Home Ekonomi ICFBE: Sebanyak 80% PDB dari Perusahaan Keluarga

ICFBE: Sebanyak 80% PDB dari Perusahaan Keluarga

Bali, Gatra.com -  President University (PresUniv) menyelenggarakan International Conference on Family Business and Entrepreneurship (ICFBE) 2021. Untuk tahun ini, ICFBE memilih tema On the Path to Recovery: Leadership, Resilience and Creativity. "Tema tersebut kami pilih, karena saat ini masih banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, yang tengah berjuang untuk memulihkan diri setelah selama hampir dua tahun diterjang pandemi Covid-19. Di sini, kepemimpinan, daya tahan dan kreativitas betul-betul diuji dan memainkan peran yang sangat penting," kata Jony Oktavian Haryanto, Rektor PresUniv, saat memberikan pidatonya di ICFBE, Senin (1/11).

Melalui ICFBE 2021, Jony berharap berbagai pihak dapat saling bertukar informasi, berbagi pengalaman dan pengetahuan, serta hasil riset tentang bagaimana perusahaan-perusahaan keluarga dapat bertahan dan memulihkan dirinya dari ancaman pandemi Covid-19.

Ini adalah tahun ke-5 penyelenggaraan ICFBE. Diawali tahun 2017, dan terus berlanjut setiap tahunnya. Jika selama tiga tahun pertama ICFBE diselenggarakan secara offline, pada 2020, akibat pandemi Covid-19, dilakukan secara online. Pada 2021, konferensi internasional ini dilakukan secara hybrid

Hadir diantaranya Gubernur Bali I Wayan Koster, Professor of Management Catholic University of Korea, Prof. Ki-Chan Kim. Lalu ada Prof. Ruth Rentschler, Professor Art & Cultural Leadership dari University of South Australia, Dr. Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta Dr. Edhijanto W. Taufik yang juga founder PT Mandaya Sehat, dan Servatius Bambang P, pemilik PT Kutus Kutus Herbal.

Dalam paparannya, Jony mengutip riset McKinsey (2014) yang menyebut pentingnya peran perusahaan keluarga dalam perekonomian dunia. Menurut Jony, dalam riset McKinsey itu, 80% Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di dunia ternyata berasal dari perusahaan keluarga. Lalu, dari seluruh perusahaan yang ada di dunia, 60%-nya masih dimiliki oleh keluarga. "Mereka ini memainkan peran penting, karena rata-rata perusahaan keluarga mampu membukukan pendapatan US$1 miliar (atau sekitar Rp14,5 triliun jika memakai kurs saat ini)," papar Jony. 

Di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, saat ini bisnis rintisan atau startup tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya bisnis startup, kata Jony, saat ini pun tak  lepas dari peran perusahaan keluarga. Sekitar 85% startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari bisnis keluarga. 

Kini, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn, dan bahkan Decacorn. Kehadiran startup tersebut diharapkan mampu menginspirasi banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, untuk menjadikan krisis justru sebagai peluang bisnis baru. 

Para pebisnis startup tersebut bak peselancar yang justru menjadikan krisis sebagai gelombang untuk berselancar, yakni dengan memulai dan bahkan malah membesarkan bisnisnya, kata Jony.

Gubernur Bali I Wayan Koster, yang juga membuka konferensi, dalam paparannya sangat mengapresiasi penyelenggaraan ICFBE 2021 di Bali. "Saya berterima kasih atas penyelenggaraan konferensi internasional ini di Bali," ucap Koster.

Tema konferensi, menurut Koster, sangat menarik dan relevan dengan situasi saat ini. Menghadapi dampak pandemi Covid-19, kita dituntut untuk terus mencari jalan guna memulihkan berbagai sektor, termasuk ekonomi, imbuh Koster. Untuk itu, diperlukan kepemimpinan yang kuat dan inovatif dalam membangun ketangguhan ekonomi serta kreativitas dari seluruh komponen. "Pandemi Covid-19," ungkap Koster, "menyebabkan kontraksi yang sangat dalam bagi perekonomian Bali".

Ini karena perekonomian Bali sangat tergantung pada satu sektor, yaitu pariwisata. Padahal, bisnis pariwisata sangat rentan terhadap perubahan faktor eksternal, seperti gangguan keamanan (bom Bali 1 dan 2), bencana alam (letusan Gunung Agung), termasuk pandemi Covid-19. "Kejadian ini mengakibatkan perekonomian Bali sangat terpuruk," katanya.

Bertumpu dari pengalaman tersebut, lanjut Koster, kini Bali mulai menata ulang perekonomiannya. Katanya, Bali akan kembali mengandalkan perekonomiannya pada enam sektor, yakni sektor pertanian (termasuk peternakan dan perkebunan), sektor kelautan/perikanan, sektor industri, sektor industri kecil menengah (IKM), UMKM dan Koperasi, sektor ekonomi kreatif dan digital, serta sektor pariwisata. 

Namun, ke depan pariwisata akan kami posisikan sebagai sumber pendapatan tambahan atau bonus bagi perekonomian Bali. Dan, ini harus dikelola agar berpihak terhadap sumber daya lokal Bali, tegas politisi PDI Perjuangan itu. 

Gubernur Wayan Koster juga menekankan, pengembangan perekonomian Bali mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), termasuk teknologi digital, yang harus dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi kreatif dan digital. "Perkembangan Iptek, termasuk teknologi digital, harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian Bali agar menjadi lebih berkualitas, bernilai tambah, berdaya saing, dan berkelanjutan," katanya lagi. 

791