Jakarta, Gatra.com - Pandemi telah menghancurkan dunia sosial manusia sepanjang tahun 2020 dan 2021. Wabah global ini secara signifikan membentuk cara untuk hidup, cara melihat dunia termasuk cara melihat Asia Tenggara saat ini.

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM), Ika Dewi Ana, via Zoom dalam acara pembukaan Southeast Asia Conference on Media, Cinema and Art (SEA-MCA) 2021 bertajuk "Rediscovering Southeast Asia Amidst Its Multi-Layered Burdens", yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Departemen Ilmu Komunikasi UGM pada Senin, (4/10).

"Seperti yang sedang kita alami, kita telah hidup di masa COVID-19. Pandemi telah menghancurkan dunia sosial kita hampir sepanjang tahun 2020 dan 2021. Wabah global ini secara signifikan membentuk cara kita hidup, cara kita melihat dunia, termasuk cara kita melihat Asia Tenggara saat ini," ungkapnya.

Ika mengatakan studi-studi di Asia Tenggara telah matang di pusat-pusat Barat dan berkembang pesat dalam literatur ilmiah tentang hubungan internasional, yang sayangnya terus melihat Asia Tenggara sebagai objek studi yang tidak dibedakan. Kemudian, mereka juga melihat bagaimana kekuatan media besar serta teknologi terus membentuk cara seseorang khususnya orang Asia Tenggara melihat Asia Tenggara itu sendiri.

"Sayangnya Asia Tenggara terus dilihat sebagai objek studi yang tidak dibedakan," ujarnya.

Di samping itu, menurut Ika, tidak ada wilayah lain di dunia ini yang lebih beragam dari Asia Tenggara. Adapun, negara-negara anggota Asia Tenggara juga sudah sepakat untuk mendirikan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara pada tahun 1967. 

"Tidak ada wilayah lain di dunia yang lebih beragam dari Asia Tenggara," katanya.