Home Hukum Terkuak, Perundungan Akibatkan Siswa Pendarahan Otak di Pati

Terkuak, Perundungan Akibatkan Siswa Pendarahan Otak di Pati

Pati, Gatra.com - Dugaan perundungan (bullying) siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang dilakukan teman di sekolahnya, disebut telah diselesaikan secara kekeluargaan. Korban yang mengalami pendarahan otak pun, telah mendapatkan perawatan medis. 
 
Kepala Sekolah MTs Mathali'ul Falah, Lasno mengatakan, peristiwa tersebut terjadi pada Ahad (24/10), saat ada kegiatan ekstra di sekolah. Sementara pelaku perundungan ada empat orang, yang tak lain adalah kakak kelas korban. Disebutnya, korban selama ini merupakan pribadi yang pendiam, sehingga sering menjadi korban perundungan. 
 
"Saat mengetahui kejadian itu, kita langsung panggil siswa [pelaku] dan orangtuanya. Memang saat itu [audiensi] pihak keluarga korban tidak ada, karena menunggui korban yang tengah dirawat di RSUD RAA Soewondo Pati," ujarnya, Selasa (9/11).
 
Lanjutnya, pelaku siap bertanggungjawab atas perbuatannya yakni siap menerima sanksi dari sekolahan, termasuk membayar biaya perawatan korban di rumah sakit. Terlebih, keluarga korban memang tergolong kurang mampu. Di mana ayah dan ibu korban adalah buruh serabutan. 
 
"Kami juga memastikan kepada keluarga korban, untuk masalah biaya rumah sakit ditanggung oleh pihak pelaku dan sekolah. Habis sekitar Rp2,5 juta. Termasuk biaya kontrol," imbuhnya. 
 
Diakui, kondisi korban saat ini masih dalam proses pemulihan. Bahkan beberapa kali juga masih melakukan kontrol di rumah sakit. Sementara para pelaku, sudah didatangkan ke rumah korban untuk meminta maaf kepada korban. 
 
"Kalau pelaku melakukan hal serupa, mereka sudah siap untuk dikeluarkan. Tapi saat ini, baik dari keluarga korban maupun keluarga pelaku, semuanya sudah selesai. Bahkan kemarin kami juga sudah membuat surat pernyataan agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan," terangnya. 
 
Lasno menyebut, perilaku kekerasan yang dipraktikkan pelaku lantaran terpengaruh tayangab internet, imbas dari pembelajaran daring. Apalagi, selama kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring, pihak sekolah kesulitan memantau terhadap perilaku keseharian anak didiknya. 
 
"Kejadiannya itu saat ada acara di sekolah. Selama ini kita online. Jadi kurang tau sikap anak-anak ketika berkumpul saat itu. [Perilaku perundungan] Saya kira terpengaruh smartphone. Kalau sudah pembelajaran tatap muka (PTM) kemungkinan kami sebagai pihak sekolah lebih bisa mengontrol siswa kami ya," ungkapnya. 
 
Diberitakan sebelumnya, seorang siswa kelas XIII MTs Mathaliul Falah Karangrejo, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, Jawa Tengah berinisial MMY diduga menjadi korban perundungan (Bullying) oleh siswa lain di sekolahnya. Imbasnya, korban yang masih berusia 13 tahun itu, harus terbaring di rumah sakit karena mengalami cidera otak yang cukup serius. 
 
Ibu MMY, Suwarni mengatakan, hasil CT Scan dari RSUD RAA Soewondo Pati diketahui korban mengalami pendarahan interfalks karena mengalami luka pada bagian belakang kepala. 
 
"Anak saya masih belum pulih. Dia seperti linglung dan kehilangan sebagian fungsi ingatannya. Menyebut angka satu sampai sepuluh saja tidak lancar," ujar wanita berusia 32 tahun itu, Kamis (4/11). 
 
Ia menyeritakan, dugaan perundungan itu terjadi sepekan lalu, tepatnya pada Ahad (24/10). Sepulang dari kegiatan sekolah, putranya nampak terhuyung dan mengeluhkan sakit pada bagian kepala. Ketika ditanyai, korban mengaku dipukul oleh tiga siswa lainnya yang merupakan kakak kelasnya. Menurut korban, para pelaku kerap melakukan perundungan menjurus kekerasan fisik kepada siswa lainnya ketika meminta uang setoran.   
 
"Tak lama kemudian, anak saya pingsan selama dua jam. Sebab khawatir, kami langsung membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa dokter. Setelah discan kepala, ternyata ada pendarahan di dalam pada bagian kepala," ungkap Suwarni.
 
Berkenaan hal itu, ia sempat melaporkan dugaan kekerasan fisik yang menimpa putranya kepada pihak sekolah. Namun ia mendapatkan jawaban yang kurang memuaskan dari kepala sekolah. Pihak sekolah menilai hal itu sekedar kenakalan biasa. Meski begitu, ia enggan melaporkan peristiwa tersebut ke pihak berwajib. 
 
"Anak saya itu pendiam dan tak pernah aneh-aneh. Saya menuntut keadilan untuk anak saya. Saya tidak tahu para pelaku disanksi atau tidak. Sebab saya belum pernah diundang mediasi [pihak sekolah]," terangnya.
1468