Home Ekonomi Kenaikan HPP Gabah Lebih Solutif Ketimbang Subsidi Pupuk Kimia

Kenaikan HPP Gabah Lebih Solutif Ketimbang Subsidi Pupuk Kimia

Karanganyar, Gatra.com - Meningkatkan harga pembelian pemerintah (HPP) atas komoditas gabah dan beras, dinilai memberi solusi terhadap permasalahan petani yang kerapkali muncul saat panen. Cara tersebut lebih efektif dan efisien dibanding memberi subsidi pupuk kimia.
 
Demikian disampaikan Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, Sumanto kepada Gatra.com, usai menjadi narasumber diskusi pemantapan ketahanan ekonomi, sosial dan budaya dalam upaya memperkuat integrasi daerah yang diselenggarakan Bakesbangpol Jateng, di ruang paripurna DPRD Karanganyar, Selasa (19/10).
 
"Sudah kami sampaikan ke DPR RI dan forum di Jawa Tengah. Persoalan pupuk enggak akan selesai-selesai. Cabut saja subsidinya. Anggaran untuk subsidi pupuk Rp33 triliun bisa dialihkan ke kenaikan HPP beras dan gabah. Ini lebih solutif," kata Sumanto.
 
Menurut Sumanto, petani sebenarnya bisa membeli pupuk dengan harga pasaran. Asalkan barang tersebut tersedia alias tanpa kelangkaan. Daya beli mereka didongkrak melalui sumber modal cukup dari hasil panen ideal. Saat ini, HPP nya Rp4.200 perkilogram gabah kering panen. Sayangnya, realitas harga di lapangan jauh di bawah itu.
 
"Pada saat musim panen, jatuh ke level Rp3.200-Rp3.600 perkilogram. Jika dirata-rata pendapatan petani perbulan tak sampai Rp400 ribu. Standar upah layak saja sudah Rp2 juta per bulan. Tapi pendapatan petani malah enggak sampai segitu," katanya.
 
Sehingga ia mengusulkan kenaikan HPP Rp5.500 perkilogram. Pemerintah juga harus hadir untuk membeli panenannya agar memutus rantai ketergantungan petani ke spekulan atau tengkulak. "Dengan HPP Rp5.500 perkilo, pendapatan petani bisa lebih baik. Di kisaran Rp1,5 juta perbulan. Marginnya bisa dipakai membeli pupuk," katanya.
 
Disebutnya, jumlah petani Jawa Tengah sekitar 2,9 juta orang. Adapun kepemilikan lahan petani di Jateng rata-rata 0,65 hektare. Setengahnya merupakan petani gurem (1.317.118 orang) dengan rata-rata kepemilikan 0,15 Ha (1.500 meter persegi). Produktivitas 1 hektare sawah menghasikan 6 ton gabah. Belum lagi masih dikurangi penyusutan dan gagal panen sebesar 18 persen.
 
Persoalan petani di masa panen masih berlanjut. Dikemukakan Wakil Ketua DPRD Karanganyar, Anung Marwoko, petani kesulitan mendapatkan solar. BBM ini dipakai menyalakan mesin perontok padi dan mesin giling.
 
"Kemarin saya survei di SPBU kosong. Kalau pakai BBM lain lebih mahal. Pakai manual lebih boros untuk upah pekerja. Selalu ada saja masalah mulai bercocok tanam sampai pascapanen. Kebijakan pertanian perlu lebih berpihak ke petani," katanya.
1162