Home Kesehatan Kurangi Impor Obat, Urgensi Fitofarmaka Masuk Formularium Nasional

Kurangi Impor Obat, Urgensi Fitofarmaka Masuk Formularium Nasional

Jakarta, Gatra.com- Konsumsi obat dari bahan alami (Fitofarmaka) menjadi tren yang dilakukan masyarakat. Bahan obat tradisional dan herbal yang melalui uji klinis ini pun memiliki khasiat setara dengan obat.

Untuk itu, penting bahwa menjadikan fitofarmaka masuk dalam Formularium Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). "Potensi Fitofarmaka ke depan akan sangat bagus karena Fitofarmaka akan diupayakan masuk ke dalam FORNAS sebagai upaya pengobatan promotif dan preventif," kata Sekretaris Perusahaan Indofarma, Wardjoko Sumedi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).

Wardjoko menjelaskan, sejauh ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun telah memberikan dukungan untuk pengembangan Fitofarmaka. Contohnya dengan membuat kebijakan dan regulasi untuk percepatan pengembangan dan pemanfaatan Fitofarmaka.

"Memfasilitasi kerjasama Riset dan Development dengan lembaga penelitian baik di lingkungan perguruan tinggi maupun di Kementerian Kesehatan (Litbangkes dan B2P2TOOT Tawangmangu, BALITRO)  dan lain-lain," jelas Wardjoko.

Ia pun berharap, ke depannya Fitofarmaka bisa menjadi produk farmasi asli Indonesia yang digunakan dalam layanan kesehatan formal dan yang mampu dijangkau oleh banyak kalangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan penyembuhan pasien.

"Bahwa Fitofarmaka sebagai Obat Modern Asli Indonesia dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal untuk meningkatkan derajat kesehatan dan penyembuhan pasien," tandasnya.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Dr Raymond Tjandrawinata menambahkan bahwa pengembangan Fitofarmaka bisa mengantisipasi terjadinya supply shock seperti yang sempat dialami industri farmasi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19. "Itulah kata kunci yang harus disepakati bahwa urgensi untuk membangun kemandirian ini tidak bisa ditawar lagi, urgensi ini bisa dibangun bersama," paparnya.

Menurut Raymond, sebagian produk ini juga telah diekspor ke mancanegara dan diresepkan oleh para dokter di mancanegara. "Sekarang justru dalam keadaan Covid-19 ini, sekarang kita memikirkan lebih lanjut untuk kemandirian bahan baku obat,” tegasnya.

Sejak awal tahun 2000, Dexa Group telah membangun industri bahan baku obat herbal di Indonesia. Dexa Group telah mengembangkan bahan baku obat herbal dari biodiversitas yang hanya ada di Indonesia dengan basis riset dan juga didukung dengan medical evidence based.

“Dengan bukti klinis inilah sekarang menghasilkan produk lebih lanjut di pabrik farmasi yang ada sehingga dihasilkan OMAI atau Obat Modern Asli Indonesia dengan status fitofarmaka," imbuh Raymond.

Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Herbuwono menyatakan, pengembangan Fitofarmaka juga sejalan dengan transformasi sistem kesehatan nasional. Pengembangan Fitofarmaka menjadi fokus utama dalam mengatasi impor obat.

“Ini akan menjamin keamanan kita dalam melakukan transformasi kesehatan di masa depan,” katanya pada Forum Nasional Kemandirian Farmasi dan Alat Kesehatan dalam rangka menyambut Hari Kesehatan Nasional, di Yogyakarta, Senin (8/11).

Dante menyebut beberapa Fitofarmaka yang telah dikembangkan dan diproduksi di Indonesia, yakni untuk immunomodulator, obat tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, obat untuk melancarkan sirkulasi darah, dan obat untuk meningkatkan kadar albumin.

Selain itu ada pula Fitofarmaka yang akan dikembangkan yakni obat pelancar ASI, antihiperlipidemia-kolesterol, hepatoprotektor, pengobatan nyeri sendi, diare, peningkatan fungsi kognitif, percepatan penyembuhan luka, mengurangi nyeri haid, serta obat untuk meredakan gejala batuk - pilek.

Ditegaskan Dante, pengembangan Fitofarmaka memerlukan dukungan dan kerja sama berbagai pihak. "Prosesnya tentu tidak sederhana, butuh proses analisis, proses penelitian dan ini akan melibatkan berbagai macam sektor untuk bekerja sama secara sinergis. Baik dengan peneliti, industri, perguruan tinggi, dan Kemenkes," ungkapnya.

Pengembangan Fitofarmaka di Indonesia sejalan dengan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Namun, setelah lima tahun instruksi tersebut diterbitkan, pengembangan Fitofarmaka seakan jalan di tempat.

Dari sekitar 11.218 tanaman obat yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan, menurut data Kemenkes baru ada 26 Fitofarmaka. Sedangkan yang terdaftar menurut Nomor Izin Edar dari Badan POM RI baru ada 35 Fitofarmaka

Berdasarkan NIE dari BPOM RI sebanyak 23 produk Fitofarmaka didaftarkan oleh PT Dexa Medica, 8 produk dari PT Ferron Par Pharmaceuticals, 2 produk dari PT Phapros, dan 2 produk dari PT Royal Medicalink Pharmalab. Produk Fitofarmaka saat ini juga dikenal dengan sebutan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).

343