Home Hukum Mafia Tanah: Diduga Palsukan Dokumen, The Tiau Hok Jadi Tersangka

Mafia Tanah: Diduga Palsukan Dokumen, The Tiau Hok Jadi Tersangka

Jakarta, Gatra.com - Perjuangan seorang warga Pluit, Jakarta Utara bernama Chandra Gunawan untuk mempertahankan tanahnya yang terletak di Jalan Kapuk Indah No.10, RT 2/RW 3, Kapuk Muara, Kec. Penjaringan, Kota Jakarta Utara tak pernah pupus. Chandra Gunawan terus mencari keadilan. Pasalnya tanah yang dibelinya sejak tahun 1989 itu kini diklaim oleh seorang warga Cikupa, Tangerang bernama The Tiau Hok. 

 

 

Antonius Mon Safendy selaku kuasa hukum Chandra Gunawan mengatakan, kliennya telah banyak menguras energi dan materi dalam mempertahankan hak miliknya. Apalagi, kata Antonius, kliennya telah menguasai secara fisik tanah tersebut pasca dibeli dari ahli warisnya. 

 

 

Meski tanah tersebut diklaim sepihak oleh The Tiau Hok, lanjut Antonius, kliennya tak mundur sejengkal pun mempertahankan tanah yang telah menjadi darah daging sejak 32 tahun silam itu. Bahkan, The Tiau Hok menggugat secara perdata ke Pengadilan, kliennya menerima dengan lapang dada dan dengan tegar menghadapi gugatan demi gugatan.

 

 

Akan tetapi kata Antonius, kliennya tak tinggal diam dengan mencari bukti pendukung kerja terduga para mafia tanah tersebut. Alhasil, kliennya menemukan bukti Akta Jual Beli No. 430 dan No. 455 pada saat pemeriksaan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. 

 

 

Baca juga: https://www.gatra.com/detail/news/526795/hukum/ribut-sengketa-di-jakut-anggota-dprd-dki-diminta-berperan

 

 

Akta tersebut diduga dibuat secara ilegal oleh The Tiau Hok melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bernama H. Anton Abdurahman Putra,SH. Namun setelah ditelusuri, Kantor PPAT dan nama yang disebut itu tidak terdaftar di Kementerian ATR/BPN RI. 

 

 

"PPAT tersebut berkantor di Jakarta Timur tapi tidak terdaftar. Berkantor di Jakarta Timur tapi mengurus transaksi tanah yang terletak di Jakarta Utara. Ini Janggal," kata Antonius, meniru ucapan kliennya. 

 

 

Lapor ke Polisi

Berkat bukti permulaan tersebut, kata Antonius, kliennya langsung melaporkan The Tiau Hok ke Mabes Polri pada 19 April 2018 silam. Bukti laporan dengan No. LP/B/528/IV/2018/Bareskrim tanggal 19 April 2018 atas nama pelapor Chandra Gunawan. The Tiau Hok disangkakan dengan pasal 263 KUHP dan 266 KUHP. 

 

 

Proses penyelidikan kasus tersebut membutuhkan waktu delapan bulan. Pasalnya, pada tanggal 14 November 2019, Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan No. B/1205/XI/2019/Dittipidum kepada kliennya yang menyebut status The Tiau Hok sebagai tersangka. 

 

 

"Pada butir (e) surat tersebut menyatakan bahwa berdasarkan putusan gelar perkara Saudara The Tiau Hok telah ditetapkan statusnya sebagai Tersangka dengan persangkaan diduga melakukan Tindak Pidana membuat/menggunakan akta authentic palsu dan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta authentic dan dengan sengaja menggunakan akta tersebut seolah-olah isinya benar dan seterusnya," terangnya.

 

 

Sebelum berlangsungnya proses pidana terhadap The Tiau Hok, lanjut Antonius, kasus tersebut bergulir secara perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tahun 2007 silam. Saat itu, The Tiau Hok mengajukan gugatan terhadap Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara. 

