Home Ekonomi Polisi Beberkan Cara Pinjol Jebak Warga, Uang WNI Masuk Kantong WNA

Polisi Beberkan Cara Pinjol Jebak Warga, Uang WNI Masuk Kantong WNA

Jakarta, Gatra.com – Pinjaman online (pinjol) ilegal menjadi sumber utama keresahan warga beberapa waktu belakangan ini. Bunga tinggi hinga penagihan yang diiringi teror menghantui para peminjam.

Kanit IV Subdit V Dittipidaksus Bareskrim Polri, AKBP Yogie Hardiman pun membeberkan cara kerja pelaku usaha pinjol tersebut dalam menjerat para peminjam. Ia menceritakan pengalamannya dalam melakukan penyidikan terkait kasus-kasus pinjol yang marak terjadi akhir-akhir ini.

“Borrower atau peminjam apabila ingin melakukan peminjaman di salah satu aplikasi pinjaman online, maka akan melakukan pendaftaran melalui KTP dan verifikasi, termasuk menyertakan akun dan rekening milik peminjam,” ujar Yogie dalam webinar yang digelar oleh GATRA Media Grup bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Selasa, (2/11/2021).

Saat melakukan pendaftaran, peminjam akan dihadapkan pada iklan pinjol yang mempromosikan janji-janji manis. Salah satu janji tersebut adalah masa tenor yang lama, seperti tenor minimal 90 hari atau maksimal 120 hari. Selain itu, iklan-iklan pinjol juga kerap menawarkan bunga yang amat rendah, yaitu 1%.

“Namun, ketika peminjam ini melakukan verifikasi dan mengklik setuju terhadap pinjaman tersebut, nyatanya tidak pernah sesuai dengan promosi janji iklan yang ditawarkan oleh pihak perusahaan karena setelah diklik, para peminjam ini mendapatkan tenor itu hanya 7 hari dan bunga 1% itu 1 hari, sehingga sangat memberatkan pihak peminjam,” tutur Yogie.

“Keadaan ini tentu saja menjadi keadaan yang tidak seimbang antara peminjam dengan lender atau pengelola aplikasi,” imbuh Yogie.

Langkah selanjutnya setelah pendaftaran adalah pengajuan penerimaan dana dari perusahaan pinjol ke kantong rekening peminjam. Dalam hal ini, pinjol memanfaatkan payment gateway untuk mentransfer dana itu ke rekening peminjam.

Payment gateway adalah penyelenggara transfer dana. Kata lainnya adalah “payment system” atau “virtual account”. Sebelum mentransfer dana melalui payment gateway ini, pinjol akan terlebih dulu mentransfer dana ke bank penampung. Setelah melalui payment gateway, barulah dana itu itu masuk ke rekening peminjam.

“Pinjol tentu ada melakukan kerja sama dengan payment gateway. Pada intinya payment gaetway tidak mengetahui seperti apa perusahaan ini bekerja sama. Mereka [perusahaan pinjol] tidak pernah menyatakan bahwa ini pinjaman online. Namun, faktanya itu adalah pinjaman online,” ujar Yogie.

Di sinilah letak-letak keteledoran dari pihak payment gateway yang tidak pernah melakukan pengecekan ke lokasi. "Mereka dalam kerja sama perjanjian ini hanya menerima secara virtual. Jadi, hal itu sangat merugikan konsumen-konsumen,” tutur Yogie.

Setelah dana dikantongi oleh peminjam, apa yang terjadi apabila peminjam telat melakukan pembayaran? Yogie menuturkan bahwa perusahaan pinjol akan mengerahkan penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan kepada peminjam.

Bencana yang kerap ditakuti warga pun terjadi. Penagihan tersebut dikatakan sering diiringi oleh teror, ancaman, intimidasi, pencemaran nama baik, penyebaraluasan foto atau video, hingga pelecehan seksual.

Yogie menyebut bahwa hal-hal tersebut sebetulnya memang sudah disiapkan oleh perusahaan pinjol sebagai tupoksi utama debt collector ketika menagih utang kepada peminjam.

Namun, apabila peminjam membayar tepat waktu, maka uang tersebut akan kembali ke perusahaan melalui payment gateway yang sama. “Di mana [uang tersebut] akan dikembalikan atau disalurkan kembali kepada warga negara asing. Itu hasil penyidikan kami,” ujar Yogie.

“Jadi, kita di Indonesia tidak melakukan bidikan kepada server yang ada di luar negeri. Tapi bagaimana kami melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap rekening-rekening penampung yang dimiliki oleh pinjol ini di mana hasil proses penyidikan yang kami dapatkan, kami menemukan sejumlah uang Rp20,4 miliar yang digunakan untuk operasional pinjol ilegal ini yang saya duga dan yakini itu adalah uang milik warga negara Tiongkok,” papar Yogie.

“Jadi, hal tersebut merupakan tindak pidana pencucian uang dan dikembalikan kepada warga negara yang berada di luar negeri,” tegas Yogie.

635