Home Hukum Kejagung Diminta Tingkatkan Pengawasan di Daerah

Kejagung Diminta Tingkatkan Pengawasan di Daerah

Jakarta, Gatra.com – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku kecewa karena masih ada oknum jaksa yang melakukan penyimpangan hukum, di antaranya seperti yang terjadi di Jawa Timur (Jatim).

Jaksa Agung dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (27/10), menyampaikan, ulah tidak baik itu terjadi di tengah berbagai prestasi yang telah berhasil diraih jajaran Kejaksaan.

“Hal ini tentunya sangat mengecewakan saya mengingat berdasarkan informasi yang saya terima beberapa saat sebelum pengamanan, para Jaksa se-Jawa timur telah menerima arahan dari Kepala Kejaksaan Tinggi untuk tidak melakukan perbuatan tercela. Namun rupanya imbauan, peringatan dan harapan pimpinan hanya dianggap angin lalu saja,” ujar Burhanuddin.

Ia pun tegas meminta jajarannya yang tidak profesional agar segera menghentikan segala perbuatan tercela yang dapat mencoreng nama besar institusi. “Saya tidak butuh jaksa pintar, tapi saya butuh jaksa pintar dan berintegritas!,” ujarnya.

Saat ini, lanjut dia, bangsa Indonesia tengah berusaha bangkit dari kesusahan, khususnya terdampak pandemi Covid-19. Untuk itu insan Adhyaksa harus menjaga sikap dan perilaku agar tidak menciderai perasaan masyarakat dengan memperlihatkan hal-hal yang tidak pantas di sosial media.

Sementara itu, praktisi hukum Masriadi Pasaribu menyampaikan, kekecewaan itu merupakan hal lumrah karena masih ada oknum jaksa di daerah, seperti di salah satu kejaksaan negeri (Kejari) di Jawa Timur (Jatim), yang diduga masih nekat menyalahgunakan wewenang.

Menurutnya, kekecawaan tersebut sangat beralasan karena ulah itu mencoreng citra institusi di saat Burhanuddin dan jajarannya bberupaya keras membangun integritas insan Adhyaksa, di antaranya mencopot sejumlah Kajati dan Kajari bermasalah.

Terlebih, lanjut pria yang juga merupakan akademisi di Universitas Assyafiiyah tersebut, kekecewaan tersebut kian beralasan karena publik menangkap bahwa masih terjadi disparitas kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan kejaksaan di daerah.

“Gebrakan Kejagung terbilang luar biasa, tetapi oknum di daerah banyak dilaporkan jual beli perkara,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Ia melanjutkan, keberanian Kejagung membongkar berbagai korupsi besar telah memberikan harapan masyarakat dan berbagai elemen lainnya, termasuk pegiat antikorupsi di daerah. Namun kesenjangan dengan kejaksaan di daerah menjadikan Kejagung seolah-olah sebagai tumpuan harapan masyarakat.

“Makanya banyak yang melapor oknum jaksa ke Kejagung, ke Jamwas atau Satgas 53. Ini tak dapat dihindari,” ujarnya.

Karena itu, ia pun meminta Burhanuddin agar memperkuat pengawasan dan pengendalian di daerah. Sejumlah oknum jaksa yang sudah dilaporkan, harus segera diproses secara transparan dan akuntabel.

“Yang tak kalah penting adalah pengawasan itu harus beorientasi pada peningkatan produktivitas kerja kejaksaan di daerah,” ujarnya.

Di sisi lain, ia mengapresiasi target Jaksa Agung yang mewajibkan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia minimal harus merampungkan 2 perkara korupsi dalam setahun. Namun menurutnya, target tersebut masih terlalu kecil dan tidak akan efektif bila tidak disertai mekanisme evaluasi yang memadai.

“Perlu target kinerja yang cukup disertai pengawasan ketat atas penanganan perkara,” ujarnya.

Menurutnya, praktik korupsi ini diduga banyak terjadi di mana-mana. Perlu menanganinya secara profesional, mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. “Tinggal penegakannya saja yang dioptimalkan,” katanya.

98