Home Kebencanaan Restorasi Mangrove di Sumsel Butuh Komitmen Pemerintah

Restorasi Mangrove di Sumsel Butuh Komitmen Pemerintah

Palembang, Gatra.com – Sumatera Selatan (Sumsel), merupakan salah satu provinsi yang memiliki mangrove berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) luasannya mencapai 158.900 hektare (ha). Di mana 20 persen di antaranya kondisinya kritis sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk menjaga keberlanjutannya.

Aktivitas pembukaan tambak dan juga perambahan mangrove menjadi penyebab, rusaknya ekosistem hutan di kawasan pesisir Sumsel. Oleh karenanya, mendapati permasalahan tersebut, Pemprov Sumsel, melibatkan berbagai pihak untuk mewujudkan restorasi mengrove agar tetap terjaga.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel, Pandji Tjahjanto mengatakan, program restorasi mangrove harus dibarengi dengan perencanaan yang baik. Jika tidak segera ditangani, hutan mangrove akan semakin menyusut dan mengancam rusaknya ekosistem dan bencana alam.

"Ekosistem mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan menjadi salah satu produsen perikanan laut. Jika mangrove berkurang, otomatis akan banyak dampaknya, belum lagi pengaruh berkurangnya cadangan karbon," katanya dalam lokakarya Pelaksanaan Program Aliansi Restorasi Ekosistem Mangrove (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance/MERA), di Palembang, Kamis (4/11).

Ia juga mengatakan bahwa dalam waktu dekat, akan dilakukan upaya rehabilitasi sebanyak 36 ribu ha hutan mangrove di Ogan Komering Ilir (OKI), dalam kurun tiga tahun ke depan. Restorasi ini akan mengusung konsep perhutanan sosial.

“Dengan adanya Program MERA diharapkan akan ada perencanaan yang komprehensif terhadap pengelolaan mangrove di Provinsi Sumatera Selatan. Kita bisa wujudkan perencanaan itu menjadi satu kegiatan restorasi mangrove yang mempunyai dua manfaat. Selain untuk melestarikan mangrove itu sendiri juga berkontribusi kepada meningkatnya perekonomian masyarakat,” terangnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Herlina Hartanto mengatakan, strategi pengelolaan kolaboratif berbasis ekosistem, termasuk restorasi dan manajemen terpadu menjadi hal penting yang harus diupayakan dalam konteks pengelolaan pesisir terpadu.

“Upaya untuk melestarikan dan merestorasi mangrove merupakan tanggung jawab kita semua. Semangat ini yang diusung lewat MERA. MERA merupakan platform nasional multipihak, yang digagas YKAN, untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir, menjaga sumber daya dan aset alam, serta berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya.

Sambungnya, program MERA juga mengusung pendekatan solusi berbasis ekosistem yang akan menghasilkan 'triple-wins', yaitu mengurangi risiko bencana yang efektif dari segi biaya, mendukung konservasi keanekaragaman hayati, serta meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Sebagaimana misi kami (YKAN) yaitu melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan. Kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari,” katanya.

Mangrove Sumsel, yang merupakan 27,98% dari total luas mangrove di Pulau Sumatera 567.900 ribu ha atau 4,72 persen dari total luas mangrove di Indonesia 3,364 juta ha, menyimpan cadangan karbon yang tinggi yakni mencapai 891,70 ton karbon per-ha.

“Ekosistem mangrove yang sehat akan mendukung produktivitas perikanan. Dengan hadirnya Program MERA di Provinsi Sumatera Selatan kami harap dapat membantu memperbaiki ekosistem mangrove yang telah rusak. Tentu kami juga akan mendukung pelaksanaan program di lapangan,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan Widada Sukrisna.

582