 

Gugatan tersebut dilayangkan terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 1071/Kapuk Muara atas nama Chandra Gunawan, Sertifikat Hak Milik No. 1072/Kapuk Muara atas nama Bunian Leo dan Sertifikat Hak Milik No. 1073/Kapuk Muara atas nama Andreas Solaiman.

 

 

Terhadap gugatan tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) dalam Putusan No. 42 PK/TUN/2012 tanggal 6 Maret 2013, menolak Permohonan Peninjuan Kembali yang diajukan oleh The Tiau Hok. 

 

 

Majelis Hakim menyatakan Pihak Chandra Gunawan CS telah membeli tanah tersebut pada tahun 1989 sedangkan The Tiau Hok mengaku baru membeli tanah tersebut tahun 1999 dengan alas hak Girik seluas 6.885m2. 

 

 

"Bagaimana mungkin tanah yang sudah 10 tahun dikuasai  secara fisik  dapat diperjualbelikan apalagi status tanah tersebut sudah ada SHM 1071 dan 1072," ujar Antonius. 

 

 

BPN Diduga Terlibat

Nahas menimpa Chadera Gunawan pada tahun 2013 dan tahun 2015 silam. Pasalnya, pihak Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah DKI Jakarta, tanpa alasan yang jelas secara hukum menerbitkan SK pembatalan terhadap Sertifikat Hak Milik Nomor 1071, 1072 dan 1073. BPN malah secara sepihak menerbitkan Sertifikat Hak Milik No. 9258 atas nama The Tiau Hok. Menurut Antonius, keputusan BPN tersebut jelas bertentangan dengan Putusan PK yang menolak gugatan The Tiau Hok.

 

 

Dikatakan Antonius, kliennya pun langsung mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kliennya menggugat The Tiau Hok, Badan Pertanahan Nasional Kanwil DKI Jakarta dan Badan Pertanahan Nasional Kota Administrasi Jakarta Utara.

 

 

Gugatan tersebut pun tak sia-sia. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam amar Putusan No. 315 K/Pdt/2020 Jo. No. 23/Pdt/2019/PT.DKI Jo. No. 579/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Pst, tanggal 26 Maret 2020 menyatakan Chandra Gunawan Cs adalah pemilik sah secara hukum terhadap bidang tanah obyek sengketa. 

 

 

Celakanya, pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, The Tiau Hok mengajukan gugatan perihal objek tanah yang sama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. 

 

 

"Pada saat proses pemeriksaan perkara belum selesai atau belum berkekuatan hukum tetap, dan sedang di periksa Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara memaksa untuk melakukan eksekusi terhadap bidang tanah sengketa pada tanggal 27 November 2018. Eksekusi tersebut jelas cacat hukum," bebernya. 

 

 

Padahal, berdasarkan Putusan No. 3351 K/Pdt/2019 Jo. No. 422/Pdt/2018/PT.DKI Jo. No. 17/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Utr menyatakan menolak permohonan provisi The Tiau Hok untuk membongkar pagar milik Chandra Gunawan yang berada dekat lokasi sengketa. 

 

 

"Kejanggalan lain, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara telah menerbitkan SHM No. 9258 atas nama The Tiau Hok pada tahun 2015," imbuh Antonius. "Terdapat kekeliruan yang sangat mencolok pada SHM tersebut, dimana keterangan perihal proses pendaftaran tanah dilakukan pada tahun 2015, namun hasil pengukuran telah terbit terlebih dahulu yaitu pada tahun 2014."

 

 

Pada tanggal 5 Oktober 2015, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara kembali menerbitkan kembali SHM No. 9258 atas nama The Tiau Hok. 

 

 

"Pada SHM tersebut terdapat perubahan pada bagian Surat Ukur yang semula terbit pada tanggal 14 April 2014, berubah menjadi, Surat Ukur terbit pada tanggal 02 Oktober 2015, sedangkan pendaftaran tetap pada tanggal 13 Januari 2015," tukasnya.

 

4585