Home Ekonomi Dekat dengan Beijing, Mengapa Jokowi Butuh Riau

Dekat dengan Beijing, Mengapa Jokowi Butuh Riau

Pekanbaru,Gatra.com- Dalam lawatan Presiden Jokowi ke Pulau Bengkalis, Provinsi Riau, Selasa (28/9), Bupati Kabupaten Bengkalis Kasmarni mengusulkan pembangunan pos lintas batas negara. Kasmarni, berharap pos tersebut menjadi pijakan menjual hasil bumi ke Malaysia, yang pada gilirannya mengerek ekonomi Pulau Bengkalis. 
 
Ditempat terpisah, pada momen bersamaan, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, meminta Presiden Jokowi untuk turut memperhatikan nasib Kabupaten Kepulauan Meranti, yang juga berkutat dengan masalah abrasi, seperti halnya Kabupaten Bengkalis. 
 
Muhammad Adil bahkan mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki anggaran memadai untuk melindungi pulau terluar Indonesia, Pulau Rangsang, dari hempasan ombak Selat Malaka. Sebab, Adil dihadapkan dengan persoalan kemiskinan di Kepulauan Meranti. Tahun 2019,Kabupaten Kepulauan Meranti, merupakan wilayah dengan persentase angka kemiskinan  tertinggi di Provinsi Riau,mencapai 26,93 persen.  Persoalan tersebut coba disiasati dengan anggaran yang bekisar hanya Rp1 triliun setiap tahunnya. 
 
Narasi ekonomi yang kental dari dua bupati tersebut memunculkan tanda tanya bagaimana Jakarta memperlakukan daerah perbatasan negara. 
 
Kepada Gatra.com, pengajar studi hubungan internasional di Universitas Riau, Saiman Pakpahan, menyebut  persoalan ekonomi di dua kabupaten Provinsi Riau tersebut bukan seutuhnya salah pemerintah daerah. 
 
Pasalnya, kata Saiman, dengan lokasi yang bertetangga dengan Selat Malaka dan Negeri Jiran Malaysia,  pulau-pulau terluar di Riau menjadi etalase negara. Kondisi ini membuat kebijakan ekonomi kedua daerah perlu intervensi Jakarta. 
 
Sebut Saiman, sejatinya Jakarta telah memiliki sejumlah inisiatif untuk mengurus perbatasan negara yang berada di dekat Selat Malaka. Ia mencontohkan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT) Growth Triangle, maupun prakarsa Singapura-Johor-Riau (Sijori). 
 
"Itu kan relasinya state to state. Dalam skema ini Riau itu sifatnya hanya sebagai unit support, bukan aktor utama. Permintaan bupati Bengkalis akan pos lintas batas kepada Presiden Jokowi, dengan sendirinya menandakan posisi itu," tekannya kepada Gatra.com, Selasa (5/10). 
 
Saiman sendiri tak menampik, kondisi ekonomi yang mendera pesisir Riau terutama yang bersinggungan dengan kawasan Selat Malaka, merupakan simbol terlambatnya perhatian Jakarta pada kawasan pesisir negara di Riau. 
 
"Kalau kita bandingkan rupa fisik pesisir Riau dari Kabupaten Rokan Hilir hingga Kabupaten Indragiri Hilir dengan tepian Selat Malaka di sisi Malaysia, ini menggambarkan terlambatnya perhatian Jakarta pada daerah-daerah tersebut," urainya. 
 
Sebagai informasi, daerah pesisir Riau meliputi Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Semua wilayah ini umumnya memiliki persoalan pada infrastruktur saluran air bersih, koneksi jalan yang kurang mumpuni, hingga rawan akan penyelundupan barang ilegal dan narkoba. 
 
Dari keseluruhan wilayah tersebut Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan wilayah yang paling dekat dengan Malaysia. Untuk gambaran, jarak Pulau Rangsang  (Kepulauan Meranti) dengan Distrik Batu Pahat (Malaysia) bekisar 77 kilometer. Sedangkan jarak tepian Pulau Bengkalis dengan Muar (Malaysia) 60 kilometer. Sementara jarak Pulau Rupat dengan Port Dickson dan Malaka (Malaysia) dikisaran 55-60 kilometer. 
 
