga lain yang seumuran dengannya, seperti Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Berbeda dengan DPD RI, Bivitri menyebut bahwa KPK dan MK banyak dirusak oleh aktor-aktor politik tertentu karena kedua lembaga tersebut dinilai bertindak sangat efektif dalam menjalankan perannya masing-masing.

KPK dinilai dijatuhkan dengan diadakannya Revisi UU KPK pada tahun 2019 silam yang menuai kecaman keras dari publik sehingga terjadi rentetan demontrasi besar-besaran.

Sementara MK juga disebut dilemahkan dengan adanya Revisi UU MK pada tahun 2020 yang menuai gugatan dari sejumlah pihak. Bivitri mencatat bahwa pelemahan terhadap MK tersebut berbentuk kenyamanan kepada hakim-hakim MK, seperti masa jabatan yang hingga mencapai 15 tahun lamanya.

“DPD ini gimana nih sebagai lembaga seumur [KPK dan MK]? Kalau kita lihat, ya, DPD kaya didiamkan saja,” ujar Bivitri dalam webinar yang digelar oleh FORMAPPI pada Jumat, (1/10).

“Dan apa artinya? Bisa jadi artinya ternyata adalah DPD tidak efektif dan tidak mengganggu untuk banyak aktor politik, tidak mengganggu, juga bahkan bisa dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu oleh aktor-aktor politik sehingga didiamkan saja, tidak diganggu, karena ya tidak harmless begitu lah ya,” ujar Bivitri.

Oleh karena itu, Bivitri memberikan beberapa rekomendasi bagi DPD untuk lebih meningkatkan efektivitas perannya di usianya yang ke-17 tahun ini, terutama di tengah hangatnya isu amandemen UUD ’45.

“Kalau saya mengusulkan supaya DPD menjauh dari isu amandemen pada saat ini. Kalaupun mau ikut mewacanakan, yang harusnya diwacanakan fokus pada soal design konstitusional DPD, bukan soal haluan negara, bukan soal pemilihan presiden. Fokus pada efektivitas DPD,” tegas Bivitri.

Saran lain yang disampaikan Bivitri adalah agar DPD menunjukkan efektivitas kinerjanya kepada publik. Tujuannya adalah agar DPD RI dikenl secara luas oleh publik. Selain itu, dengan efektivitas tersebut, masyarakat pun akan merasa terwakili oleh adanya DPD RI.

“Artinya DPD bekerja, gak? Bekerja. Tetapi masalahnya publik tahu enggak pekerjaan DPD itu? Publik tahu enggak misalnya ternyata dulu saya bersama timnya Komnas Perempuan mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) itu masuknya dari DPD, loh? Enggak banyak yang tahu, kan? Karena juga tidak dikomunikasikan kepada publik,” tutur Bivitri.

Masukan terakhir dari Bivitri adalah agar DPD RI fokus kembali kepada kerangka desain yang lama, yaitu berperan untuk mewakili daerah. Menurutnya, untuk mewakili daerah, DPD RI tak perlu punya wewenang baru.

“Cukup dengan menunjukkan apa yang dibawa daerah, dibawa ke Senayan, dan kemudian dikuatkan isunya, dan sekali lagi dikomunikasikan ke publik. Jadi, masyarakat yang di daerah juga paham,” kata Bivitri.

873
DPD