Home Ekonomi Gunakan APBN, Wakil Ketua MPR Minta Segera Audit Proyek Kereta Cepat

Gunakan APBN, Wakil Ketua MPR Minta Segera Audit Proyek Kereta Cepat

Jakarta, Gatra.com – Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mempertanyakan langkah Pemerintah yang menggunakan APBN dalam pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, Pemerintah pernah berjanji untuk tidak menggunakan APBN dan menyerahkan kepada BUMN untuk menggunakan skema B to B.

Syarief Hasan menyebut, Pemerintah harusnya menepati janjinya untuk tidak menggunakan APBN. “Dalam beberapa waktu terakhir, APBN sangat berat dengan adanya Pandemi Covid-19. Harusnya, APBN tidak semakin diberatkan dengan proyek kereta cepat yang dulunya dijanjikan tidak menggunakan APBN,” ungkap Syarief Hasan dalam keterangannya, Selasa (12/10).

Syarief Hasan menyebut, APBN seharusnya digunakan untuk program-program kritikal dan esensial dan dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya di masa Pandemi Covid-19. Menurut Syarief APBN harusnya fokus terhadap pemulihan ekonomi nasional, pembukaan lapangan kerja baru.

Oleh sebab itu, karena ketera cepat menggunakan APBN, Syarief Hasan mendesak segera dilakukan audit anggaran proyek. Ia meminta semua diaudit, mulai dari proses awal, perencanaan penganggaran hingga proses penentuan harga.

"Pemerintah harusnya melakukan audit terlebih dahulu dengan melibatkan lembaga BPK karena apabila akan menggunakan APBN, perlu dilakukan audit agar semuanya transparan, mulai dari proses awal, perencanaan penganggaran dan proses penentuan harga dan effisiensi anggaran, dan sebagainya," tegas Syarief Hasan.

Lebih lanjut, Syarief juga terus mengingatkan Pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. Menurutnya pengelolaan keuangan negara dalam beberapa tahun terakhir sangat memprihatinkan yang disebabkan salah satunya rasio utang yang besar.

“Rasio utang Indonesia kini mencapai 41,64% dan berpotensi gagal bayar berdasarkan laporan BPK. Kondisi keuangan dan ekonomi ini harusnya menjadi prioritas untuk dibenahi yang menggunakan APBN, bukan malah menyedot APBN ke sektor yang kurang prioritas,” tutup Syarief Hasan.

248