Saiman memilih hati-hati untuk menuding Jakarta melakukan pembiaran terhadap persoalan ekonomi di Pesisir Riau. Namun,pengamat ekonomi dari Universitas Riau, Edyanus Herman, menyebut persoalan yang melanda kawasan Pesisir Riau disebabkan oleh subjektivitas Jakarta dalam mengambil kebijakan terhadap daerah perbatasan. 
 
Edyanus mencontohkan daerah Indonesia yang berbatasan dengan Singapura di Provinsi Kepulauan Riau. Menurutnya geliat ekonomi di Pulau Batam, Pulau Karimun dan Pulau Bintan, kontras dengan dinamika ekonomi di Pulau Rangsang, Pulau Bengkalis, dan Pulau Rupat, yang berbatasan dengan Malaysia di Provinsi Riau. 
 
"Kepulauan Riau itu kan dikembangkan secara struktural oleh Jakarta sejak era Pak Habibie belum jadi menteri hingga sekarang. Nah, bagian pesisir Riau kan tidak ada sentuhan khusus semacam itu, artinya ini bukan sebatas persoalan political will Jakarta, tapi juga political action Jakarta terhadap kawasan Pesisir Riau, " gumam Edyanus. 
 
Bagi Jakarta, Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau punya arti penting untuk ekonomi negara. Berdasarkan data Kementrian Perdagangan,Riau menyumbang 8,51 persen dari total ekspor non migas Indonesia pada tahun 2020 yang mencapai 154 miliar dolar. Pada periode yang sama Provinsi Kepulauan Riau berkontribusi terhadap 6,33 persen ekspor non migas Riau. Kedua provinsi tergabung dalam 10 besar ekspor non migas berdasarkan asal barang menurut provinsi. 
 
Terlepas potensi ekonomi yang menjanjikan di kedua wilayah, kepuasan masyarakat tempatan terhadap kinerja Presiden Jokowi menjadi tantangan tersendiri bagi Jakarta. Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang digelar Agustus 2021 mencatat 52 persen etnis Melayu tak puas dengan kinerja Jokowi. Etnis Melayu sendiri merupakan penduduk asli Riau dan Kepulauan Riau. 
 
Ironisnya, wilayah Selat Malaka yang melintasi Riau dan Kepulauan Riau, tempat etnis Melayu bermukim, memegang peranan vital bagi ekonomi China, negara yang disebut-sebut menjadi tumpuan Jokowi menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Diketahui, pasokan energi China sangat bergantung pada kelancaran mobilitas barang di Selat Malaka. Center for Strategic and International Studies (CSIS) menaksir 60 persen perdagangan luar negeri China bergantung pada alur yang memisahkan Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya. Selat ini sangat penting bagi distribusi barang dari pelabuhan tersibuk di dunia, pelabuhan Shanghai. 
 
Sebagai pengajar studi hubungan internasional, Saiman, mengamini vitalnya perairan Selat Malaka bagi ekonomi Beijing. Hal tersebut dengan sendirinya akan menarik minat negara seteru China terhadap wilayah ini. Oleh sebab itu ia berharap Jakarta dapat menyikapi persoalan kerentanan ekonomi daerah perbatasan negara di Selat Malaka. 
 
"Dalam narasi membendung ekonomi China, aliansi Australia, United Kingdom, United States (AUKUS), logis untuk mencurahkan perhatian pada wilayah ditepian Selat Malaka, termasuk Riau. Dalam prespektif security, sehubungan dengan Selat Malaka,menggelar kerjasama militer merupakan opsi diatas meja bagi aliansi tiga negara itu," ungkapnya.
 
Presiden Jokowi sendiri mengalami kekalahan di Riau pada gelaran pemilu 2019. Namun, kekalahan terbesar Jokowi terjadi di Provinsi Sumatera Barat, rumah bagi etnis Minangkabau. Salah satu etnis yang turut mempengaruhi dimanika Selat Malaka sejak berabad-abad silam.
6892