Home Teknologi Interkoneksi Banyumas Raya dengan Dunia Global Dimulai Sejak Era Hindu Buddha

Interkoneksi Banyumas Raya dengan Dunia Global Dimulai Sejak Era Hindu Buddha

Banyumas, Gatra.com – Interkoneksi wilayah Banyumas Raya dengan dunia global ternyata terjadi sejak zaman Hindu Buddha. Dan jaringan dengan dunia luar tersebut terus berlanjut hingga masa selanjutnya, atau masa modern.

Hal itu terungkap dalam panel diskusi Konferensi Nasional Sejarah (KNS) XI bertajuk ‘Legasi Jaringan Global di Pedalaman Banyumas Raya’ yang digelar Selasa (9/11/2021) melalul plaform Zoom meeting. Dalam kegiatan yang digelar oleh Kemendikbudristek dan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) itu, hadir sebagai panelis, Prof Purnawan Basundoro dari Unair Surabaya, Tsabit Azinar Ahmad dari Unnes, Rinto Budi Santosa dari MSI Wonosobo dan Heni Purwono dari Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI).

Prof Purnawan menyampaikan bahwa jaringan transportasi Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), perusahaan kereta api pada masa kolonial, menjadikan Banyumas yang tadinya terisolir, menjadi terkoneksi dengan dunia internasional.

"Utamanya keberadaan pabrik gula di awal era tanam paksa, menjadikan di Banyumas Raya menjadi pusat komoditas hasil perkebunan yang cukup besar. Bahkan komoditas indigo, Banyumas Raya penyumbang terbesar pasar dunia" jelas Guru Besar Sejarah Perkotaan Unair itu.

Adapun Tsabit menjelaskan, di Banjarnegara khususnya, jaringan haji internasional yang berkelindan dengan jaringan intelektual, menjadikan Banjarnegara sangat terpengaruh di bidang pendidikan.

"Keberadaan organisasi Islam SI yang kuat di Banjarnegara dengan ratusan sekolah Cokroaminoto, diawali dengan interkoneksi antar Haji Ikhsan dengan haji lainnya, termasuk KH Ahmad Dahlan. Juga komunitas Hadrami sangat berperan dengan Fadlulloh Suhaimi yang merupakan ulama Singapura, mendirikan Darul Maarif di Banjarnegara," jelas Tsabit.

Rinto mengupas interkoneksi yang lebih tua. Menurutnya, arca Kudhu yang ada di percandian Bima di Dieng, sangat erat kaitannya dengan seni dan arsitektur India Selatan. Sementara Heni mengkaji tentang Soetedja, seniman musik Banyumas yang pada era sebelum Indonesia merdeka, sudah belajar tentang musik di Conservatori Musik Roma Italia.

Pembahas dalam diskusi tersebut Prof Nawiyanto dari Universitas Jember mengungkapkan, penelitian yang dilakukan oleh para panelis sangat menarik dan potensial untuk diteliti lebih lanjut. "Melalui forum ini saya belajar banyak dari para panelis, bahwa di Banyumas Raya kaya sekali akan peristiwa sejarah yang menarik. Semoga kegiatan ini menjadi pemicu untuk penelitian selanjutnya," harap Nawiyanto.


 

1169